Mohamad Bijaksana Junerosano : Fokus Mengembangkan Solusi Layanan Pengelolaan Sampah

Mohamad Bijaksana Junerosano (Sano), Founder & CEO Waste4Change (PT Waste4Change Alam Indonesia) (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Belajar dari banyak negara maju di dunia, cara pandang pengelolaan sampah dalam dekade terakhir ini telah berkembang ke dalam pendekatan  kolaboratif, melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Termasuk pemerintah, masyarakat dan juga dunia usaha. Semua energi diarahkan untuk melihat kemasan bekas pakai, tidak sebagai sampah, namun sebagai sebuah komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan.

Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdapat sekitar 100 ribu hingga 400 ribu ton sampah plastik yang masuk ke laut Indonesia per tahun.  Dengan akumulasi sampah plastik dalam jumlah sama tiap tahunnya, pada 2050 diprediksi jumlah sampah plastik di lautan akan melebihi jumlah biota laut.

Khusus data di Jakarta saja, terdapat sekitar 7.200 ton limbah dalam satu hari. Tak heran jika permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia membutuhkan perhatian khusus.

Peduli akan kondisi tersebut mendorong Mohamad Bijaksana Junerosano mendirikan Waste4Change, sebuah wirasusaha sosial yang menyediakan solusi untuk layanan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan bertanggungjawab untuk Indonesia bebas sampah.

“Sejak awal kuliah, saya sudah mempunyai tujuan untuk membentuk sebuah organisasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan terutama sampah. Greeneration Indonesia adalah organisasi pertama yang pernah saya dirikan yang juga membawahi sejumlah usaha ramah lingkungan. Mulai dari produksi tas lipat guna ulang ‘Bagoes’, hingga kemudian didirikanlah Waste4Change untuk menjadi penyedia jasa dan solusi pengelolaan sampah di Indonesia,” ungkap pria yang akrab disapa Sano kepada youngster.id baru-baru ini.

Perusahaan yang berdiri sejak 2014 ini telah mengelola sistem waste management serta memberikan edukasi kepada warga tentang pengelolaan sampah. Sudah lebih dari 1.700 rumah dan perusahaan-perusahaan besar yang menjadi mitra Waste4Change.

Ciri khas Waste4Change adalah penggunaan metode Zero Waste to Landfill. Pemilahan sampah dilakukan dari sumbernya, memastikan semua diolah tanpa ada yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta ada pelaporan alur sampah yang komprehensif.

Waste4Change disebutnya tidak hanya menyediakan jasa pengangkutan dan pemilahan sampah, tetapi juga layanan strategis untuk berbagai organisasi, termasuk perusahaan. Dijelaskan Sano, angka “4” pada nama Waste4Change mencakup empat hal mendasar yang diberlakukan, yaitu konsultasi (consult), kampanye edukasi (campaign), pengumpulan limbah (collect), serta upaya mengubah limbah menjadi bahan daur ulang (create).

Yang membedakan kami dengan LSM atau organisasi lingkungan lainnya adalah kami ini perusahaan. Kalau isu tetap sama berkaitan dengan lingkungan. Jadi, kami berwirausaha dengan sampah. Kami hidup berdikari, dan tidak hanya dari donasi, “ ujarnya.

Semua itu berangkat dari pengalaman Sano menyelami dunia lingkungan, terutama sampah. Alumni Teknik Lingkungan ITB ini mendirikan Yayasan Greeneration Indonesia yang membawahi sejumlah usaha yang dijalankannya. Mulai dari produksi tas ramah lingkungan ‘Bagoes’, yayasan Diet Kantung Plastik, hingga kemudian lahirlah Waste4Change, yang ekspansi dalam bisnis sampah.

 

Diklaim Sano, saat ini Waste4Change telah mengolah 10-15 ton sampah per hari. Layanan ini juga telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia melalui jasa-jasa konsultasi dan edukasinya. Untuk fokus pengelolaan sampah, saat ini layanannya hadir di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Sidoarjo. (Foto: Dok. Pribadi)

 

Yang Berbeda

Sebenarnya, ketertarikan Sano pada isu lingkungan muncul sudah sejak usia remaja. Setelah melihat tayangan televisi yang menggambarkan parahnya sampah di Jakarta menjadi salah satu pemicu untuk mendalami dunia sampah. Bahkan, Sano memutuskan untuk mengambil jurusan Teknik Lingkungan dan masuk ITB.

Menurut Sano, meski dirinya telah memiliki pengalaman berorganisasi  yang bergerak pada lingkungan, namun untuk mematangkan konsep Waste4Change dia mesti menghabiskan waktu selama satu tahun untuk riset.

Prototyping dan  customer research dilakukan hampir selama satu tahun. Jadi sebelum PT Waste4Change Alam Indonesia ini dibentuk, saat itu kami melakukannya melalui project-project kecil melalui Greeneration Indonesia,” ungkapnya.

Selain dibutuhkan riset dan konsep yang matang sebelum perusahaan rintisan ini diluncurkan. Ia mengaku untuk mendirikan perusahaan sosial, modal awal yang dikeluarkan dirinya terbilang tidak sedikit.

“Di awal pendirian Waste4Change, kami didukung oleh dana investasi sebesar Rp 1,5 milyar untuk pembangunan rumah pemulihan material, pembelian armada, dan dana operasional beberapa project,” ungkap Sano.

Menurut Sano, hal yang membedakan dan menjadi keunggulan Waste4Change dari usaha sejenisnya adalah pada orientasi jasa. Mereka juga telah memiliki izin untuk mengelola sampah yang akan diangkut nantinya ke site Waste4Change sendiri dan dikelola secara bertanggung jawab.

“Waste4Change berorientasi pada jasa yang sejalan dengan target penyelesaian masalah persampahan dalam Jakstranas, di mana 30% pengurangan melalui edukasi dan tindakan preventif. Lalu 70% melalui pengelolaan persampahannya. Selain itu, Waste4Change juga telah memiliki izin untuk mengelola sampah yang kami angkut ke site kami sendiri dan dikelola secara bertanggung jawab,” papar Sano.

Sano yakin, bisnis di pengelolaan sampah sangatlah baik untuk dikembangkan lebih lanjut agar semakin banyak dampak yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Walaupun semakin banyak orang yang peduli akan isu ini, tetapi Sano mengaku masih memerlukan lebih banyak dukungan. Terutama dari pihak pemerintah daerah untuk lebih menegakkan aturan pengelolaan sampah yang lebih baik dan pemahaman masyarakat bahwa sampah yang dihasilkan adalah tanggung jawab sendiri. “Saat ini omset Waste4Change adalah sekitar Rp 1 milyar per bulan,” tegas Sano.

Diklaim Sano, hadirnya Waste4Change banyak memberikan dampak positif terutama bagi lingkungan sekitar dapat menambah dan memperbaiki perekonomian mereka.

 

Sano menargetkan untuk dapat mengelola sebanyak 2000 ton sampah per hari di akhir tahun 2024 (Foto: Dok. Pribadi)

 

Hulu ke Hilir

Dijelaskan Sano, Waste4Change merupakan perusahaan jasa pengelolaan sampah  yang bergerak dari hulu ke hilir. Dimulai dari edukasi, training, research, pengelolaan sampah, hingga adanya waste journey report.

Sejak Waste4Change diluncurkan ke khalayak, lanjut Sano, kolaborasi dengan berbagai pihak terus dilakukan. Sebab, bisnis dalam pengelolaan sampah tidak hanya cukup dilakukan sendiri. Apalagi Waste4Change merupakan startup atau perusahaan rintisan.

“Pengelolaan sampah tidak bisa hanya dilakukan oleh satu-dua orang saja. Akan tetapi, perlu kerja sama dan gotong royong dari seluruh stakeholders. Oleh karena itu, Waste4Change banyak bekerja sama baik dengan pemerintah, perusahaan, maupun perorangan agar permasalahan persampahan ini dapat diselesaikan secara holistik,” paparnya.

Bisnis ini juga memberi “awareness” tentang persampahan. “Kami juga berfokus pada biaya persampahan yang mana hingga saat ini masih banyak yang mengira seharusnya mengurus sampah itu murah atau gratis. Padahal, sampah kita adalah tanggung jawab kita, termasuk terkait biaya pengelolaannya yang mengikutinya. Biaya tersebut haruslah layak karena ini yang akan menentukan sampah dapat terkelola dengan baik atau tidak,” ungkap Sano.

Dicontohkannya, jasa Personal Waste Management atau jasa jemput dan kelola sampah anorganik ke rumah, Responsible Waste Management untuk skala pengelolaan area komersial. Atau, ada juga Akademi Bijak Sampah, di mana para audiens dapat banyak belajar tentang dunia persampahan melalui kelas ini.

Meski demikian, mereka tetap menemui kendala. Terutama dalam hal mengimplementasikan penegakan hukum saat di lapangan. Itu yang menjadi hambatan yang selama ini datang bagi Sano dan kawan-kawan di Waste4Change.

“Ada dua tantangan besar. Pertama, adalah penegakan hukum dan beberapa peraturan yang tidak diimplementasikan dengan baik di lapangan. Tantangan kedua adalah ongkos atau biaya buang sampah yang terlalu kecil. Selain itu, kurangnya pengangkutan dan pengolahan sampah membuat banyak titik ilegal yang dijadikan pembuangan sampah,” keluh Sano.

Meski demikian mereka tetap optimis menjalankan turunan-turunan dari visi misi perusahaan, terus belajar dan memperbaiki kekurangan-kekurangan untuk menjadi lebih baik. Sano mengaku telah banyak menyiapkan rencana pengembangan lain dalam waktu dekat dan telah siap dilakukan bersama timnya.

“Saat ini kami sedang dalam tahap untuk membangun 2 site Rumah Pemulihan Material baru untuk mengelola sampah kami. Selain itu, kami juga sedang mengembangkan bentuk kerja sama tata kelola persampahan kota dengan menggunakan platform Smart City,” klaimnya.

Di sisi lain, dimasa pandemi ini, bisnis Waste4Change pun cukup terdampak. Karena ada banyak project dan pengelolaan sampah yang sempat terhenti karena perlu diberlakukan mengikuti aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Tapi kami pun telah siap dengan peraturan baru menghadapi New Normal untuk memastikan kesehatan seluruh karyawan, mitra hingga klien, sambil tetap menjalankan service excellent pengelolaan sampah Waste4Change,” kata Sano.

Sedangkan untuk pendekatan sosial, mereka menyasar kalangan milenial. “Di sini kami juga turut menekankan edukasi untuk masyarakat sehingga berdampak baik bagi lingkungan. Antara lain dengan terjun langsung ke masyarakat melalui program klien kami, atau pun melalui konten media sosial kami. Jalur media sosial kami rasa sangat cocok untuk menjangkau kalangan milenial. Dan sampai saat ini konten-konten kami diterima dengan baik,” lanjut dia menambahkan.

Diklaim Sano, saat ini Waste4Change telah mengolah 10-15 ton sampah per hari. Layanan ini juga telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia melalui jasa-jasa konsultasi dan edukasinya. Untuk fokus pengelolaan sampah, saat ini layanannya hadir di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Sidoarjo.

Mereka menargetkan untuk dapat mengelola sebanyak 2000 ton sampah per hari di akhir tahun 2024. ”Agar semakin banyak sampah yang dapat terkelola dan tidak berakhir begitu saja di TPA. Kami berharap ke depan bisa menjangkau daerah lain di seluruh Indonesia,” pungkas Sano.

 

========================

Mohamad Bijaksana Junerosano 

Prestasi                      :

=======================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version