Indra Gunawan : Diaspora Indonesia Yang Bangun Startup IoT Untuk Pesepeda di Stokholm

Indra Gunawan, Founder & CEO Visibike (Foto: Dok. Pribadi/Youngsters.id)

youngster.id - Diaspora Indonesia merupakan aset bangsa yang potensial. Mereka tidak saja tinggal di negeri orang tetapi mampu menghadirkan inovasi kreatif dan bersaing global.

Sebutlah Sehat Sutardja, CEO Marvell Technology Group, Sonita Lontoh teknokrat di AS, Anggun penyanyi internasional, dan Tania Gunadi yang pemain film di Hollywood. Mereka mampu membawa nama Indonesia dengan kemampuannya masing-masing.

Hal serupa juga terjadi di dunia startup. Belum lama ini sebuah startup bernama Visibike hadir di kota Stockholm, Swedia. Startup ini terbilang unik, karena memadukan teknologi internet of things (IoT) dengan pengguna sepeda di kota tersebut. Dengan Visibike, para pengendara sepeda bisa mendapatkan rute bersepeda yang aman dan sehat.

Salah satu pendirinya adalah Indra Gunawan, pemuda kelahiran Karawang, 22 Juni 1983. “Kami ingin menyediakan data berkendara dengan sepeda secara aman dan nyaman dengan menggunakan perangkat teknologi dengan informasi lalu lintas yang akurat,” ungkap Indra lewat surat elektronik kepada Youngsters.id.

Aplikasi ini bermula dari kegiatan bersepeda pemuda yang telah tinggal di Swedia sejak 2011. Dia merasa khawatir dengan keamanan dan kenyamanan bersepeda. Apalagi berdasarkan statistik di Swedia, di tahun 2016 kemarin ada sekitar 12.000 kecelakan yang melibatkan pesepeda.

“Saya bersepeda dari rumah ke kantor hampir setiap hari. Terkadang saya merasa kurang aman ketika bersepeda, terutama dalam keadaan gelap atau ketika tidak ada pemisahan jalur antara penguna sepeda dengan pengendara mobil. Dari situlah akhirnya saya dan teman-teman memutuskan merintis usaha untuk meningkatan keamanan dan keselamatan pesepeda,” ungkap Indra.

Ia menjelaskan produk dari Visibike ini menghadirkan dua solusi yakni mobile apps dan smart device berupa IoT Hardware. Cara kerja Visibike ini sangatlah spesifik.

“Ketika pengguna sepeda menggunakan Google Maps untuk menunjukan rute perjalanan, algoritma mereka adalah mencari rute tercepat, Namun terkadang rute ini bukan merupakan rute yang ternyaman, bahkan tidak ada jalur khusus sepeda. Atau mereka juga tidak mempertimbangkan kadar polusi udara untuk rute sepeda ini. Aplikasi Visibike kami akan memberikan rute yang komposisi jalur sepedanya paling banyak dan juga berdasarkan open data dari pemerintah Stockholm untuk kadar polusi udara, kita menggunakan dua data diarahkan untuk merekomendasikan rute perjalanan pesepeda,” paparnya.

Jadi dengan aplikasi ini para pengendara sepeda di kota tersebut dapat menemukan rute teraman dan ternyaman menuju tempat tujuan. Berkat ide ini, Visibike menjadi juara sebagai The Best IoT Team di acara Stockholm Startup Weekend.

Menurut Indra, ide mengembangkan Visibike juga sebagai upaya untuk mendukung pemerintah kota Stockholm yang berencana meningkatkan pengguna sepeda dari 13% menjadi 25% pada tahun 2020. Selain itu, pemerintah Stockholm berambisi untuk menjadi kota yang sangat sedikit kadar emisi CO2-nya sehingga mereka berinvestasi lumayan besar untuk pengguna sepeda ini. Maklum, sepeda dapat mengurangi emisi dari karbon CO2. Hal ini dibuktikan dengan adanya dana publik khusus sekitar Rp 54 miliar untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan bersepeda di Swedia.

 

Peluang dan Kendala

Menurut Indra, peluang bisnis di Stockholm Swedia cukup besar. “Masyarakat Swedia juga sangat mengerti pentingnya inovasi dan mereka sangat terbuka dengan ide-ide baru sehingga kami merasakan mereka menerima dengan tangan terbuka untuk ide-ide kami dan memberikan masukan yang sangat berarti untuk kami,” ucapnya.

Oleh karena itu, ide Visibike dapat diterima dengan baik. Indra mendirikan startup ini bersama Jimi Friis, Martin Yrjola, Syafiq Al Atiiq dan Gediminas Norgela. “Kami berasal dari berbagai negara dan background yang berbeda-beda, sehingga menjadi kombinasi yang tepat untuk menghadirkan perangkat IoT yang menjawab masalah di kota tempat kami tinggal ini,” ucap Indra.

“Syarat untuk mendirikan perusahan cukup mudah, apalagi jika kita sudah punya permanent residence. Hanya cukup mendaftar di verksamt.se dalam beberapa hari kita sudah bisa mendapatkan badan hukum untuk usaha,” katanya.

Meski Visibike diterima masyarakat, namun bukan berarti startup ini tidak memiliki kendala. “Kendala terbesar kami adalah masalah legal entity, hal ini dikarenakan dua co-founders kami masih mahasiswa di Swedia sehingga permit mereka adalah student visa. Untuk mengubah student visa into self-employed visa, dibutuhkan dana jaminan sekitar 400 000 SEK atau sekitar Rp 600 juta. Itu merupakan dana yang cukup besar untuk startup seperti kami,” ungkapnya.

Selain itu, Indra juga mengaku butuh penasehat. “Kami belum menemukan seseorang yang bersedia menjadi advisor kami. Peran advisor ini cukup penting karena akan mempermudah dan melebarkan usaha kami,” tambah Indra.

Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan langkah Visibike untuk terus melanjutkan usaha. Saat ini, Indra mengaku terus mengembangkan mobile app dan IoT hardware. Untuk aplikasi ia dan teman-teman merogoh kocek pribadi. Sayangnya pemuda yang juga bekerja sebagai tenaga IT di sebuah perusahaan telekomunikasi di Swedia ini enggan menyebutkan angka persisnya.

“Kami juga sedang menjajaki kerjasama dengan dua perusahan besar di Swedia yang mempunyai skema bike to work untuk menggunakan aplikasi kami,” ujarnya.

Saat ini Visibike terus mengembangkan aplikasi untuk diluncurkan di Google Play Store dan Apple Apps Store. “Kami berencana untuk me-launching aplikasi ini di bulan September karena sekarang masih beta testing. Paralel dengan itu kami juga sedang bekerja keras untuk bisa meluncurkan IoT hardware. Rencananya itu akan dirilis pada awal tahun depan,” ungkapnya.

Sedang untuk membuat hardware IoT, Indra mengaku mendapatkan dana riset dari pemerintah Swedia melalui program triple helix. Pertimbangannya bahwa pemerintah kota Stockholm sangat berkepentingan untuk meningkatkan keamananan, keselamatan dan kenyamanan pengguna sepeda.

“Sementara ini kami masih menggunakan dana pribadi dan juga dana riset dari KTH. Mohon maaf kami tidak bisa menyebutkan angka pastinya untuk kerahasiaan NDA. Sekarang kami sedang bekerja sama dengan dua perusahaan besar di Swedia untuk mengajukan dana penelitian ke Vinnova, angka tepatnya tidak bisa disebutkan. Hanya mungkin rangenya adalah sekitar 1 MSEK atau Rp 1,5 miliar. Ini diperlukan untuk me-release hardware IoT,” ungkapnya.

 

Pemaparan tentang Visibike di acara Stockholm Startup Weekend (Foto: Dok. Pribadi/Youngsters.id)

 

Ekspansi

Saat ini Indra dan teman-temannya sedang bekerja keras untk bisa me-launching aplikasi dan IoT hardware mereka. Diklaim Indra, hardware prototype Visibike sebetulnya sudah siap. Bahkan mereka sekarang sedang melakukan ujicoba di kawasan Kista sebagai bagian dari kerja sama dengan Urban ICT Arena.

“Di test bed ini, kami mendapatkan support untuk melakukan test dengan menggunakan teknologi terbaru seperti Nb-IoT dan 5G. Untuk sampai taraf me-launching hardware ini, kami sangat mengharapkan agar aplikasi kami di Vinnova disetujui sehingga kami bisa memproduksi hardware ini secara massal. Hal ini diperlukan karena untuk merelease hardware, investasi yang dibutuhkan lumayan besar,” papar Indra.

Indra berharap startup Visibike yang dibangunnya ini bisa berkembang di Stockholm, bahkan ekpansi ke kota lain di luar Swedia. “Kami melihat potensi di bisnis ini cukup besar terlebih dengan akan semakin berkembangnya teknologi transportasi seperti smart car, driverless car dan smart city yang akan semakin meningkatkan keselamatan untuk pengguna sepeda,” katanya lagi.

Untuk monitize, Indra mengaku menjual mobility data pengguna sepeda ke pihak urban planner atau dinas tata rencana kota. “Data ini bisa mereka gunakan untuk perencanaan tata ruang kota,” ujarnya.

Apakah ada minat mengembangkan Visibike di Indonesia? Sarjana Teknik Elektro ITB itu mengaku berencana untuk membangun bisnis serupa di Indonesia. “Kami sedang mencari tahu pemerintah kota manakah yang sedang giat untuk mempromosikan bersepeda di Indoensia. Karena agar bisnis Visibika berhasil dibutuhkan awareness masyarakat yang tinggi dan merasa bahwa sepeda adalah salah satu sarana moda transportasi,” ungkapnya.

Ketua komunitas Muslim Indonesia di Stockholm itu menyadari bahwa Indonesia memiliki bisnis model dan target yang berbeda. “Salah satu ide yang sedang kami jajaki adalah bike-sharing di kota-kota seperti Bandung dan Yogyakarta. Dengan menggunakan aplikasi kami akan mempermudah jika pengguna ingin menggunakan jasa bike-sharing, karena mereka bisa mem-booking lewat mobile apps. Selain itu, karena hardware kami punya GPS tracker maka kami bisa melacak posisi sepeda itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkapnya.

Namun untuk saat ini Visibike baru disiapkan untuk kota-kota di Swedia dan Eropa. “Kami juga sudah mulai berdiskusi dengan kota sekitar Stockholm seperi Uppsala, Malmo, dan sebagainya. Selain itu, kami juga sedang menjajaki kerjasama dengan pemerintah EU agar kita bisa melebarkan usaha ini,” pungkas Indra.

 

========================================

Indra Gunawan

========================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version