Ridwan Sobari : Giatkan Anak Muda Bangun Desa Mandiri

Ridwan Sobari, Penggiat anak muda desa wisata Saung Sarongge (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Membangun desa wisata tak tidak hanya bermodalkan pemandangan indah. Namun, terdapat juga kriteria alam, budaya, dan kreatif. Hal ini tentu digerakan oleh warga desa, terutama para anak muda. Dengan kemasan story telling yang bagus, atraksi yang menarik dan kekayaan alam yang berlimpah akan menjadi potensi pengembangan desa wisata yang mandiri.

Desa wisata, menurut pendataan Podes 2018, adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Keberadaan desa wisata diatur atau ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) setempat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dari Potensi Desa (Podes) 2018 terdapat 1.734 desa wisata di seluruh Indonesia.

Dengan potensi kawasan yang cukup besar, maka pemerintah tinggal mengembangkannya melalui inovasi dari ekonomi kreatif serta pariwisata hingga menjadi potensi yang sangat menguntungkan. Dan mampu memberi efek berganda bagi perekonomian. Dalam hal ini anak muda berperan penting dalam pengembangan desa wisata.

Hal ini sudah dibuktikan pada pengembangan desa wisata di Desa Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa ini memiliki pusat kegiatan bernama Saung Sarongge yang tak sekedar menyajikan lokasi wisata alam pertanian tetapi juga memberikan edukasi tentang kehidupan pedesaan.

Menariknya, penggiat Saung Saronge ini adalah anak-anak muda. Mereka menciptakan keunikan melalui kegiatan eco-wisata sekaligus menumbuhkan dunia kewirausahaan di wilayah sekitar.

“Awalnya saung ini didirikan hanya untuk tempat kumpul para petani, rapat musyarawarah dan lain-lain. Tapi kemudian tempat ini menarik perhatian banyak orang setelah adanya adopsi pohon dari Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. sehingga makin sering tamu yang datang ke sini. Akhirnya ini menjadi tempat wisata sekaligus edukasi,” kata Ridwan Sobari, anak muda penggiat Saung Sarongge kepada youngster.id saat ditemui di Saung Sarongge di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Saung Sarongge adalah bangunan unik karena dibangun dengan gaya tradisional, menggunakan 17 jenis kayu yang semuanya diperoleh dari Hutan Sarongge. Ini adalah lokasi masyarakat lokal berlatih tarian tradisional dan seni bela diri, juga digunakan oleh petani dan anggota koperasi berkumpul, tempat untuk pelatihan dan pemeriksaan kesehatan dan tentu saja acara-acara perayaan lainnya.

Saung Sarongge juga menjadi pos pemberhentian pertama bagi tamu yang berkunjung. Ridwan menjelaskan, pusat komunitas ini berada di lokasi yang tepat di antara kehidupan masyarakat. Dengan begitu, berbagai edukasi dan aktivitas masyarakat lokal dapat langsung dirasakan di sini. Mulai dari belajar tari jaipong hingga pencak silat diadakan di Pusat Komunitas ini. Begitu juga sajian menu berupa sayuran yang langsung diperoleh dari kebun sayur organic yang dikelola masyarakat setempat.

“Semua kegiatan yang ada di sini dikelola oleh warga, terutama anak-anak muda dan kaum ibu yang hidup di wilayah ini. Bahkan mereka punya sejumlah produk seperti sabun herbal batangan dan sabun cair Sereh, Sabun Binahong, produk lulur herbal, jamu hingga aneka paganan seperti sambal Ceu Popon, opak, teh sereh, dan selai strawberry. Semua dibuat oleh masyarakat sebagai bagian dari usaha meningkatkan perekonomian mereka,” ujar Ridwan.

 

Saung Sarongge menjadi pusat komunitas eko-wisata Desa Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Ubah Larangan

Pengembangan usaha berbasis ekowisata ini berawal dari kesulitan para petani setelah adanya larangan pengolahan kawasan hutan lindung di kaki Gunung Gde Pangrango. Padahal hutan merupakan salah satu sumber mata pencarian mereka, terutama dalam membuka lahan pertanian baru.

Melalui Saung Sarongge ini mulai bermunculan konsep untuk mengembangkan desa wisata. Apalagi setelah warga mendapatkan lahan hibah dari kegiatan adopsi pohon yang dilakukan Presiden SBY. Hal ini diungkapkan Agustina Purnawati alias Wiwiek Pengelola Saung Sarongge yang mendampingi Ridwan.

Konsep ekowisata dan ekoturisme pun mulai diterapka sejak 2013. Kampung Sarongge memang memiliki magnet tersendiri untuk menarik pengunjung datang. Sebagai desa yang menjadi penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGD) banyak menawarkan berbagai program, adopsi pohon salah satu di dalamnya. Selain itu, ada pula belajar ternak domba dan kambing, perkebunan sereh wangi, Camping Ground & Trekking, dan tentunya perkebunan organik.

“Jadi saat saung ini dibuka dari tahun 2013, kami berharap jika dibukanya desa wisata ini bukan hanya untuk bersenang-senang saja. Melainkan pengunjung yang datang juga bisa belajar bagaimana makanan yang dikirim ke perkotaan merupakan hasil panen dari masyarakat desa,” sambung Wiwiek.

Lewat Saung Sarongge, masyarakat juga mendapatkan banyak edukasi dari Green Radio, tim mahasiswa dari Universitas Prasetya Mulya tentang kewirausahaan. “Mereka mengajarkan kami tentang bagaimana cara bertani yang benar, membuat pupuk organik, berternak, hingga menjadi seorang wirausahawan. Alhamdulillah, dari ilmu yang kami dapat sebelumnya, sekarang punya beberapa produk yang telah dipasarkan dan memberi tambahan penghasilan di luar mata pencarian bertani,” kisah Ridwan.

Mereka juga mendapat ilmu tentang cara mengelola keuangan dan pengemasan produk. Bahkan kini produk yang dihasilkan Saung Sarongge sudah bisa masuk ke sejumlah e-commerce ternama di Indonesia.

Semua keberhasilan itu akhirnya menepis cibiran dari banyak orang tentang keberadaan Saung Sarongge ini.

“Awalnya kegiatan ini mendapat cibiran dari orang. Bahkan sampai di titik terendah, saya kepingin mundur dari komunitas ini. Tetapi kemudian saya merangkul mereka, sehingga pada akhirnya anak muda itu tahu apa yang sebenarnya kami lakukan di sini dan sampai sekarang mau bergabung di sini. Kami membuktikan kami tidak merugikan siapapun tapi memberikan manfaat untuk masyarakat,” tutur Ridwan.

 

Agustina Purnawati dan para anak muda serta ibu-ibu menjadi pengelola pusat komunitas Saung Sarongge(Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Kurangi Urbanisasi

Saung Sarongge juga mengelola beberapa lahan pertanian yang diberikan donatur untuk masyarakat. Kini program terbaru Presiden Jokowi yang memberikan manfaat bagi masyarakat petani untuk dapat secara bebas mengelola hutan turut dirasakan masyarakat Desa Sarongge. Lahan tersebut kini menjadi lahan pertanian baru untuk kopi.

“Dengan pengelolaan pertanian, peternakan sampai membuat produk semuanya telah mencukupi kebutuhan masyarakat di Saung Sarongge. Masyarakat juga dapat menggunakan hak sosialnya untuk menggarap hutan seluas 2 hektar per orangnya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya menjaga alam. Lahan itu, memang bukan jadi milik masyarakat, tetapi selama 35 tahun itu mereka dikasih kesempatan mengurus lahan tersebut dengan menanam yang bermanfaat. Kesempatan itu diambil masyarakat Saung Sarongge untuk menanam kopi. dan ini merupakan sebagai penghasilan terbaru bagi masyarakat Saung Sarongge,” ungkap Wiwiek.

Di sisi lain, dia juga bersyukur dengan menggeliatnya perekonomian desa maka anak muda pun sudah tidak terlalu tertarik mencari pekerjaan di kota.

“Itu yang buat bangga saya pribadi. Bisa di hitung 4 atau sekitar 5 orang yang bekerja ke Jakarta. Selebihnya anak muda lainnya menetap di sini, denga gaya mereka yang punk, pakai anting atau apa tapi mereka masih mau untuk pegang cangkul. Mereka masih meneruskan warisan orang tuanya menekuni dunia pertanian,” imbuh Ridwan.

“Saya kepingin, keadaan ini bisa bertahan dan lebih baik lagi ke depannya khususnya untuk Desa Sarongge. Kami di sini kepingin terus belajar dan memang alhamdulillah warga di sini sangat terbuka. Jadi kami berharap, apa yang selama kami lakukan ini juga bisa memberikan inspirasi untuk yang lain, terutama bersemangat untuk membangun desanya mencapai hidup yang lebih baik. Saya ingin menularkan cara positif ini dengan cara membangun desa sendiri kepada generasi kami di sini selanjutnya,” pungkas Ridwan.

 

====================

Ridwan Sobari

Agustina Purnawati (Wiwiek)

=====================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version