youngster.id - Isu mengenai lingkungan terus digaungkan belakangan ini. Salah satunya adalah mengenai pengelolaan sampah yang menjadi permasalahan utama pengelolaan lingkungan di Indonesia. Hal ini mendorong banyak pihak untuk terjun langsung mengelola masalah sampah dengan memanfaatkan teknologi.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada tahun 2020. Artinya, satu penduduk menghasilkan sekitar 0,68 kilogram sampah perharinya. Penyumbang sampah terbesar berasal dari rumah tangga yakni sebanyak 37,3%, dan sampah pasar tradisional 16,4%. Sedangkan sampah yang dihasilkan dari kawasan sebanyak 15,9% dan sampah yang berasal dari sumber lain sebesar 14,6%.
Selain itu berdasarkan laporan dari KLHK tahun 2020, sampah di DKI Jakarta mencapai 3 juta ton atau sekitar 8.369 ton per hari. Didapatkan pula komposisi sampah organik mencapai 53,75%, dan sampah anorganik 46,35%. Dari jumlah tersebut, total sisa sampah yang akan diangkut ke TPST Bantar Gebang sekitar 80% – 90 %. Hal ini, tentu membebani pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang yang diketahui sudah melebihi ambang batas.
Salah satu upaya untuk mengurangi masalah ini adalah pengelolaan sampah yaitu pengumpulan, pemilahan hingga daur ulang sampah. Usaha ini yang dilakukan oleh Rekosistem, startup teknologi yang menawarkan pengelolaan sampah inovatif dan berbasis teknologi.
“Sampah adalah produk dari hasil konsumsi, sehingga tidak akan bisa dieliminasi dari proses kehidupan masyarakat dan akan bertumbuh sesuai dengan kemampuan daya beli (konsumsi) serta jumlah populasi. Tantangannya adalah bagaimana membuat pola konsumsi lebih bertanggung jawab dan memastikan setiap sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik. Itulah yang membuat kami mendirikan Rekosistem,” ungkap Ernest Layman CEO dan Cofounder Rekosistem kepada youngster.id dalam jumpa pers terbatas baru-baru ini di Jakarta.
Ernest memproyeksikan, nilai ekonomi sirkular di Indonesia akan mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp216 triliun. Hal ini mendorong Ernest bersama Joshua Valentino membangun Rekosistem pada tahun 2019. Startup cleantech ini menjalankan bisnis pengelolaan sampah, baik itu sampah rumah tangga maupun sampah komersil.
“Saya sejak kuliah telah memiliki kekhawatiran personal terhadap lingkungan. Bahkan saya punya cita-cita untuk bekerja yang memberi dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Keyakinan ini yang kini saya wujudkan,” ungkap Ernest.
Menurut alumni Universitas Katolik Parahyangan ini, pengelolaan sampah yang bertanggugjawab adalah proses yang panjang. Tetapi setiap elemen masyarakat dan perusahaan bisa memulai perjalanan pengelolaan sampah bertanggungjawab seperti ini jika mereka meyakini pola hidup ini lebih baik.
“Karena itu kami ingin memulai dengan cara yang sederhana agar bisa mendorong semua orang menjalani pola hidup ini. Dengan demikian akan berdampaik lebih besar ke masa depan,” ucapnya.
Berubah Haluan
Sebelum mendirikan Rekosistem, Ernest dan Joshua sempat mendirikan UMKM bernama Khazanah Hijau Indonesia (Kahiji), yang memproduksi alat untuk pengolahan sampah menjadi biogas.
“Kami kemudian memutuskan untuk mengubah haluan dari bisnis membuat alat menjadi pengelolaan. Hal ini karena kami ingin fokus pada proses pemilihan sampah yang selama ini belum optimal,” ujar Ernest.
Pria yang sebelumnya berkarier sebagai profesional di perusahaan multinasional FMCG ini, mengakui dengan perubahan ini mereka tidak perlu investasi terlalu besar pada alat tetapi pada pengadaan platform untuk mengelola sampah yang bisa berdampak langsung kepada lingkungan dan sosial.
Oleh karena itu, mereka pun memilih nama Rekosistem. Ernest menjelaskan, nama Rekosistem berasal dari dua kata, yang pertama, re, mengacu pada aktivitas yang mendukung keberlanjutan (sustainability) seperti reuse, reduce, recycle, renewable, serta segala prinsip keberlanjutan lainnya yang diimplementasikan pada produk kami.
“Yang kedua, ekosistem, sebagai tujuan dari solusi kami untuk mendorong perubahan pola hidup menjadi ramah lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kami tidak menawarkan solusi yang 100% ideal tapi mahal. Tetapi kami menawarkan solusi yang bisa menjangkau semua orang untuk memulai pola hidup ramah lingkungan, bahkan ada reward dan sederhana untuk dilakukan,” ungkapnya.
Beroperasi untuk layanan B2B sekaligus B2C, Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Produk utama yang ditawarkan Rekosistem meliputi Jemput Sampah (Repickup Service) dan Setor Sampah ke Waste Station (Redrop Service).
Hal itu yang membedakan Rekosistem dengan pengelolaan sampah lain. “Kami membuat proses yang berkolaborasi dengan para pemain yang sudah eksis. Kami tidak membuat usaha pesaing untuk pekerja konservatif. Bahkan kami bekerjasaama dengan perusahanan pengangkutan, pengolahan dan individu yang bekerja di bidang ini. Di sisi lain kami juga tidak tebang pilih, dan menerima semua sampah. Karena kami sadar kalau “push” orang untuk memilah sampah terlebih dulu akan sulit, karena itu kami tetap membantu membuang sampah yang tidak bernilai,” papar Ernest.
Menurut Ernest, cara kerja Rekosistem berpusat pada aplikasinya, baik dalam aplikasi web (web app) untuk pengambilan sampah secara berkala dari area pemukiman dan tempat komersial maupun aplikasi seluler (mobile app) untuk pengguna individu yang menyetorkan sampah secara mandiri ke station Rekosistem yang tersedia. Rekosistem memperkenalkan sistem reward point yang diberlakukan untuk per kilogram sampah yang disetorkan. Sampah-sampah dari berbagai titik pengangkutan dan pengumpulan Rekosistem akan dikirim ke Rekosistem Waste Hub (Material Recovery Facility) untuk dipilah menjadi lebih dari 50 kategori. Setiap pilahan sampah akan didistribusikan ke mitra daur ulang Rekosistem untuk diolah lebih lanjut sesuai dengan jenis masing-masing.
Keunggulan lain dari Rekosistem adalah Setor Sampah ke Waste Station. Inovasi ini sebagai bentuk standar baru fasilitas pengumpulan sampah daur ulang. Bahkan mendorong masyarakat untuk memulai kebiasaan daur ulang sampah karena memberikan reward point yang dapat ditarik melalui e-wallet maupun voucher belanja.
“Dengan inovasi ini kami sekaligus mengedukasi orang agar akan semakin terbiasa memilah sampah dengan lebih detil. Karena tantangan terbesar adalah meyakinkan orang yang skeptis bahwa pemilahan sampah itu dapat berhasil,” ujarnya.
Target dan Misi
Dengan konsep tersebut kini Rekosistem juga telah melayani daur ulang sampah di lebih dari 11.000 rumah tangga dan lebih dari 50 tempat publik dan komersial di Indonesia. Mereka juga memiliki waste station di daerah Lippo Karawaci, Gading Serpong, BSD, Bintaro, PIK, Alam Sutera, Jakarta Selatan dan Surabaya Barat. Sedang untuk segmen B2C, layanan Rekosistem menjangkau kawasan perumahan, diantaranya Serpong, Bintaro, Jakarta Selatan, dan Citraland di Surabaya, Jawa Timur.
Ernest menegaskan, Rekosistem siap berekspansi dengan menambah jangkauan operasional, titik pengelolaan sampah (waste point), memperluas kemitraan segmen business to business (B2B), dan business to customer (B2C).
Bahkan menurut Ernest, Rekosistem menargetkan volume sampah yang didaur-ulang pada 2022 ini naik 10 kali lipat dari 1.000 ton di tahun 2021. Sedang untuk target kemitraan B2B di tahun 2022, berencana menambah 100 perusahaan mitra. “Kami juga berencana akan menambah lima kota layanan serta titik waste station,” ujar Ernest
Pencapaian tersebut menjadi bukti komitmen Rekosistem dalam mewujudkan interaksi pengelolaan sampah yang ideal dan bertanggung jawab sebagaimana seharusnya dapat terwujud.
Hal itu juga yang mendorong startup yang awalnya dimulai dengan bootstrap kini mulai dilirik para investor. Belum lama ini, Rekosistem memperoleh seed round dari Bali Investment Club serta penandatanganan kerja sama strategis dengan perusahaan asal Jepang, Marubeni, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah.
“Misi kami tidak hanya berfokus pada meningkatkan penyerapan sampah daur ulang di Indonesia, namun juga senantiasa memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan kepada masyarakat,” pungkas Ernest.
=====================
Ernest Christian Layman
- Tanggal Lahir : 1995
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Teknik Industri Universitas Katolik Parahyangan
- Usaha yang dikembangkan : Membuat sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi
- Nama Usaha/brand : Rekosistem (PT Khazanah Hijau Indonesia)
- Jabatan : Cofounder & CEO
- Mulai Usaha : Oktober 2019
- Jumlah User : sekitar 11.000 dan 50 Tempat Publik
=======================
STEVY WIDIA
Discussion about this post