youngster.id - Kemajuan teknologi di era digital turut mempengaruhi kepribadian masyarakat. Salah satu yang berubah adalah karakter masyarakat dalam melakukan kegiatan traveling. Dari sinilah lahir bisnis aplikasi travel.
Para pelancong generasi baru didominasi mereka yang berusia muda, fasih terhadap internet dan mengingingkan segala hal serba cepat. Karakteristik inilah yang dipandang sebagi potensi besar oleh sejumlah pebisnis muda Indonesia. Mereka tergerak untuk membangun startup di bidang online travel agency (OTA). Salah satunya adalah Tiket.com.
Mikhael Gaery Undarsa Co-Founder sekaligus Managing Director Tiket.com kepada Youngsters.id menuturkan salah satu faktor utama mereka membangun Tiket.com, karena melihat Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki potensi besar di ranah pariwisata. “Indonesia adalah negara yang terdiri dari ribuan pulau, ini menunjukkan bahwa tiket penerbangan ataupun kereta api pasti sangat dibutuhkan bagi konsumen untuk menjangkau tempat jauh yang ingin mereka datangi,” ungkapnya.
Dengan adanya OTA, pelancong dapat melayani diri mereka sendiri. Mulai dari memilih maskapai yang diinginkan, mencari harga tiket termurah, membandingkan review hotel, sampai melakukan pemesanan secara instan.
Tiket.com dimaksudkan sebagai platform terintegrasi untuk semua produk travel. Sehingga mereka melayani mulai dari pemesanan tiket pesawat, kereta api, kamar hotel, tiket pertunjukkan hingga penyewaan mobil.
Diklaim Gaery, inventori produk hotel yang dimiliki Tiket.com telah mencapai 180.000 hotel di seluruh dunia. Mereka juga telah bermitra dengan 14 maskapai domestik dan regional, melayani lebih dari 180 ribu rute penerbangan, dan online patner nomor satu untuk PT Kereta Api Indonesia.
Bahkan, hingga akhir 2016, pengunduh aplikasi Tiket.com telah mencapai 1,5 juta. Bila tahun sebelumnya kontribusi dari aplikasi terhadap revenue Tiket.com hanya 11% saja, di tahun 2016 kontribusinya sudah mencapai 35%.
Melihat pertumbuhan positif tersebut, startup berbendera PT Global Tiket Network itu sangat optimistis pada akhir 2017 pengguna aplikasi Tiket.com bisa mencapai 2,5 juta pengguna. “Sekarang ini sudah mendekati angka 2 juta. Jadi sangat yakin sampai akhir tahun bisa sampai 2,5 juta pengguna,” kata Geary optimis.
Bukan Mimpi
Gaery antusias menceritakan latar belakang ia dan teman-temanya mendirikan Tiket.com pada Agustus 2011. awal Tiket.com berdiri sebelumnya didirikan oleh ketujuh founder di antaranya : dari Bouncity yaitu Kevin Osmond, Wenas (CEO Tiket), Dimas (Co-founder Tiket), dan Jeffrey Anthony (CTO Qeon). Namun, setelah lima tahun berjalan, formasi itu berubah. Kini Tiket.com tinggal dimotori oleh 4 Founder yakni Wenas Agusetiawan, Natali Ardianto, Dimas Surya Yaputra dan Mikhael Gaery Undarsa.
Menurut Gaery, ia dan rekannya berani mendirikan perusahaan yang menjual tiket dalam bentuk digital secara online. Kehadiran dan keberhasilan maskapai Airasia yang menjual seluruh tiketnya secara online membuktikan bahwa bisnis online bisa jalan di Indonesia.
Menariknya lagi, layanan pemesanan travel online kala itu masih dikuasai pemain asing sperti Expedia, Agoda dan Booking.com. Pria yang sempat bekerja di Kanada selama 9 tahun itu mengakui dalam hal benchmarking, Tiket memang meniru bisnis model Expedia.com yang sudah lebih maju. Kendati begitu, eksekusi berbumbu lokal yang tepat tetap menjadi faktor utama berjalannya suatu bisnis atau tidak.
“Bisnis modelnya memang sedikit mirip. Tetapi yang pasti cita rasa lokal bisnis yang kami jalani di sini masih kental,” ujar Gaery lagi.
Sejak awal membangun Tiket.com lelaki kelahiran 14 Juni 1985 itu ingin melepaskan asumsi bahwa bisnis startup adalah bisnis yang menjual mimpi alias tidak menguntungkan.
“Biasanya itu, kita seringkali baca inspirasi kesuksesan orang lain. Itu bagus untuk menambah wawasan mengenai startup. Tetapi, penting untuk diingat: semua yang sukses itu selalu ada proses dan selalu ada pengorbanan,” bebernya.
Menurut Gaery, dari cerita sukses orang lain itu yang dipelajari bukan hasilnya, tetapi prosesnya. Pelajari apa yang berhasil dan hal-hal apa saja yang tidak berhasil. “Dengan begitu kita tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dialami orang lain. Itu akan sangat mempermudah. Jadi jangan melakukan bisnis mimpi: yang penting gede dulu, nggak tahu duitnya dari mana. Dulu kami pernah melakukan demikian tapi tutup,” ungkapnya sambil tersenyum.
Oleh karena itu, para founder Tiket menerapkan model bisnis yang jelas, yaitu mencari pemasukan dari komisi atau intensif yang diperoleh dari merchant (maskapai, hotel dan sebagainya).
“Mekanismenya simple saja. Kami jualkan produk mereka, pelanggan bayar ke kami, kami bayarkan kembali ke mereka. Atau, bahkan kami sudah bayar di muka, dan setelah itu kami mendapatkan komisi penjualan,” jelas Gaery.
Disebutkan Gaery, besaran komisi yang didapat dari setiap transaksi sangat relatif, tergantung pada produknya. “Tiket pesawat dan kereta api menyumbang pemasukan paling besar, sampai 75% dari total revenue,” ungkapnya.
Tanpa mau menyebut angka pasti, Gaery menyebutkan omzet Tiket.com mencapai kisaran ratusan juta dollar AS per tahunnya.
Improvisasi
Memasuki tahun 2017, Tiket.com mencoba fokus di mobile. Pasalnya, lanjut Gaery, perusahaan rintisan ini masih belum optimal melakukan bisnis mobile.
“Salah satunya improvement produk aja. Awalnya, hanya ada tiket pesawat, lalu berkembang menawarkan layanan tiket kereta, hotel, bahkan sampai tiket konser. Bagi kami, itu sudah lebih dari cukup untuk bisnis travel itu sendiri. Dari situ kami tinggal improvisasi produk: biar orang lebih mudah transaksi, kami improve marketing. Jadi, tahun ini kami arahnya lebih ke situ,” paparnya.
Bagi lulusan Simon Fraser University di Vancouver, Canada, secara keseluruhan peluang industri OTA di Indonesia masih belum terbatas, setidaknya sampai dua atau tiga tahun ke depan. “Kalau di hari-hari besar pemesanan yang bisa kami terima bias naik sekitar 300% bila dibandingkan dengan hari-hari biasa,“ ungkapnya.
Langkah itu sekaligus untuk menghadapi ketatnya peta persaingan di bidang OTA. “Indonesia ini cukup bagus: konsumennya banyak. Potensinya yang besar ini bukan winner takes all market. Jadi kami nggak usah takut sama kompetitor,” ujarnya.
Keyakinan itu diperoleh Gaery dari peningkatan transaksi yang didapat Tiket.com. Terutama menjelang hari raya Idul Fitri, ada peningkatan transaksi sebesar 30 – 40%. “Uniknya, berbeda dengan pasar ritel yang mengalami penurunan transaksi setelah lebaran, pemesanan tiket di situs kami justru cenderung stabil. Hal itu terjadi karena produk andalan kami, seperti tiket kereta api, sudah bisa dipesan sejak tiga bulan silam,” ujarnya.
Saat ini Tiket.com fokus pada meningkatkan penjualan dan memperbesar market share. “Strategi kami adalah bisa bertumbuh,” ujarnya. Oleh karena itu, Gaery menyayangkan adanya strategi perang harga di antara para pelaku OTA.
Gaery berharap bisnis di dunia travel tak selalu harus berpatok pada perang harga, yang nantinya hal itu akan merugikan pebisnisnya.
“Di travel itu yang paling bahaya adalah price war. Pengusaha hotelnya makin rugi karena harganya makin turun. Pesawat makin rugi karena harga tiket pesawat makin turun. Dan otomatis pendapatan kami makin lama juga makin turun dari revenue per transaksi, karena harga makin ditekan terus. Mungkin di sini pemerintah harus membantu dan semua saling menjaga soal harga ini agar tidak menjadi korban,” ungkapnya.
Dalam berbisnis, Gaery punya prinsip: jangan terlalu cepat mengeluarkan uang. Hal itu sering ia katakan di (acara) StartupLokal. “Tapi orang sering tidak menyadari pentingnya kalimat tersebut. Pola pikir orang Indonesia adalah mencari investasi untuk mendapatkan ketertarikan pasar, tapi ini salah. Apa yang selalu saya tanyakan adalah: bagaimana Anda bisa membuat perusahaan Anda berjalan selama lima atau sepuluh tahun tanpa investasi baru? Itulah yang telah kami lakukan di Tiket.com,” papar Gaery bangga.
Dengan pola pikir tersebut, para founder Tiket.com telah sangat memahami kapan dan di mana mereka mendapatkan dan menghabiskan uang. Misalnya, Tiket.com berani mengeluarkan uang hingga US$ 40.000 untuk membeli sistem otomatis. Pasalnya, teknologi itu dapat memberitahu mereka: jumlah panggilan terabaikan yang ditujukan ke kantor mereka.
“Yang kami tahu adalah bahwa kami mendapat beberapa ribu panggilan per hari. Tapi kami tidak tahu berapa banyak orang yang mencoba untuk menghubungi kami dan gagal. Dengan cepat kami menyadari bahwa tingkat panggilan terabaikan tersebut mencapai 60-70%. Jadi kami menjadikan masalah tersebut sebagai salah satu alasan kami untuk mempekerjakan lebih banyak orang,” jelasnya.
Sebagai hasil dari perekrutan besar-besaran Tiket pada tahun 2014, perusahaan ini kini memiliki 300 orang karyawan dengan lokasi usaha tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta dan Bali.
Sebagai bagian dari fase ekspansi Tiket, tim ini berencana untuk berekspansi di luar Indonesia dalam beberapa bulan ke depan dan memulai layanannya di luar negeri. Tiket ingin bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan dan membuka cabang baru di kawasan seperti Australia, China, Hong Kong, dan Malaysia.
Terkait IPO Tiket yang akan datang, Gaery percaya perusahaanya bisa mencapai IPO dalam beberapa tahun ke depan. Tetapi ia menolak untuk memberikan jangka waktu yang lebih spesifik. “Kami harus menunggu dan melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi investasi kami. Kami tidak mencari investasi tahun ini, jadi kami akan memeriksa kembali tahun depan,” pungkas Gaery.
==========================================
Mikhail Gaery Undarsa
- Tempat Tanggal Lahir : 14 Juni 1985
- Pendidikan : Simon Fraser University in Vancouver, Canada
- Usaha : PT Global Tiket Network (Tiket.com)
- Jabatan : Co Founder, Managing Director Tiket.com
- Mulai Usaha : Agustus 2011
- Jumlah Karyawan : 300 orang
- Modal awal :Rp 5 – 6 Milyar
- Omset :
===========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post