youngster.id - Di bidang pertanian, teknologi pun berperan penting. Teknologi akan sangat mendukung, termasuk dalam memberi solusi penyerapan hasil tani paskaproduksi.
Dunia pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Kementerian Pertanian memproyeksikan kenaikan nilai konsumsi pada tahun 2020 seiring bertambahnya populasi di Indonesia.
Potensi ini tentu harus didukung dengan perkembangan teknologi yang ada. Hal ini yang mendorong kelahiran Tanihub, Platform yang menghubungkan petani dengan para konsumen individu dan korporasi. Dengan bantuan teknologi, Tanihub mendorong terwujudnya digital pertanian yang mendorong kesejahteraan para petani di Indonesia.
Michael Jovan Sugianto, Co-founder TaniHub menuturkan, startup agritech ini mempunyai misi memberdayakan petani lokal dengan akses pasar dan akses keuangan yang telah mengalami perkembangan sangat pesat di berbagai lini.
Menurut Michael, salah satu masalah pertanian di Indonesia adalah penyerapan hasil tani paskaproduksi. Para petani harus berhadapan dengan bandar sebelum hasil panen mereka masuk ke supermarket atau pemasok. Proses tersebut cukup panjang–mereka harus menempuh 6-7 lapis hingga akhirnya memperoleh keuntungan dari hasil tani mereka.
Hal ini yang coba dicarikan solusi oleh Tanihub. “Penanganan paskapanen yang tepat dapat meningkatkan mutu, daya tahan, dan daya simpan produk hortikultura, dari proses pengangkutan hingga produk tersebut terjual. Sederhananya, dengan penanganan paskapanen yang tepat, value chain akan meningkat,” kata Michael saat ditemui youngster.id di ajang TaniHack Vol 1 baru-baru ini di Jakarta.
Untuk itu, Tanihub mengedepankan peran teknologi dalam menjaga kualitas hasil panen, memahami hubungan antara pengelolaan pascapanen dengan harga pasar pada produk pertanian, dan tentunya membuka ruang kolaborasi berbagai pegiat untuk memajukan bidang pertanian.
Menurut pria yang menjabat sebagai Production Manager TaniSupply, pihaknya terus melakukan terobosan kreatif untuk mendekatkan diri baik kepada petani dan masyarakat luas. Untuk itu mereka menggelar TaniHack Vol.1 yang bertujuan mencari ide atau gagasan desain untuk Packing and Procesing Center (PPC) atau yang lebih popular disebut packing house untuk mahasiwa dan umum.
“Agriculture for Everyone adalah visi TaniHub Group yang mengandung semangat agar lapisan masyarakat dapat berperan bagi pertanian Indonesia melalui berbagai bentuk upaya, walaupun tidak terjun secara langsung ke lahan pertanian,” ungkapnya.
Terobosan Baru
Tanihub didirikan oleh William Setiawan, Michael Jovan Sugianto, Miftahul Choiri, Ivan Arie, Sustiawan, dan Pamitra Wineka. Dimulai tahun 2016, TaniHub hadir dikenal sebagai startup agritech pertama di Indonesia dengan solusi end to end. Dan, bulan November 2016 untuk pertama kalinya melakukan transaksi hasil produk pertanian yang dikelolanya.
“Kami sekelompok anak muda yang berkeinginan kuat untuk mendukung petani yang menghadapi kesulitan dalam memasarkan hasil panen mereka. Jadi kehadiran kami bertujuan untuk menghubungkan petani dengan berbagai jenis usaha serta end-user,” tutur Michael.
Dia menjelaskan, melalui platform ini mereka bertujuan masyarakat dapat memahami peran teknologi dalam menjaga kualitas hasil panen, memahami hubungan antara pengelolaan paskapanen dengan harga pasar pada produk pertanian. Dan, tentunya membuka ruang kolaborasi berbagai pegiat untuk memajukan bidang pertanian dan dapat mewujudkan cita-cita ketahanan dan kecukupan pangan di Indonesia.
Awalnya bisnis TaniHub itu diarahkan ke Business to Consumer (B2C) via aplikasi, sekarang ke Business to Business (B2B). Apalagi, penjualan offline lewat TaniHub masih mendominasi sekitar 80%, dibandingkan jalur online. Mayoritas konsumen di offline ini adalah supermarket, horeka, industri Food & Beverage, startup hingga pelaku bisnis ritel.
Michael menjelaskan, TaniHub, TaniFund, dan TaniSupply bernaung di bawah agritech startup TaniHub Group dengan visi ‘Agriculture for Everyone’, yang diwujudkan dengan mempercepat dampak positif dalam sektor pertanian melalui pemanfaatan teknologi informasi.
“Agriculture (Pertanian), Technology (Teknologi), dan Social Impact (Dampak Sosial) adalah tiga pilar utama perusahaan dalam menciptakan ekosistem untuk menata ulang sektor pertanian di Indonesia. Dari semua ini para pendiri menyadari kemudian melihat bahwa petani tidak hanya membutuhkan akses terhadap pasar, tetapi juga akses terhadap kebutuhan finansial,” jelasnya.
Dikatakan Michael, untuk melebarkan sayap bisnisnya selama 4 tahun bisnis berlangsung, TaniHub Group terus berupaya melakukan terobosan-terobosan kreatif untuk mendekatkan diri baik kepada petani, dan juga masyarakat secara luas.
Tentu itu tidak mudah. Ada banyak tantangan yang selama 4 tahun TaniHub berdiri. Bertambahnya permintaan petani yang membutuhkan pendanaan menjadi salah satu tantangan Michael dan timnya. Namun berkat kolaborasi dengan perusahaan lain persoalan ini dapat dipecahkan.
“Dengan berbagai terobosan kreatif yang selama 4 tahun ini dilakukan, kami di sini juga mengubah mindset banyak orang tentang pertanian. Jika selama ini bertani kotor dan tidak menguntungkan, maka sebaliknya bertani itu menyenangkan dan menjanjikan keuntungan besar,” ujarnya.
Dampak Sosial
Pada tahun 2020 ini TaniHub berhasil merangkul 30.000 petani di Tanah Air untuk bergabung. Dampak sosial yang diciptakan untuk para petani sangat signifikan. Lihat saja produksi petani naik 30%, pendapatan petani rata-rata melonjak sekitar 50%. Sementara varian produk yang dikelola TaniHub sudah mencapai 500 SKU. Sedangkan jumlah karyawan sekitar 100 orang.
Komitmen untuk memajukan pertanian di Indonesia, diwujudkan TaniHub tidak hanya soal edukasi pertanian, tapi juga terjun langsung membantu para petani meningkatkan produksinya. Termasuk membantu keuangan untuk membeli perlengkapan bertani, berkebun serta distribusi penyaluran produk ke pelanggan atau konsumen.
Untuk mengatasi masalah akses keuangan yang dikeluhkan para petani, TaniHub membuka layanan TaniFund. Pada awal 2017 TaniFund didirikan sebagai crowdfunding platform yang menyalurkan pendanaan dari lender kepada para borrower, dalam hal ini adalah petani.
Kini, agar lebih agresif menggarap bisnis supply chain (rantai pasok), TaniHub mengibarkan bendera TaniSupply pada September 2019. Berbeda dengan TaniFund yang regulasinya di bawah Otoritas Jasa Keuangan, dan TaniHub di bawah Kementerian Informasi dan Telekomunikasi, maka TaniSupply dalam koridor regulasi Kementerian Perdagangan.
Kehadiran TaniSupply ini menggenapi unit bisnis yang tergabung dalam Grup TaniHub, yakni TaniHub (platform e-commerce), TaniFund (p2p lending), dan TaniSupply (supply chain).
TaniSupply memiliki divisi Purchasing, Warehouse, Quality Control dan Production. Mayoritas mitra tani dari TaniSupply berada di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat sekitar 15.000 petani dan Jawa Timur adaa 10.000 petani.
“Ada dua tipe petani, pertama, petani trading (jual beli hasil panen) dan petani binaan. Untuk petani binaan Grup TaniHub ada sekitra 15.000 petani,” ungkap Michael.
Dalam memenuhi demand, TaniHub 90% dipasok oleh petani trading. Sisanya 10% datang dari binaan Grup TaniHub.
Keputusan TaniSupply seperti itu cukup beralasan dengan pertimbangan untuk membantu para petani menjual seluruh hasil panennya. TaniSupply juga memiliki beragam segmen pasar. Mulai dari toko-toko buah/sayur, pabrikan makanan, perhotelan, restoran hingga supermarket dan hypermarket. Berkembangnya industri horeka jelas mendukung kiprah bisnis TaniSupply.
Saat ini Indonesia memiliki 5.700 produsen di industri pengolahan makanan dan lebih dari 30.000 outlet modern retailer. Juga, lebih dari 1,6 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) plus 200.000 outlet hotel, restoran dan katering (horeka).
Adapun produk pertanian yang dikelola oleh TaniSupply adalah buah-buahan, sayur-mayur. Untuk buah, ada mangga, alpukat, melon, papaya, apel, eruk, buah naga, jambu, beras, ub, singkong dan lainnya. Sementara sayuran ada labu, kangkung, bayam, kol, wortel, kentang, bawang merah, bawang putih, tomat dan sebagainya. Lalu dikembangkan ke hasil peternakan seperti daging sapi, daging ayam, ikan dan lainnya.
Guna memenuhi permintaan klien, TaniSupply pun mendistribusikan beberapa private label ke mitra offline. Sebut saja ada merek Fowler untuk daging ayam, bebek, dan telur; GoldFarm untuk sayur organik; dan Lentik untuk beras, SommerVille untuk brand khusus buah; plus Vis untuk produk ikan.
Hingga sekarang TaniSupply telah memiliki 5 gudang yang berlokasi di Bali, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya plus sejumlah titik distribusi di berbagai area. Gudang terbaru segera buka di Cikarang, Jawa Barat seluas 10 ribu meter persegi.
Mereka juga berencana akan menambah gudang di Balikpapan (Kalimantan) dan Sulawesi. Penyebaran lokasi gudang TaniSupply akan difokuskan ke luar Pulau Jawa guna memperkuat ekosistem pertanian agar semakin terintegras di Grup TaniHub.
“Pastinya ke depan kami akan lebih menjangkau daerah lain di Indonesia. Bahkan sejak kurang dari 4 tahun ini upaya kami untuk menciptakan dampak sosial telah membantu peningkatan produksi petani sebesar 30% dan pendapatan mereka secara umum sebesar 50%. Dengan jumlah mitra dengan lebih dari 30.000 petani tentunya akan mempermudah harapan kami menjangkau semua daerah pertanian yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Michael berharap dengan semua teknologi dan terobosan yang mereka lakukan maka kesejahteraan hidup petani hanya dapat ditingkatkan. “Jika perubahan dilakukan dari berbagai sisi, mulai dari kualitas produk pertanian, produktivitas, supply chain distribusi pemasaran hingga pendanaan maka tujua kami untuk membantu menyejahterakan para petani Indonesia dapat terwujud,” pungkasnya.
=======================
Michael Jovan Sugianto
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 1 November 1993
- Pendidikan : Sarjana Sistem Informasi, Binus University
- Usaha yang dikembangkan : Membuat usaha rintisan di bidang agritech
- Mulai Usaha : 2016
- Nama usaha : TaniHub Group
- Jabatan : Co-founder & Production Manager
- Petani mitra : sekitar000 petani
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post