youngster.id - Gaya hidup sehat mulai menjadi pilihan generasi muda sekarang ini. Salah satunya dalam memilih asupan yang sehat, kaya serat dan gluten free. Ternyata, salah satu produk yang memenuhi hal itu sumbernya banyak tersedia di Indonesia, yaitu singkong atau ubi kayu. Produk olahannya adalah tepung mocaf. Kini, bisnis tepung mocaf mulai dirilik bahkan bisa meningkatkan taraf hidup petani.
Di Indonesia sendiri tingkat popularitas singkong sebagai makanan pokok masih terkalahkan oleh beras. Ini membuat singkong sering dipandang sebelah mata dan tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Padahal, singkong bisa diolah menjadi tepung modified cassava flour (mocaf) .
Tepung mocaf sangat popular di Eropa terutama pecinta gaya hidup sehat. Pasalnya tepung modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi ini memilki kandungan tinggi serat, mengandung fitoesteron, 100% Gluten Free, rendah kadar glikemik, artinya aman untuk orang berpenyakit diabetes.
Peluang ini yang ditangkap oleh Riza Azyumarridha Azra lewat Rumah Mocaf. Perusahaan yang berlandaskan asas sociopreneurship ini memproduksi tepung mocaf dan produk turunan berbahan produk ini.
“Indonesia adalah penghasil singkong nomor dua terbesar di dunia, tetapi 98% petani singkong masih berada di bawah garis kemiskinan. Singkong menjadi makanan marginal. Sementara di Eropa dan Amerika, produk berbahan singkong ternyata menjadi primadona untuk healthy food,” ungkap Riza saat ditemui youngster.id belum lama ini di Jakarta.
Riza menerangkan Rumah Mocaf adalah perusahaan yang bertujuan agar mampu meningkatkan kesejahteraan petani singkong dan masyarakat. Usaha ini mulai pada 2014 di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Kehadiran Rumah Mocaf yang berkonsep wirausaha sosial ini akhirnya memunculkan perputaran ekonomi baru. Tidak sekadar mengangkat ‘martabat’ singkong yang selama ini menjadi tumbuhan termarginalkan. Lebih dari itu, dan yang lebih penting, mereka mengangkat martabat para petani singkong khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya.
Saat ini, Rumah Mocaf telah memberi lapangan pekerjaan kepada lebih dari 650 masyarakat di daerah Banjarnegara. Produk Rumah Mocaf juga sudah semakin dikenal masyarakat Indonesia melalui platform e-commerce. Saat ini tercatat ada lebih dari 150 agen Rumah Mocaf di seluruh Indonesia.
Selain itu, sejak dua tahun terakhir Rumah Mocaf sudah masuk pasar ekpor ke sejumlah negara. Termasuk Malaysia, Singapura, Dhubai, Oman, Inggris, Belgia, dan Turki.
Tak hanya itu, apa yang dilakukan Riza mendapat pengakuan nasional baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Antara lain Kick Andy Heroes, Kementan Awards, dan Anugerah Bangga Buatan Indonesia. Mereknya, Mocafine, bahkan memenangkan penghargaan nasional untuk produk makanan, seperti Penghargaan UKM Pangan dari Kementerian Perdagangan dan Inovasi Pangan Indonesia oleh Kementerian Perindustrian.
Di Demo Petani
Riza mengaku awalnya tidak pernah terpikir untuk bergelut dalam dunia bisnis pertanian, khususnya singkong. Namun sarjana Teknik Elektro dan Listrik Universitas Gadjah Mada ini selalu memiliki passion dalam proyek pemberdayaan dan kerelawanan terutama di kampung halamannya Banjarnegara.
Sebelum mendirikan Rumah Mocaf, Riza mendirikan beberapa pemberdayaan berbasis masyarakat di Banjarnegara, yaitu Sekolah Inspirasi Pedalaman Banjarnegara, Sahabat Difabel, dan Rumah Baca Kampung Kauman.
Ide dan pemikiran untuk mengolah singkong menjadi tepung mocaf, bermula saat dia berkunjung dan melakukan kegiatan sosial di desa.
Saat itu ada seorang petani singkong yang menangis di hadapannya. Petani tersebut mengadu jika singkong yang dihasilkan para petani pada waktu itu hanya dihargai Rp 200 per kilogram. Hal inilah yang membuat singkong-singkong di sana dibiarkan begitu saja di lahan petani.
“Kejadian ini tidak hanya di satu tempat, melainkan banyak daerah di Banjarnegara yang mengalami hal serupa. Padahal Banjarnegara merupakan salah satu sentra singkong di Jawa Tengah,” kisahnya.
Peristiwa mengenaskan itu begitu membekas dalam diri Riza. Bersama dengan para aktivis sosial lainnya, dia mencoba melakukan konsultasi dengan para ahli singkong. Hasil konsultasi melahirkan ide mengolah singkong menjadi tepung mocaf.
Antara tahun 2014-2016, Riza dan teman-temannya mengajarkan cara mengolah singkong menjadi mocaf ke para petani di desa-desa sumber singkong. Awalnya menurut Riza, upaya itu sebatas gerakan sosial.
“Akan tetapi, timbul permasalahan baru yang membuat saya didemo oleh para petani. Rupanya, para petani mengalami kesulitan dalam proses pemasaran. Sehingga setelah mereka mengolah hasil pertanian mereka tidak bisa menjual dan mendapatkan hasil,” ungkap Riza.
Di sisi lain, para volunteer yang menjadi pelatih petani juga tidak digaji. Tidak jarang mereka mengeluarkan uang dari kantong sendiri. Dari dua permasalahan itu, Riza akhirnya memutuskan mengembangkan wirausaha sosial dalam bentuk Rumah Mocaf.
“Rumah Mocaf lahir dari semangat pemberdayaan, maka profit yang didapat juga digunakan untuk tujuan menyejahterakan kehidupan masyarakat. Konsep wirausaha sosial menekankan prinsip bisnis yang tidak mencemari lingkungan, memperhatikan daya dukung alam, serta keberpihakan atas nasib subyek yang terlibat di dalamnya,” ungkapnya.
Demokratisasi Ekonomi
Dalam pengelolaanya, Rumah Mocaf terbagi menjadi tiga kelompok. Petani singkong, ibu-ibu perajin mocaf, dan generasi muda.
Pada kelompok pertama, sejumlah petani yang selalu merugi saat panen mulai diberdayakan. Mulai dari mengolah lahan, pupuk, agar singkong yang ditanam berkualitas.
Selain itu, Rumah Mocaf juga memberdayakan kaum ibu untuk menambah penghasilan dengan bekerja sebagai tenaga lepas mengolah singkong menjadi tepung mocaf. “Mulai dari mengupas kulit, melakukan proses fermentasi hingga singkong menjadi tepung mocaf,” katanya.
Sedangkan generasi muda dikaryakan untuk melakukan pengemasan produk secara kreatif, serta melakukan kerja sama dengan instansi yang ada dalam pemasaran prdouk mocaf hingga bisa diterima masyarakat luas. Termasuk memanfaatkan website dan e-commerce seperti Tokopedia sebagai sarana pemasaran.
Sementara untuk menentukan harga pokok produksi, Riza mengajak tiga komponen itu duduk bersama. Harga singkong yang sebelumnya hanya Rp200 per kilogram, naik menjadi Rp1.500 per kilogram.
Cara ini dilakukan agar semua komponen satu sama lain saling mendukung dan terbuka. Bahkan petani singkong tahu harga produk mocaf yang akan dijual ke pasaran. Dengan metode ini, para petani di daerah tidak lagi mudah dipermainkan oleh tengkulak nakal. Termasuk memberikan ruang pekerjaan dari rumah bagi kaum ibu. Selain itu, memancing para pemuda untuk tidak ragu dan mau terjun sebagai petani muda yang modern.
“Dengan pengolahan yang baik, hasil pertanian seperti singkong yang bagi kebanyakan orang sebagai makanan orang pinggiran bisa naik kelas dengan nilai jual yang tinggi. Bahkan saat ini tepung mocaf yang diproduksi oleh Rumah Mocaf sudah menembus pasar internasional,” terangnya.
Transparansi, akuntabilitas, dan musyawarah sangat ditekankan dalam proses pengelolaan dan pengembangan Rumah Mocaf. Mereka menyebutnya dengan “demokratisasi ekonomi”.
Kehadiran Rumah Mocaf yang berkonsep wirausaha sosial akhirnya memunculkan perputaran ekonomi baru. Tidak sekadar mengangkat ‘martabat’ singkong yang selama ini menjadi tumbuhan termarginalkan. Lebih dari itu dan yang lebih penting, mereka mengangkat martabat para petani singkong khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya.
“Wirausaha sosial adalah bisnis berkeadilan. Tidak mengeksploitasi petani dan lingkungan. Karena saya yakin ekonomi kerakyatan adalah tonggak keberhasilan ekonomi nasional,” ucap Riza.
Berkat sociopreneur ini Riza dan istrinya Wahyu Budi Utami, mendapat sejumlah penghargaan seperti, UKM Pangan Awards dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kementan Awards 2021 dan Kick Andy Heroes 2021.
Pasar Ekspor
Menurut Riza saat ini permintaan produk tepung singkong sedang meningkat di seluruh dunia. Dalam satu bulan, Rumah Mocaf dapat menghasilkan minimal 30 ton mocaf, yang kemudian diolah menjadi berbagai produk turunan. Total ada 35 produk turunan yang dikembangkan, di antaranya adalah mie dan kue semprong,
“Pengembangan produk turunan itu adalah untuk membuktikan kepada masyarakat luas bahwa mocaf layak menjadi alternatif bahan pangan pengganti tepung terigu dan gandum,” ucapnya penuh semangat.
Produk Rumah Mocaf tidak hanya diminati oleh pasar nasional, tapi juga internasional. Saat ini, tercatat ada lebih dari 150 agen Rumah Mocaf di seluruh Indonesia. Adapun untuk pasar internasional, Riza menyebut telah rutin mengekspor produknya ke dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura. Terbaru, Rumah Mocaf mengekspor 60 ton tepung mocaf ke Inggris.
”Sudah saatnya kedaulatan pangan lokal Indonesia bangkit seiring dengan lonjakan harga tepung terigu atau gandum,” ujarnya.
Bahkan produk Rumah Mocaf mengalami peningkatan selama pandemi covid-19. Sebelum pandemi, kata Riza, permintaan mocaf yang diproduksi Rumah Mocaf Banjarnegara untuk pasar dalam negeri rata-rata 10 ton per bulan, namun sekarang mencapai 30 ton per bulan.
Diklaim Riza, permintaan mocaf untuk pasar luar negeri juga meningkat namun pihaknya menganggapnya sebagai bonus karena saat sekarang masih fokus pada pasar dalam negeri.
“Kenapa sejak pandemi mengalami peningkatan? Karena masyarakat semakin menyadari budaya hidup sehat. Mocaf menjadi produk healthy food, gluten free, yang rendah indeks glikemik, dan memiliki karakteristik hampir sama dengan tepung terigu tetapi lebih sehat,” katanya.
Menurut Riza, dengan mengekspor tepung mocaf ini diharapkan mampu membangkitkan pemanfaatan singkong menjadi tepung. Apalagi, Indonesia mempunyai hasil panen singkong yang melimpah.
“Sebenarnya kami fokusnya di Indonesia. Karena pada tahun 2017, Indonesia negara kedua penghasil singkong terbanyak setelah Brazil. Jadi harapannya ini bisa membangkitkan semangat masyarakat untuk memanfaatkan singkong. Dari makanan marjinal menjadi bahan olahan yang mempunyai nilai jual lebih,” paparnya.
Di sisi lain, Indonesia juga termasuk salah satu negara dengan impor tepung terigu terbanyak di dunia. Hanya ia berharap, harga tepung mocaf bisa bersaing dengan tepung terigu.
“Selama ini tepung terigu ada subsidi konsumen, sedangkan mocaf kan tidak. Sebenarnya kita bisa turunkan harga mocaf di bawah tepung terigu tetapi nanti yang dikorbankan petani singkong. Jadi kami sudah mengajukan permohonan agar tepung mocaf bisa disubsidi semoga pemerintah bisa merealisasikannya,” pungkas Riza.
=========================
Riza Azyumarridha Azra
- Tempat Tanggal Lahir : Banjarnegara, 24 Maret 1991
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Teknik Elektro dan Listrik UGM
- Usaha yang dikembangkan : Mengolah singkong menjadi tepung modified cassava flour (mocaf)
- Perusahaan : Rumah Mocaf (Mocafine)
- Mulai Usaha : 2014
- Jabatan : CEO & Founder
- Petani Mitra : 650 orang
- Karyawan : 35 orang
Prestasi :
- UKM Pangan Awards Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
- Kementan Awards 2021
- Kick Andy Heroes 2021
- Runner Up of Indonesia Food Innovation (IFI) 2020 Kementerian Perindustrian RI
- Anugerah Bangga Buatan Indonesia (ABBI) 2020
- Winner of Hyundai Start Up Challenge 2020
- Duta Petani Milenial (Milenial Farmer Ambassador) 2020
=========================
STEVY WIDIA
Discussion about this post