youngster.id - Perkembangan ekonomi digital tengah dinikmati Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia. Sayangnya, belum banyak UKM yang terlibat dalam bisnis aplikasi digital tersebut memutakhirkan sistem informasi akutansi perusahaannya.
Hal ini terlihat dari Survey IT UKM 2017 dari Sharing Vision pada pertengahan tahun ini. Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Bandung, Dimitri Mahayana mengatakan, demam ekonomi digital terutama dari transportasi daring, telah menciptakan banyak ungkitan bisnis pada UKM di sejumlah kota tanah air.
“Contohnya Martabak Andir di Bandung. Omzet penjualan via Go-Pay saja mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta per hari, karena konsumen akan membayar lebih murah antara Rp8 ribu sampai Rp12 ribu daripada bayar konvensional,” katanya, Selasa (12/9/2017) di Bandung.
Survey Digital Trend 2017 dari Sharing Vision pada awal tahun ini juga menunjukkan, 20% dari total 160 responden pernah memesan akomodasi skala UKM melalui Airbnb, sehingga transaksi ekonomi digital tak hanya terjadi di bidang kuliner.
Akan tetapi, sambung Dimitri, UKM belum banyak yang menggunakan aplikasi akuntansi berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK).
“Sebagian besar atau 56% hanya menetapkan anggaran TIK sebesar 1-2% dari total pendapatan. 36% dari UKM juga tidak memiliki staf khusus IT. 47% UKM mengeluarkan biaya TIK kurang dari Rp300 ribu per bulan, tapi itu hanya untuk koneksi data,” paparnya.
UKM sebenarnya menyadari pentingnya akutansi berbasis TIK, karena yang menggunakan pencatatan manual, 32% diantaranya menghadapi kendala ketika berhadapan jumlah transaksi banyak. Ke depannya, 74% responden menyatakan minat menggunakan aplikasi.
“Dari 310 kuesioner dengan hasil tiga kelompok yakni yang menggunakan TIK untuk membantu elemen-elemen bisnisnya, satu lainnya menggunakan TIK aktivitas sedang, dan satu lainnya tidak menggunakan TIK untuk membantu elemen-elemen dalam bisnisnya,” pungkasnya.
STEVY WIDIA