youngster.id - Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation kembali menggelar pertunjukan bertajuk “Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin)”. Pementasan ini terinspirasi dari kesenian Ronggeng Gunung, seni pertunjukan klasik dari daerah Jawa Barat.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan, Titimangsa senantiasa menghadirkan karya-karya yang tak hanya menghibur, tapi juga memiliki nilai budaya dan juga sejarah yang amat mendalam. Kali ini melalui produksi ke-79, Titimangsa berkolaborasi bersama Ariel Tatum dan juga seniman kota Jawa Barat dan Jakarta untuk melestarikan kesenian tradisional yang hampir punah ke hadapan para penikmat seni di kota Bandung.
“Kami percaya bahwa produksi Sang Kembang Bale ini tidak hanya menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, tetapi juga memberikan pengalaman budaya yang mendalam dan inspiratif bagi semua penikmat seni. Semoga pertunjukan ini dapat menghidupkan kembali kekayaan budaya Indonesia agar terus dikenal dan dicintai oleh generasi mendatang,” ujar Renitasari dikutip Sabtu (10/8/2024).
Pertunjukan dari Titimangsa ini akan dipentaskan pada 10-11 Agustus 2024 di NuArt Sculpture Park, Bandung, Jawa Barat.
Kesenian Ronggeng Gunung adalah kesenian tradisi khas daerah Kabupaten Ciamis dan Pangandaran yang kini sudah masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Pradetya Novitri selalu produser pertunjukan mengatakan, pertunjukan ini sudah dirancang sejak tiga tahun lalu. “Kesenian Ronggeng Gunung ini perlu diperlihatkan ke banyak orang karena kondisinya hampir punah. Saat ini, pelakunya hanya tinggal 2 orang. Sangat sayang kalau kita tidak meneruskannya kembali,” katanya.
Menurut Novitri, pementasan ini juga bertujuan untuk mengkonservasi pengetahuan tentang kesenian Ronggeng Gunung. “Kami melakukan riset ke tempat kelahiran Ronggeng Gunung, juga membawa pemain, pemusik dan penari yang berasal dari generasi muda untuk langsung belajar kesenian Ronggeng Gunung kepada para pelakunya. Harapannya dengan ini, nyanyian, musik dan tarian yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, lebih panjang lagi nafasnya,” katanya lagi.
Pertunjukan yang dipentaskan di area terbuka di kota Bandung ini menyuguhkan kidung, tari, dan drama Ronggeng Gunung.
Pemeran utama Sang Kembang Bale, Ariel Tatum mengungkapkan, ini adalah kali pertama dia bermain monolog di atas panggung. Tantangan utama yang paling dirasa Ariel adalah belajar cengkok dalam menyanyikan lirik lagu. Namun setelah belajar langsung dengan Bi Pejoh dan penyanyi dari tim Swarantara, Ariel mampu menguasai tekniknya.
“Rasanya sungguh penuh haru, seperti udara segar yang baru. Ronggeng Gunung adalah sebuah kemagisan dari leluhur kita sendiri, jadi memang hanya kita yang bisa meneruskan itu semua. Semoga dengan pementasan ini generasi muda mau belajar lebih banyak, mau tahu lebih banyak hal sehingga kita lebih kaya lagi dengan budaya-budaya yang sebenarnya sudah lama ada dan mengalir di tubuh kita,” ucapnya.
Kembang Bale ditampilkan bersama dengan tembang-tembang ronggeng gunung. “Penggambaran alur, gerak, musik & lagu yang dibawakan oleh Ariel Tatum dan seluruh tim yang terlibat semoga bisa menjadi arsip kebudayaan yang didapat melalui pengalaman menonton yang berbeda,” ungkap Heliana Sinaga, sutradara Sang Kembang Bale.
Naskah pertunjukan ini ditulis Toni Lesmana dan Wida Waridah. Menurut mereka, proses penulisan naskah Sang Kembang Bale ini diawali dari hasil wawancara langsung dengan pelaku kesenian Ronggeng Gunung, yakni Bi Pejoh, Bi Raspi, juga Mang Sarli. Penggalian dari pengalaman mereka selama menekuni sekaligus melestarikan kesenian Ronggeng Gunung, khususnya di daerah Panyutran, Pangandaran, memunculkan hal baru yang cukup menarik.
“Berangkat dari itulah, kami mencoba saling mengisi untuk rancang bangun kisah dan adegan tokoh Sang Kembang Bale. Memadukan hasil wawancara yang nyata dan kerja imajinasi yang fiksi. Jalinan kisah seorang perempuan yang yakin dan setia dengan jalan yang dipilihnya, dimana sang tokoh sedang menuju puncak popularitas. Kami mencoba menghadirkan kenangan, kegelisahan dan harapan tokoh Sang Kembang Bale, dengan memasukkan unsur-unsur tradisi yang kami rasa penting kehadirannya dalam kesenian Ronggeng Gunung,” kata Wida.
Toni menambahkan, naskah Sang Kembang Bale pada akhirnya sebagai bentuk persembahan rasa cinta pada keseniannya, juga untuk bakti kesetiaan para senimannya yang melestarikan peninggalan leluhur mereka. “Baik ritual, pakem lagu, dan tarian, ini lebih untuk mencoba agar naskah monolog yang fiksi ini juga bisa menjadi, dokumen tentang kesenian Ronggeng Gunung,” ujarnya.
Sementara itu, koreografer pertunjukan ditangani Rachmayati Nilakusumah, seorang penari yang mendalami tari Ronggeng Gunung dan berguru pada maestro Ronggeng Gunung, Bi Raspi dan Bi Pejoh.
STEVY WIDIA
Discussion about this post