youngster.id - Menjadi seorang wirausaha tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kerja keras, pengalaman dan ilmu pengetahuan. Jika kerja keras dan pengalaman itu dapat diperoleh langsung, maka ilmu adalah sesuatu yang perlu ditimba dari yang lebih berpengalaman. Namun tak banyak orang yang mau berbagi wirausaha, bahkan membuka peluang usaha bagi orang lain. Salah satunya Alween Ong.
Tak hanya sukses berbisnis di usia muda, Alween juga aktif pada pengembangan sektor UKM terutama di kalangan muda. Ia memiliki pelatihan kewirausahan bagi anak-anak muda di wilayah Sumatera. Dia juga peduli pada sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Alween sendiri merupakan pendiri dan pemilik Alcompany Indonesia, yang mengelola sejumlah lini usaha, mulai dari klinik ponsel, digital printing, pertanian, pengadaan pupuk, hingga tambak ikan.
“Bagi saya peluang wirausaha ini begitu besar dan saya melihat dari sini pula saya dapat berbagi kepada masyarakat perihal kewirausahaan. Anak Indonesia harus mandiri. Salah satu jalannya adalah di dunia wirausaha,” ungkap Alween kepada Youngsters.id.
Sejak tahun 2010 perempuan kelahiran Padang ini rutin melakukan program pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan. Hal itu dia terapkan khususnya kepada anak-anak muda berusia 15-25 tahun yang berasal dari golongan ekonomi kurang mampu.
“Kami membuat pelatihan kewirausahaan, bagaimana membangun usaha dan bisa berguna bagi warga sekitar. Kalau semua orang jadi pekerja, jadi yang membuka lahan pekerjaan siapa? Sementara yang membutuhkan pekerjaan banyak. Saya memilih jadi pengusaha karena saya bisa banyak berbagi kepada orang-orang dan tentunya saya bisa membuka lahan pekerjaan buat orang lain,” kata Alween.
Peraih penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai Wirausahawan Muda Berprestasi tahun 2009 ini berharap, dengan usaha yang dia lakukan, maka jiwa-jiwa wiraswasta akan terus bermunculan sejak usia muda. “Ini bukan karena faktor keturunan, tapi habit. Kita harus yakin dengan yang dikerjakan, kerja keras dan pantang menyerah, dan harus mampu berguna bagi orang lain,” tegasnya.
Penyelamatan Hidup
Semua yang Alween lakukan berangkat dari masa lalunya. “Saya termotivasi akan masa lalu saya. Saya tidak ingin menjadi orang sulit ekonomi karena kondisi sulit membuatmu terabaikan dan teremehkan,” ungkapnya.
Alumni FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) ini memulai usaha sejak masih di bangku kuliah, tepatnya tahun 2003. Menariknya, perempuan yang lahir pada 29 Januari 1985 ini mengaku berwirausaha kala itu adalah upaya untuk penyelamatan hidup.
Sebagai anak kedua dari lima bersaudara, Alween membulatkan tekadnya untuk terus kuliah tanpa membebani sang ibu yang jadi orang tua tunggal. “Prinsip saya pantang untuk meminta-minta, apalagi menyusahkan kehidupan orang untuk menyelamatkan kehidupan kita,” ucapnya.
Untuk itu, Alween mengaku pada periode 2003-2006 ia bekerja serabutan. Misalnya, ia menjualkan buku-buku bekas temannya yang sudah tidak dipakai lagi. Jualan ikat pinggang, hingga bertindak sebagai “makelar” atau perantara bila ada teman yang ingin menjual kendaraan. la juga menjual ponsel titipan orang, dengan sistem komisi. Â “Jadi ndak bisa dibilang wirausaha pada masa itu,” ujarnya.
Dia juga pernah bekerja kantoran dengan harapan mendapatkan pendapatan tetap. Alween pernah bekerja jadi agen kartu kredit hingga kolektor di penerbitan. Namun rupanya Alween malah terganggu dengan kenyamanan itu. Dia pun hanya bertahan 6 bulan dan memutuskan untuk memulai buka usaha.
Tak sengaja, dia membantu memperbaiki telepon selular (ponsel) temannya yang rusak. Dari sana dia tertarik untuk serius mempelajari cara memperbaiki ponsel rusak. “Saya belajar secara otodidak saja. Mulai dari membaca buku, melihat teman memperbaiki ponsel, hingga otak-atik sendiri. Alhamdulillah, berkat tekad yang kuat, doa dan usaha, akhirnya saya bisa juga memperbaiki ponsel,” kata Alween.
Dari sini dia melihat peluang usaha. Dengan modal nekad dan pinjaman uang dia pun membuka usaha reparasi telepon selular di tahun 2006. “Padahal saya bukan teknisi, apalagi anak tehnik. Namun saya belajar dari majalah, mbah Google dan melihat teman yang bekerja,” akunya sambil tertawa.
Dengan modal Rp 12 juta hasil tabungan dan uang pinjaman Alween membuka Clinic Handphone yang berlokasi di sekitar kampus. Menurut Alween itulah saat dia belajar wirausaha. “Ya dari awal modal Rp12 juta, saya membangun usaha ini. Tidak sampai setahun, saya sudah balik modal. Karena dulu tidak ada bayar SDM saya one man show,” aku gadis bertubuh langsing dan berkulit putih ini.
Alween mengerjakan semuanya sendirian. Dari menjadi pemilik outlet, memperbaiki ponsel, menjadi kasir, sampai membuka dan menutup toko. “Kalau saya sakit, tokonya tutup,” kisahnya sambil tersenyum. Ternyata, outlet kecil di pasar USU itu punya banyak penggemar. Apalagi di Medan belum banyak outlet yang fokus menawarkan jasa memperbaiki ponsel saja. Umumnya, gerai-gerai ponsel yang menjual produk, dengan tambahan jasa perbaikan. Para “penggemar”-nya pula yang kemudian mendorong Alween mengikuti lomba Wirausaha Muda Mandiri pada 2008.
“Awalnya pesimis. Orang lain yang ikut punya banyak anak usaha. Sementara saya hanya sendiri begini,” kenangnya. Ternyata Alween terpilih sebagai salah satu pemenang. Kejeliannya mengubah peluang usaha menjadi uang adalah salah satu kekuatan yang membuat para juri terpikat.
Â
Jalin Kemitraan
Ketika usahanya meningkat, Alween pun merekrut beberapa orang untuk menjadi stafnya. Ia juga memperluas usahanya tidak hanya sebagai gerai yang menawarkan perbaikan ponsel, tapi juga menjadi pusat pelatihan dokter ponsel, alias memberi pelatihan bagi orang yang ingin memperbaiki sendiri ponselnya atau ponsel orang lain. Untuk mempromosikan usahanya? Tentu saja Alween tak luput mengerahkan jejaring sosial, seperti Twitter dan Facebook, karena keduanya semakin banyak digunakan terutama oleh kalangan muda.
Alween tidak berpuas diri. Dengan terpilih sebagai Wirausaha Muda Mandiri dan diberi kesempatan mengikuti sejumlah pelatihan bisnis di Rumah Perubahan yang dikoordinir mentor senior Rhenald Kasali, Alween kembali mengerahkan otaknya untuk berpikir lebih kreatif. Dia lalu membuka Narsis Digital Printing, sebuah bisnis yang mencakup pembuatan pin dengan berbagai model, kartu nama, cetak kaos, facemug (cetak mug bergambar dengan berbagai model), dan penjualan mesin atau alat cetak produk-produk tersebut dengan konsep “jual putus”.
Tak hanya membuat produk, Alween juga  menjual mesin dengan konsep mitra. Untuk penjualan mesin facemug misalnya, dengan biaya Rp 3,3 juta, mitranya sudah bisa membawa pulang satu unit mesin ditambah dengan satu lusin bahan baku serta pelatihan. Pilihan lainnya dengan harga Rp17 juta, mencakup mesin, alatalat promosi, pelatihan, bahan baku, booth, komputer, dan berbagai fasilitas lainnya.
Alhasil, bisnis Alween dengan cepat berkembang tak hanya di Medan, tapi hingga Aceh, Pekanbaru. Bahkan, hingga ke mancanegara, seperti China, Malaysia, dan Singapura. Omzet yang diperoleh bisa mencapai Rp 60 juta per bulan, dengan keuntungan lebih dari Rp 200 juta setahun.
Kesuksesan itu membuahkan apresiasi. Di tahun 2009 Alween dinobatkan sebagai Wirausaha Muda Berprestasi dari Kemenpora dan penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi di Bidang Kewirausahaan dari USU. Kemudian dia juga meraih penghargaan Indonesia Delegation for China ASEAN Youth Camp.
Kembali Ke Masyarakat
Di tahun 2010 dia menyatukan bisnisnya di bawah nama Alcompany Indonesia. Sebuah perusahaan yang fokus pada kegiatan sosial berbasis kewirausahaan. Dia berharap dengan usaha ini dia bisa berbagi ilmu kewirausahaan kepada banyak orang.
Perjalanan panjang dia berbisnis menumbuhkan kesadaran itu pada diri Alween. Bahkan, dia mengaku merasa telat berwirausaha. “Saat itu saya nggak bangga jadi wirausaha. Kerennya jadi PNS. Jadi saya merasa telat berwirausaha, karena baru usaha dengan serius di usia 21 tahun,” ungkap perempuan yang memimpin 19 orang karyawan.
Bahkan sang ibu sempat menentang pilihan Alween menjadi pengusaha. “Ibu saya berharap besar saya bisa bekerja di tempat yang baik dan membantu adik-adik saya kelak. Setelah saya jelaskan akhirnya ibu saya memahami dan keluarga saya adalah orang yang paling berperan penting dalam memberi semangat bagi saya,” kata putri dari Robert Ong (Alm) dan Fenny Anggrita itu.
Dalam berbisnis Alween juga mengalami banyak tantangan. “Saya sudah biasa jika ditolak orang, dianggap masih terlalu kecil dan minim kapasitas sektor finansial. Apalagi seorang wanita, di Medan masih kurang kepercayaan jika bisa berwirausaha. Untungnya saat ini mulai berpikir terbuka sehingga faktor gender semakin terkikis,” ungkapnya.
Belajar dari semua itu, Alween yakin sukses berwirausaha itu bukan karena faktor keturunan, tapi karena faktor kemauan dan kebiasaan. Tetapi sukses itu berangkat dari yakin dengan yang dikerjakan, kerja keras, dan pantang menyerah serta harus mampu berguna bagi orang lain.
“Saya punya pengalaman dalam seminggu hanya memakan mie instan satu hari sehari karena ketiadaan uang. Dan sejak saat itu saya bertekad apa yang saya alami tak boleh dialami orang lain. Caranya saya sharing kepada teman-teman bagaimana caranya berwirausaha karena dengan berwirausaha kita bisa mendapatkan pundi halal,” ungkapnya.
Saat ini ada 122 UKM binaan Alween yang bernaung di bawah Forum Kewirausahaan Pemuda yang tersebar di 22 provinsi. Dalam waktu dekat, kata Alween, dia akan meluncurkan platform www.lapakdiskon.com, untuk mewadahi produk-produk UKM yang telah dibina.
“Saya punya tiga lini usaha dan saat ini sedang giat mengelola UKM,” ujar Alween. Sayang, dia enggan menyebutkan berapa omzet yang didapat dari bisnisnya tersebut.
Alween juga peduli pada sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat. Termasuk tengah merintis sebuah pembangkit listrik tenaga micro hydro di pedalaman Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam. “Ini murni tanpa benefit financial sedikitpun karena program sosial yang kami kerjakan untuk membangun perekonomian masyarakat, masih on progress belum selesai karena minimnya biaya,” akunya.
Selain itu, dia juga tengah membuat Rumah Edukasi yang dalam bulan depan sudah bisa dikunjungi teman-teman. “Maksudnya adalah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi anak-anak muda yang putus sekolah karena ketiadaan biaya,” ujarnya. Dia berharap suatu hari dapat mendirikan pondok pesantren dan universitas kewirausahaan.
“Dalam berbisnis saya punya prisnsip share benefit get profit. Berbagi manfaat dan mendapatkan keuntungan dari pintu yang tak terduga. Karena saya berkeyakinan ketika saya membuka usaha saya jalankan dengan kejujuran dan keyakinan bahwa apa yang saya jalankan adalah ibadah maka perihal profitnya biarkan Tuhan yang mengatur, yang penting kita stabilkan aja cash flow-nya,” pungkasnya.
===============================
Alween OngÂ
- Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 29 Januari 1985
- Pendidikan : S1-Universitas Sumatera Utara-Ilmu Politik
- Nama Perusahaan:Â CV Alcompany Indonesia
Lini Usaha :
- Clinic Handphone
- Narsis Digital Printing
- CV Al Mubarokah
- Mind Action
- Coach Sedekah
Project :
- Melalui Forum Kewirausahaan Pemuda membina 122 UKM yang tersebar di 22 provinsi
- Dalam waktu dekat, akan meluncurkan platform lapakdiskon.com, untuk mewadahi produk-produk UKM yang telah dibina.
- Mengembangkan pembangkit listrik tenaga micro hydro di pedalaman Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam.
- Membuat Rumah Edukasi sebagai tempat pelatihan kewirausahaan bagi anak-anak muda yang putus sekolah karena ketiadaan biaya.
- Target: ingin mendirikan pondok pesantren dan universitas kewirausahaan.
Penghargaan :
- 2016 – Indonesia delegation for symposium on Social entrepreneurship NUS singapore
- 2015 – Indonesia Observer  for IFYC 2015
- 2015 – Indonesia delegation for China – Asean Youth Champ 2015, China
- 2014 – Indonesia delegation For Asean Entrepreneur summit – Bangkok, Thailand
- 2013 – Penggerak kewirausahaan KEMENPORA
- 2011 – UMK award
- 2010-Indonesia Delegation for China ASEAN Youth Camp
- 2009- Mahasiswa Berprestasi di Bidang Kewirausahaan dari USU
- 2009-Wirausaha Muda Berprestasi dari Kemenpora
- 2008-Wirausaha Muda Mandiri
================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post