youngster.id - Generasi milenial telah mengubah banyak hal, termasuk permintaan ruang kerja bersama atau coworking space mengalami pertumbuhan pesat di Asia Pasifik. Bahkan, pertumbuhan coworking space di Asia Pasifik lebih pesat ketimbang wilayah lain, seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Faktor utama pesatnya pertumbuhan dikarenakan banyak pemerintah di Asia Pasifik mendorong lahirnya wirausahawan lewat perusahaan rintisan (startup). Tengah melambatnya pertumbuhan industri tradisional seperti manufaktur dianggap pula sebagai alasan berkembangnya kantor dengan konsep ruang kerja bersama.
Berdasarkan hasil riset perusahaan konsultan real estat internasional Jones Lang LaSalle (JLL) menyebutkan permintaan coworking space di Asia Pasifik tumbuh sebesar 35,7% per tahun. Amerika Serikat tumbuh 25,7% dan di Eropa tumbuh 21,6%.
Riset dilakukan di 12 pasar utama Asia Pasifik. Pertumbuhan mencapai 150% dari tahun 2014 sampai 2017. Pada tahun 2030 mendatang diprediksi kantor dengan konsep ruang terbuka bisa mencakup 30% dari portofolio properti komersial perusahaan di seluruh dunia.
Pengamat Perkotaan Yayat Supriatna menilai pesatnya pertumbuhan coworking space dikarenakan pengaruh berubahnya budaya kerja generasi milenial. Generasi milenial cenderung ingin bekerja serba fleksibel. Dari jam berangkat hingga suasana tempatnya bekerja. Maka, ia menyebut bekerja di coworking space saat ini telah menjadi tren.
“Generasi milenial lebih mudah berubah dengan gaya hidup baru. Sekali lagi saya tekankan tren perubahan terus terjadi. Apa yang kita polakan dengan masa lalu akan terus berubah. Dengan kondisi yang semakin lama menuntut gejala yang terjadi sekarang sebetulnya harus dibaca pertanda apa itu,” kata Yayat.
Pola bekerja masa lalu yang menuntut pekerja taat pada aturan formal dianggap tak sesuai dengan gaya generasi milenial. Yayat mengatakan keinginan generasi milenial tersedia di coworking space. Maka, tak heran pertumbuhan coworking space sangat pesat karena hadir di saat yang tepat.
“Memang trennya berubah maka (kantor) dibuat seperti tidak formal. Orang bosan kok. Orang pengen ngantor itu santai. Sekarang orang lebih banyak kepada persoalan bagaimana bisa lancar tanpa terkait aturan formal,” ujarnya.
CEO dan Co-Founder COCOWORK Carlson Lau mengutarakan hal sama. Generasi milenial menjadi faktor penting pesatnya pertumbuhan coworking space. Selain ruang kerja yang didesain fun dan tak formal, harga sewa pun terbilang murah.
“Untuk daily pass di seluruh lokasi COCOWORK sendiri kami hanya mematok harga Rp 50.000. Untuk ruang kerja private dan penggunaan ruang meeting kapasitas tertentu akan berbeda lagi tarifnya. Ada sejumlah fasilitas, seperti kopi gratis dan tentunya internet yang kencang,” kata Carlson.
Sejumlah lokasi coworking space di COCOWORK juga menyediakan fun area yang menyediakan sejumlah permainan maupun alat olahraga, seperti tenis meja, biliar, sepeda statis bahkan ada Play Station. Sejumlah fasilitas itu disediakan agar saat para pekerja sedang suntuk dapat meluangkan waktu sejenak untuk menghibur diri mereka.
“Kami percaya work life balance itu penting apalagi bagi mereka pelaku industri kreatif yang harus menemukan ide-ide baru demi meraih tujuan mereka. Saat seseorang lelah di kala bekerja dan istirahat diisi dengan kegiatan yang gembira dan sehat tentu akan membuat tubuh dan pikiran kembali ‘segar’,” kata Carlson.
Konsep coworking space yang terbuka menjadi kesempatan bagi tiap individu maupun kelompok untuk berinteraksi dengan individu maupun kelompok lainnya. Carlson menjelaskan coworking space bukan hanya sekedar menyediakan tempat bekerja.
Namun, coworking space harus mampu memberi banyak manfaat bagi penggunanya. Maka, COCOWORK sering mengadakan sejumlah kegiatan yang bertujuan memberi ruang untuk menghimpun lebih banyak koneksi antara penggunanya.
“Lewat kegiatan yang kami adakan tiap individu maupun startup dapat bertemu dan saling berkolaborasi dan membentuk komunitas,” kata Carlson.
STEVY WIDIA
Discussion about this post