Harjanto Tanjo : Ingin Bawa UKM Naik Kelas

Harjanto Tajo, Co-founder & CEO Moka (Foto: Stevy Widia/youngster.id)

youngster.id - Belakangan ini usaha kecil dan menengah (UKM) didorong untuk bisa meningkatkan bisnis dan naik kelas, dari kecil menjadi besar. Hal itu karena melihat keberhasilan dari usaha ini, bahkan menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara. Salah satu upaya untuk mengangkat UKM adalah lewat teknologi.

Pentingnya UKM dalam perekonomian tercermin dari data BPS yang menunjukkan bahwa kontribusi usaha ini terhadap perekonomian mencapai 61.41% dari PDB. Kegiatan bisnis ini juga bisa menyerap 97% dari total tenaga kerja nasional.

Apa artinya persentase tersebut? dengan persentase tersebut pertumbuhan UKM sebesar 10% akan menjadi pertumbuhan PDB sebesar 6,1% dan meningkatkan lapangan kerja baru sekitar 2-3 juta pekerjaan baru.

Walaupun perannya sangat besar, tetapi UKM masih menemui berbagai masalah dalam mengembangkan bisnisnya. Permasalahan modal, pemasaran, dan pengetahuan, umumnya ditemui UKM sehingga sulit berkembang. Nah, solusi atas masalah UKM tersebut ditawarkan oleh startup Moka. Setelah sukses mengembangkan layanan kasir digital, kini Moka menambah satu layanan baru, yakni Moka Capital. Layanan ini bertujuan memberikan kredit usaha untuk para UMKM yang menjadi mitra Moka.

Harjanto Tajo, CEO dan Co-founder Moka memaparkan, sebagai penyedia layanan kasir digital Moka telah melayani lebih dari 3.000 merchants skala UMKM di seluruh Indonesia, dan pihaknya melihat akan lebih baik jika Moka bertransformasi menjadi platform yang menyediakan seluruh kebutuhan mitra UKM, termasuk dalam kredit modal usaha.

“Jadi bagaimana UMKM bisa berkembang kalau mereka tidak ada akses meningkatkan skala bisnis. Misalnya, menambah cabang baru atau produk baru. Untuk itu, kami bekerja sama dengan partner-partner membuka Moka Capital,” ungkap Harjanto pada youngster.id saat ditemui baru-baru ini di Jakarta.

Harjanto mengungkapkan, sejak Moka Capital diluncurkan akhir 2019, Moka sudah menyalurkan lebih dari Rp 40 miliar kredit usaha untuk mitra UMKM mereka. Partner yang digandeng Moka dalam Moka Capital saat ini seluruhnya adalah startup fintech dengan konsep P2P lending. Antara lain: Modalku, Koinworks, dan beberapa lainnya. “Saat ini semuanya P2P lending, tetapi ke depan kami juga sedang siapkan menggandeng institusi keuangan. Sudah piloting,” ujarnya.

Tak hanya soal permodalan, Moka terus fokus memberikan pelatihan dan pendampingan usaha dengan UMKM di Indonesia terutama untuk menghadapi isu era industri 4.0. Moka memiliki agenda tahunan A Cup Of Moka (ACOM) yang menjadi wadah pelatihan dan pendampinga UMKM.

“Langkah ini sesuai dengan semangat Moka untuk tumbuh dan berkembang bersama pelaku UKM. ACOM diharapkan dapat mendorong UKM untuk naik kelas sehingga mampu bersaing dan berinovasi dengan memanfaatkan teknologi,” tegasnya.

 

Demi Passion

Moka didirikan oleh Harjanto dan Grady Laksmono pada tahun 2014. Startup ini bertujuan untuk membantu pelaku usaha di seluruh Indonesia agar dapat menjalankan bisnisnya lebih mudah, tanpa harus terjebak dengan pekerjaan administratif yang banyak menyita waktu, seperti rekap penjualan dan rekonsiliasi stok.

Harjanto dan Grady sendiri adalah mantan profesional di bidang teknlogi informasi. Haryanto pernah menjalani karir di Cisco System (2009), Webster Pacific (2010) dan terakhir McKinsey (2013). Sementara, Grady pernah menjadi software engineer di Zynga, perusahaan pembuat game online seperti FarmVille, CoasterVille, dan lain-lain di AS.

Pengalaman-pengalaman inilah yang akhirnya bisa menjadi bekal untuk membangun startup di negeri sendiri. Moka dimulai dengan produk sistem Point of Sales (POS) mobile.

“Kami melihat ada kendala utama jika UMKM masih menjalankan bisnis secara manual. Pertama, laporan keuangan yang ditulis manual, seperti pencatatan bon hanya memakan waktu, bahkan tak jarang datanya kurang akurat. Data tak bisa langsung diakses online karena masih tertulis di atas kertas sehingga pertumbuhan bisnis pun terganggu. Karena kami sangat passion dengan teknologi dan punya pengalaman profesional juga, akhirnya kami memutuskan untuk mulai mencari solusi akan masalah ini,” ungkapnya.

Berkaca dari pengalaman mereka selama bekerja di Amerika, di sana sudah ada software POS yang bisa membantu operasional bisnis retail, kafe, atau restoran menjadi lebih ringkas dan mudah dikontrol. Tapi sayangnya, harganya sangat mahal, sehingga jelas tidak bisa dijangkau oleh bisnis skala kecil dan menengah seperti UMKM di Indonesia.

Untuk itu, mereka memutuskan menghadirkan startup point-of-sales mobile (mPOS) yang diluncurkan pada Februari 2015. Mereka memberikan solusi bagi UMKM yang tidak memiliki modal atau investasi untuk sistem finansial digital. Cukup menggunakan ponsel atau tablet sebagai terminal untuk bertransaksi online secara real time di manapun dan kapan pun. Moka juga menggunakan teknologi berbasis cloud, sehingga pelaku usaha bisa mengakses data penjualan langsung secara online. Solusi mPOS juga memungkinkan pelaku usaha melayani transaksi pembayaran dengan kartu debit dan kredit. Mesin mPOS fungsinya sama dengan mesin EDC bank.

Meski demikian, awalnya tidak mudah memasarkan produk ini. Menurut Harjanto, edukasi pun menjadi fokus utama Moka di awal. “Awalnya tidak semua pemilik UMKM tertarik menggunakan teknologi untuk diaplikasikan pada bisnisnya. Selain itu, SDM di bidang engineering untuk mengembangkan fitur-fitur masih terbatas,” ungkapnya.

Namun kegigihan mereka berbuah hasil.. “Saat ini layanan kasir digital Moka telah melayani lebih dari 3.000 merchant skala UMKM di seluruh Indonesia,” klaim Harjanto dengan bangga.

 

Melalui Moka, Harjanto dan timnya juga terus memperkenalkan teknologi digital pada UKM melalui program ACOM (A Cup of Moka) (Foto: Stevy Widia/youngster.id)

 

Ekspansi Bisnis

Kini Moka memiliki klien dari banyak sektor industri yang secara umum dikelompokkan ke dalam tiga bidang usaha. Pertama, food and beverage, seperti kedai kopi, restoran cepat saji, toko roti, dan food truck. Kedua, peritel, seperti beauty and fashion store, hobbies, dan bazar. Ketiga, pelaku usaha jasa layanan, seperti salon dan spa.

Potensi bisnis aplikasi kasir ini juga menarik pendanaan sebesar US$ 3,9 juta di tahun 2016 dan 2017 dari sejumlah investor asing. Lalu, mereka kembali menerima pendanaan seri B dari Sequoia Capital India sebesar US$ 24 juta pada September 2018 lalu.

Tak hanya itu, Moka pun berhasil mengantarkan Harjanto Tanjo untuk meraih penghargaan “30 Under 30” Forbes Asia 2019 di kategori Enterprise Technology sebagai salah satu pemuda inspiratif Asia.

Moka juga tak lagi hanya menyediakan layanan mPOS. Kini, startup ini menawarkan sejumlah solusi menguntungkan bagi para pelaku usaha, seperti untuk merekap transaksi penjualan setiap hari secara otomatis, mengontrol toko atau restoran cabang yang ada di beberapa tempat, bisa membuat sebuah kegiatan, kampanye, atau promo yang terintegrasi sekaligus ke beberapa cabang, hingga terintegrasi langsung dengan platform pembayaran eletronik, seperti dompet digital OVO, Dana, LinkAja, ataupun Visa dan Mastercard.

Sedang Moka Capital adalah layanan pinjaman untuk mitra. Tetapi Harjanto menekankan mereka tidak mau asal memberikan kredit. Merchant yang mengajukan pinjaman tetap dipelajari prospek bisnisnya.

Harjanto mengungkapkan, Salah satu mitra Moka yang berhasil membesarkan skala bisnis paska mendapatkan tambahan modal usaha melalui Moka Capital adalah Cyclo Coffee di Senopati Jakarta.

“Sebelumnya kedai kopi ini hanya menyediakan menu minuman berbahan dasar kopi dengan 15 kursi aja. Kini, setelah mendapatkan pinjaman modal, mereka bisa menambah produk makanan dan kapasitasnya bertambah jadi 50 kursi,” kisahnya.

Ke depan, menurut Harjanto, Moka akan terus meningkatkan produknya. “Kami ingin experience product  lebih seemless lagi, dan diirencanakan akan dibuat layanan kredit usaha bisa diproses dan cair dalam satu hari,” ujarnya lagi.

Selain itu, Moka juga terus memperkenalkan teknologi digital pada UKM melalui program ACOM. “Sesuai dengan semangat Moka untuk tumbuh dan berkembang bersama pelaku UKM, ACOM diharapkan dapat mendorong UKM untuk naik kelas sehingga mampu bersaing dan berinovasi dengan memanfaatkan teknologi,” kata pria yang suka bermain gitar itu.

Berawal hanya dari tujuh rekan, kini ACOM telah bekerja sama dengan 124 institusi seperti pemerintahan, penyelenggara swasta, akademis, LSM, dan lainnya. Bahkan lewat ACOM telah berhasil mengedukasi lebih dari 2.000 pelaku usaha di 13 kota melalui puluhan acara sepanjang tahun 2019 di seluruh Indonesia.

Melihat antusiasme UKM untuk berpartisipasi di ACOM dan mengawali tahun 2020 sekaligus dekade baru, Moka berkomitmen untuk mengadakan gelaran ACOM dalam skala yang lebih besar.

Materi yang dibagi pun lebih bervariasi dan lebih berkualitas, terbagi menjadi dua format baru yaitu ACOM Talks series berupa workshop yang terdiri dari sesi inspirasi dari pelaku usaha dan pembicara yang berkaitan untuk berbagi pengalaman dan key learning, serta praktik yang langsung mengajarkan peserta untuk membuat atau mencoba belajar sesuatu. Kemudian ACOM Forum yang membahas diskusi in-depth mengenai isu pengembangan UKM dengan para ahli dari pemerintah, LSM, swasta, startup dan pihak lainnya.

“Melalui format baru ini, Moka menargetkan lebih dari 2.500 pelaku UKM untuk berpartisipasi di dalam rangkaian acara ACOM dan harapannya, materi yang telah dibawakan di ACOM dapat diterapkan pada kegiatan bisnis sehari-hari sehingga UKM di Indonesia dapat naik kelas,” pungkas Harjanto.

 

======================

Haryanto Tanjo

======================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version