youngster.id - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) menjadi undang-undang, dalam Rapat Paripurna DPR ke-11 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2016-2017.
RUU tentang Perubahan atas UU ITE disahkan rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, didampingi Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan , Kamis (27/10/2016) di Jakarta. Turut hadir Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
UU ini merupakan hasil RUU Usul Pemerintah, yang masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019 dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2016. Presiden RI Joko Widodo per tanggal 21 Desember 2015 mengirimkan RUU tentang Perubahan atas UU ITE kepada DPR RI dan menugaskan Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah membahas RUU tersebut bersama-sama DPR RI.
“Pada 20 Oktober 2016, Komisi I DPR RI melaksanakan Raker dengan pemerintah dalam rangka Pembicaraan Tingkat I/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Perubahan atas UU ITE dan disetujui RUU tentang Perubahan atas UU ITE selanjutnya dibahas dalam Pembicaraan Tingkat 11/Pengambilan Keputusan pada RaDat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” ujar TB Hasanuddin dalam Rapat Paripurna.
Dengan demikian, Pimpinan Paripurna langsung meminta keputusan kepada seluruh anggota dewan yang hadir untuk dapat mengesahkan RUU ITE menjadi undang-undang.
“Apakah Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat disahkan menjadi undang-undang?” ucap Agus bertanya, yang langsung disambut persetujuan seluruh anggota dewan yang hadir.
Pada kesempatan tersebut, turut disampaikan oleh Ketua Panja RUU ITE perihal isu-isu krusial yang terdapat dalam undang-undang tersebut, di antaranya Penegasan sebagai delik aduan dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) dan ayat (5) RUU dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat.
Dalam penjelasan Pasal 27 juga dijelaskan mengenai tindakan “mendistribusikan”, “mentransmisikan,” dan “membuat dapat diakses” Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, serta menambah penjelasan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.
RUU juga mengubah ancaman sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, yang di dalam UU ITE diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), dalam RUU tentang Perubahan atas UU ITE sanksi pidana penjara diturunkan menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Perubahan ini dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara 4 (empat) tahun, pelaku tidak serta merta dapat ditahan oleh penyidik.
Komisi I DPR RI bersama pemerintah juga telah membahas dan menyetujui beberapa substansi baru. Salah satunya, menambah ketentuan mengenai kewajiban pemerintah melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 40 ayat (2a) RUU tentang Perubahan atas UU ITE).
Untuk itu, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Sistem Etektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
FAHRUL ANWAR