youngster.id - Semangat gotong royong adalah karakter dari bangsa Indonesia yang mulai kembali dibangkitkan oleh anak-anak muda. Istilah terkini adalah crowdfounding. Berbagai masalah terpecahkan lewat sistem yang dijalankan dengan media digital ini, termasuk dalam hal biaya pendidikan.
Ya, biaya kerap menjadi kendala banyak anak di Indonesia untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi yang nekad, berhutang adalah salah satu jalan untuk mendapatkan biaya tersebut. Masalahnya, hal itu tidak mudah. Sistem perbankan di Indonesia tidak seperti di negara tetangga Singapura yang membolehkan calon mahasiswa dapat mengajukan pinjaman untuk biaya kuliah.
Namun, kendala itu kini terpecahkan lewat semangat gotong royong yang ditularkan melalui teknologi digital. Salah satunya adalah aplikasi Danadidik, yang dikembangkan Dipo Satria Ramli. Ini adalah sebuah platform pinjaman pelajar (student loan) yang menggunakan sistem penggalangan dana (crowdfunding).
“Misi kami adalah memberi kesempatan yang sama bagi anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan tinggi, karena niat awalnya ingin benar-benar membantu orang kuliah. Karena itu perusahaan rintisan (baca strartup) P2P (peer to peer) lending ini selalu low profit dan sedikit idealis,” kata Dipo kepada Youngster.id.
Aplikasi Danadidik ini dibangun oleh Dipo dengan sahabatnya Januar Sudharsono (CTO) dan Eka Ginting sejak 17 Juni 2015 lalu. Menurut Dipo, yang membedakan perusahaan rintisan yang dibangunnya ini dari startup P2P lainnya adalah diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin membiayai biaya pendidikannya sendiri dengan cara mencicil, murah dan terjangkau. Selain itu, skema pengembalian pinjaman juga sedikit berbeda jika dibandingkan platform P2P lending lainnya.
“Jadi si mahasiswa atau para peminjam dana akan diberi keleluasaan untuk melunasi pinjaman setelah lulus atau malah sebelumnya dengan skema perhitungan yang lebih adil,” ujarnya.
Dipo memaparkan, secara model bisnis, pengembalian uangnya pakai sistem bunga 0%. Kalau si peminjam sudah berpenghasilan, akan bagi hasil dari gaji.
“Jadi intinya dari saya, kalaupun saya ingin mendapat return tidak mau memberatkan mahasiswa. Karena pinjaman kami ini kecil mulai dari Rp 2 juta sampai Rp 10 juta, dengan tenor hingga 3 tahun. Ini benar-benar student loan yang bukan berbentuk donasi. Bagaimanapun, walau berbentuk pinjaman, Danadidik dan sponsor berawal dari ingin membantu mahasiwa secara bertanggung jawab,” jelas Dipo.
Dua tahun berjalan mendirikan perusahaan rintisan dalam bidang P2P lendirng, Dipo mengklaim bahwa pihaknya telah menerima sekitar 6.500 aplikasi yang masuk. Aplikasi itu datang dari beberapa daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Bali, Jawa Barat, Jawa Timur.
“Jumlah mahasiswa yang berhasil sudah kami danai kira-kira berjumlah 1% dari 6.500 aplikasi yang selama ini sudah mengajukan pada kami. Peminjam kami ini kebanyakan datang dari daerah, mereka yang memang benar-benar kesulitan,” ungkapnya.
Pengalaman Pribadi
Sebelum mendirikan startup ini, lulusan sistem komputer dari Universitas Albany New York dan Magister dari Instituto de Empresa, Madrid Spanyol ini sempat berkarier di Bank Macquarie dan ABN Amro. Namun keinginan untuk bisa memberi kontribusi lebih pada dunia pendidikan membuat ia banting stir menjadi entrepreneur sosial.
“Saya terinspirasi membangun perusahaan rintisan ini dari pengalaman pribadi. Jadi almarhumah ibu saya pernah menunggak bayar uang kuliah saya ketika keadaan saya dan keluarga sangat sulit waktu itu. Jadi sebelum menikah, istri saya juga pernah kesulitan membayar uang kuliahnya. Lalu, saya kontak beberapa bank, tapi tidak ada yang bisa. Sejak itu saya terpikir untuk berbuat sesuatu. Maka, lahirlah Danadidik.com ini,” cerita pria penyuka olahraga Paralayang ini.
Dia pun mengandeng dua sahabatnya Januar, yang bertindak sebagai CTO di Danadidik, merupakan lulusan Universitas Advent Indonesia. Sedangkan Eka merupakan seorang entrepreneur yang telah memulai karier sejak tahun 1995. Ia sempat mendirikan situs travel indo.com di kala itu, lalu bekerja di Microsoft dan McKinsey.
Menurut Dipo mereka awalnya merogoh kocek pribadi untuk membangun platform ini. “Pokoknya modal kami kecil,” ujarnya sambil tersenyum.
Lelaki kelahiran Jakarta 19 Agustus 1984 menjelaskan ada 3 syarat yang perlu dilengkapi bagi si calon peminjam agar pinjamannya itu bisa disetujui oleh pihak di Danadidik. “Kami fokus pada program diploma dan S1, karena si calon peminjam setelah lulus langsung bekerja. Jadi kami ini banyak ngedanai profesi perawat sebagai contohnya, atau perkapalan. Kemudian yang kami danai di sini adalah mahasiswa tingkat akhir,” terangnya.
Jumlah pinjaman yang diberikan mulai dari Rp 2 juta sampai Rp 10 juta. “Untuk prosesnya dilakukan via online, dan ada proses interview serta dokumentasi. Proses sampai disetujui hanya sehari mungkin bisa 3 jam. Tapi karena model kami ini crowdfunding juga waktunya bisa 1,5 bulan,” lanjut Dipo.
Tak cukup sampai di situ, bahkan sebelum memilih mahasiswa, pihak DanaDidik mengembangkan penilaian kredit dari internal berdasarkan potensi pekerjaan mahasiswa setelah lulus. Pihaknya melakukan proses verifikasi dari setiap mahasiswa, mulai dari latar belakang sekolah dan kondisi orang tua.
“Jadi proses verifikasinya sangat ketat. Selain itu, biasanya kami meminta surat keterangan yang telah ditandatangai oleh orang tua si calon peminjam,” jelasnya.
Menurut Dipo, ketatnya proses pinjaman di Danadidik ditujukan untuk menghindari kredit macet. Danadidik juga menerapkan skema pengembalian yang berbeda untuk setiap pesertanya. Hal itu untuk mengantisipasi manajemen risiko yang dikhawatirkan berpotensi sebagai kredit macet.
“Jadi pendanaan tiap pinjaman diberikan oleh sponsor. Tapi Danadidik juga berkomitmen untuk mengalokasikan dana pribadi kami untuk tiap kampanye penggalangan dana siswa,” jelasnya.
Nilai Bahagia
Layaknya situs crowdfunding pada umumnya, siapa saja bisa menjadi sponsor di Danadidik dengan kisaran dana investasi mulai dari Rp 500.000 sampai Rp1 juta. Menurut Dipo, keuntungan menjadi sponsor adalah mendapatkan bunga sebesar 3,5% – 5% per bulan dari setiap dana yang dikembalikan oleh pelajar. Setiap kampanye bisa didanai oleh lebih dari satu sponsor.
“Saat ini omset per bulan masih minus. Tapi kami tidak menyerah, ini masalah waktu saja. Untuk biaya produksi memang sudah kami persiapkan dananya dan kalau dana investasinya sudah di atas Rp 100 juta. Kebetulan kami juga baru dapat investor dari Singapura,” ungkap Dipo.
Dipo mengaku kesulitan dalam meyakinkan industri keuangan. Bahwa pembiayaan pendidikan resikonya tidak sebesar yang ditakutkan dan secara komersial peluangnya sangat besar dan prospektif.
“Kalau melihat peluang bisnis ini cukup besar. Apalagi kalau melihat demand-nya ada usia 15 sampai 29 tahun. Jadi demand-nya itu ada. Ada mereka sudah lunas dan sekali lagi saya yakin peluangnya masih sangat besar,” ungkapnya.
Dipo juga yakin dengan perkembangan era digital, maka Danadidik bisa berkembang. “Banyak orang bilang kami ini gila banget, tapi tetap jalan. Bagi saya semua ini hanya tinggal masalah waktu aja,” ujarnya sambil tertawa.
Oleh karena itu, Dipo akan fokus mengembangkan Danadidik. Bahkan, mereka berencana untuk membuat program beasiswa dan student job. “Saya pikir harus keep on going, aja sih. Kalau mentok cari jalan lain, jangan berhenti,” ucapnya yakin.
Pasalnya, lanjut Dipo, bisnis ini juga tidak hanya dilihat dari sisi keuntungan semata. “Kebahagiaan ketika kami sudah berhasil membantu para mahasiswa tadi. Jadi tak melulu melihat nilai materialnya saja,” pungkasnya.
======================================
Dipo Satria Ramli
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 19 Agustus 1984
- Pendidikan Terakhir : Magister di Instituto de Empresa, Madrid, Spanyol
- Nama Usaha : Danadidik.com
- Jabatan : Founder/CEO
- Mulai Usaha : 17 Juni 2015
- Modal awal : Sekitar Rp 100 juta
- Peserta : 6.500 siswa
- Tim : 7 orang
=====================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post