youngster.id - Berbisnis bukan sekadar untuk meraih keuntungan namun bagaimana bisa berkontribusi kongkrit terhadap lingkungan masyarakat. Salah satunya dengan terlibat dalam pelestarian tradisi dan budaya lokal. Karena jika tidak terus dijaga maka eksistensi budaya ini akan tergerus oleh globalisasi.
Salah satu budaya yang terancam akan perubahan zaman adalah batik. Meski telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO tahun 2009, kerajinan batik Indonesia yang membanggakan ini dihadapkan pada persoalan regenerasi. Padahal regenerasi sangat penting untuk masa depan batik.
Melihat kondisi ini, Dina Rimandra Handayani bertekad untuk menjadi bagian dalam pelestarian tradisi batik Nusantara. Perempuan yang dikenal dinamis, dan selalu optimistis memutuskan untuk menghadirkan brand batik, bernama Ambah Batik. Menariknya usaha ini hadir dengan konsep social entrepreneur (sociopreneur).
“Bisnis ini bukan sekadar bisnis fashion, tetapi kami punya misi untuk mendidik anak-anak muda untuk belajar, mengenal dan mencintai budaya batik. Kami juga ingin meregenerasi budaya batik kepada generasi muda sekarang ini agar mereka mencintai, meneruskan dan merawat tradisi membatik Indonesia,” ungkap Dina kepada Youngsters.id saat ditemui di Bonobo, salah satu resto miliknya di kawasan Sudirman, Jakarta.
Dina menjelaskan, lewat Ambah Batik ia memiliki misi melestarikan budaya Indonesia. Pasalnya, produk fesyen ini hadir dengan konsep bisnis sociopreneur. Maksudnya, adanya pembagian 50% dari profit didonasikan untuk kegiatan filantropi dan pembangunan sarana edukasi bagi anak-anak sekolah kejuruan (SMK).
Menurut Dina, dipilihanya anak-anak SMK, karena mereka memang disiapkan untuk bisa mandiri selesai pendidikan dengan kemampuan keahlian.
“Kami ingin sekali mengangkat SMK. Mereka patut diapresiasi karena mereka ini harus memiliki keterampilan. Kami bekali dengan fasilitas sehingga ketika lulus mereka bisa mandiri termasuk meneruskan tradisi industri batik Tanah Air,” ungkap perempuan berparas cantik ini.
Oleh karena itu, usaha di bawah naungan PT Ambah Karya Kreatif ini melibatkan sejumlah siswa SMK Grafika di Kudus. Sekitar 20% koleksi siap pakai dikerjakan oleh murid SMK Bogor dalam proses membatik, menjahit dan finishing. Dia yakin, kegiatan ini mampu menciptakan produk batik hasil karya siswa-siswa SMK yang berkualitas, memiliki ciri khas, kreatif dan inovatif serta memperkaya seni budaya Indonesia.
“Saya sangat peduli pada pemberdayaan para siswa karena mereka nanti yang akan menjadi penerus tradisi ini. Kalau diperhatikan pengrajin batik tidak banyak lagi yang muda. Jika mereka sudah tidak ada, siapa yang nanti meneruskan. Jangan sampai hal ini diambil pihak luar dan akhirnya budaya ini sudah bukan menjadi milik kita lagi,” kata Dina penuh semangat.
Filosofi Pucuk Rebung
Sesungguhnya merek Ambah Batik ini diinisiasi Dina sejak tahun 2013. Dia kemudian memperkenalkan karya ini pada publik lewat pagelaran busana Ambah Batik pada 4 Agustus 2016 di Jakarta, dan 28 November 2016 di Bali. Semua koleksi ini menggunakan batik tulis sutera baron, thai silk, katun, batik cap, dan kombinasi batik katun.
Satu hal yang menarik lagi, Ambah Batik mengangkat motif Pucuk Rebung sebagai DNA rancangan busananya. Menurut Dina, motif Melayu dipilih selain karena motif ini tersebar luas mulai dari Jawa, Kalimantan, dan Sumatera, juga karena mengandung nilai filosofis yang kuat.
“Selama ini Pucuk Rebung hanya ditampilkan sebagai sisi atau ujung dari kain. Sekarang saya ingin Pucuk Rebung menjadi motif inti. Karena motif ini memiliki filosofi tentang kekuatan, manfaat dan harapan dalam hidup manusia. Itulah juga yang menjadi keinginan kami. Ketika orang memakai motif ini maka arti hidup mereka adalah berkualitas dan memberi manfaat untuk orang lain,” ungkap Dina bersemangat.
Semangat perempuan kelahiran Bogor, 15 Mei 1987 ini dalam berkarya sangat besar. Energinya berlimpah seolah tak pernah ada habisnya. Ide-ide briliannya terus bermunculan dan selalu direalisasikannya dengan baik. Kreativitas menjadi salah satu bagian dari hidupnya. Dan dia sangat mendukung program pemerintah untuk mengangkat industri kreatif.
“Dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, di Indonesia yang menyokong perekonomian stabil adalah industri kreatif,” ujar perempuan yang hobi traveling itu.
Perjalanannya ke berbagai daerah memberi inspirasi untuk terlibat dalam pelestarian budaya tradisional terutama batik. “Aktivitas bisnis saya sebelumnya membuat saya harus ke daerah-daerah. Sementara saya melakukan pekerjaan, saya survey tentang budaya perkembangan batik. Dari situ saya terinspirasi dan ingin berkontribusi di dalamnya,” kisah Dina.
Sejatinya, batik merupakan salah satu bisnis yang ditekuni Dina. Sebelumnya, Dina sudah lebih dulu menekuni bisnis di bidang food and beverage. Dina merupakan direktur PT Indosarnia, produsen Albens, minuman cider lokal pertama di Indonesia. “Saya mulai bisnis dari nol. Gagal berkali-kali, tapi saya tidak menyerah karena berani ambil resiko. Itulah pebisnis,” ungkapnya.
Menurut Dina, didikan kedua orang tuanya yang membentuk mental dia sebagai entrepreneur. Dia diajarkan untuk hidup mandiri dan menentukan hidup sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Tak mengherankan, di usia muda Dina sudah bisa membuat keputusan menjadi seorang entrepreneur.
“Didikan orang tua saya yang demokratis dan membebaskan saya untuk mengikuti passion dan cita-cita membuat saya jadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,” ujar perempuan enerjik yang juga memiliki sejumlah gerai resto di Jakarta dan Bali.
Â
Belajar Gagal
Jiwa entrepreneur Dina sudah terbangun sejak remaja. Saat masih duduk di bangku SMA, Dina sudah membuka butik fesyen di rumahnya. Sayang, usaha itu gagal. Namun hal itu tidak membuat dia patah arang jadi pengusaha. Bagi Dina kegagalan itu yang membuat dia bisa memiliki mental yang kuat dan tidak mudah menyerah.
“Usaha saya gagal tetapi dari sana saya belajar banyak tentang bisnis dan resikonya. Di kemudian hari saya juga juga banyak mengalami kegagalan tetapi itu membentuk mental saya. Saya jadi belajar dan tidak mengulang kesalahan yang sama,” ucap Dina.
Bagi Dina kegagalan adalah pelajaran berharga. Dengan itu dia juga mengasah naluri untuk memilih usaha. Hal itu juga yang membuat dia memutuskan untuk meninggalkan studi S2, dan lebih memilih mengejar mimpi membangun usaha di bidang F&B.
“Saya tidak punya background bisnis, tetapi saya suka transaksi dan aktivias bisnis. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan saya memutuskan kembali ke Indonesia dengan rencana bisnis,” kisah alumni Interstudy jurusan komunikasi itu.
Bagi Dina kesempatan tidak datang dua kali. Hal itu yang membuat dia memberanikan diri untuk membuka pabrik minuman jus apel berfermentasi atau yang lebih dikenal dengan istilah cider. Tahun 2012 dia meluncurkan Albens Ciders, minuman cider asli Indonesia ini diproduksi di Bali dengan resep dari Inggris. Pabrik Albens Ciders berada di Kabupaten Jembrana, Bali Barat. Saat ini bir lokal itu sudah dipasarkan ke beberapa negara di dunia, sepertii Australia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Hongkong.
Dina mengaku, saat pertama kali Albens Cider dipasarkan tidaklah mudah. Sebagai produk baru Albens mengalami kesulitan dalam hal product awareness karena banyak yang belum mengenal apa itu Albens Cider. Namun berkat kesabaran dan menjalin kerja sama dengan para pemilik restoran, serta menggandeng merek-merek lain setiap ada event, secara perlahan mulai dikenal pasar.
Sekarang, kendati kapasitas produksinya masih kecil, dalam mengembangkan bisnisnya Dina berhasil melakukan aliansi dengan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (TPS). Albens Cider diproduksi oleh PT Indosarnia dengan menggandeng mitra dari Inggris yakni Alessio dan Ben. Selain itu, Albens Cider juga memiliki sentra produksi di Bali dan sudah tersebar lebih dari 2.000 outlet di Indonesia bahkan mengekspor ke Malaysia, Australia, Singapura, Thailand, dan HongKong. Selain itu dia juga terjun ke bisnis restoran dengan gerai tersebar di Jakarta dan Bali.
Semua bisnis yang dia geluti berangkat dari passion. “Dalam setiap bisnis saya enjoy saja. Masing-masing punya tantangan tersendiri dan kita harus berani ambil resiko. Itu baru pebinis. Kalau tidak di jalani bagaimana kamu tahu itu akan sukses. Tapi kalau dijalani rugi, tetap kita belajar sesuatu dan tidak sia-sia, minimal punya pengalaman. Karena kesempatan tidak ada terulang lagi,” kata Dina menutup pembicaraan.
============================================
Dina Rimandra Handayani
- Tempat Tanggal Lahir      : Bogor, 15 Mei 1987
- Usaha                          : PT Ambah Karya Kreatif
- Jabatan                        : CEO & Founder Ambah Batik
Usaha lain:
- PT Artha Bintang Gemilang
- PT Destindo Sakti
- CI Asia Holding PTE
- PT Indosarnia, yang memproduksi minuman fermentasi buah apel, Albens Cider
================================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post