Natasha Ardiani : Hadirkan Solusi Satu Atap Untuk Pembayaran Digital

Natasha Ardiani, Co-founder & COO Durianpay (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Belakangan ini pembayaran digital (digital payment) semakin akrab di masyarakat. Tingginya adopsi layanan pembayaran digital di masyarakat mendorong para pelaku bisnis untuk juga menggunakan sistem ini. Hanya saja, solusi pembayaran ini masih terfragmentasi, manual dan belum optimal. Untuk itu hadir solusi satu atap untuk pembayaran digital, Durianpay.

Pembayaran digital adalah teknologi yang memberikan pandangan baru bagi masyarakat tentang pembayaran non tunai yang jauh lebih praktis, efisien dan aman dalam setiap bertransaksi dengan menggunakan media elektronik. Seseorang bisa melakukan transaksi pembayaran dengan internet banking, mobile banking, atau dompet elektronik.

Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi pembayaran digital meningkat dari Rp 145 triliun pada 2019 menjadi Rp 205 triliun pada 2020. Hal ini didorong oleh masyarakat terutama di perkotaan yang semakin memanfaatkan dompet digital melalui ponsel pintarnya untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.

Ternyata transaksi digital ini memiliki tantangan tersendiri, terutama bagi pelaku e-commerce. Pasalnya transaksi digital ini masih terfragmentasi, manual dan belum optimal. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya drop off pada saat checkout pembayaran. Pun bagi merchant, proses verifikasi dan rekonsiliasi yang masih manual sangat rawan terjadi kesalahan serta penipuan.

Kondisi tersebut dicarikan solusinya oleh startup aggregator pembayaran Durianpay. Startup ini didirikan oleh Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, dan Natasha Ardiani pada tahun 2020. “Kami melihat bahwa segmen B2C payment di Indonesia sudah berkembang pesat namun belum diiringi oleh solusi pembayaran untuk bisnis yang optimal, dapat diandalkan, dan mudah terintegrasi,” kata Natasha, Co-founder dan COO Durianpay kepada youngster.id.

Menurut Natasha, beberapa solusi yang disediakan oleh pemain B2B SaaS (software as a service) pembayaran lainnya memerlukan integrasi yang kompleks atau menyebabkan pemilik bisnis harus melakukan banyak intervensi manual untuk rekonsiliasi pembayaran.

“Mayoritas dari mereka juga membebankan harga tinggi untuk pengusaha kecil. Mencoba mengatasi masalah ini, kami berinovasi dengan menghadirkan produk yang dapat menjembatani kesenjangan teknologi di pasar,” ujarnya.

Melalui integrasi tunggal, Durianpay menawarkan akses ke berbagai pilihan pembayaran dan antarmuka tanpa kode di mana pebisnis dapat membuat alur kerja yang secara otomatis dan menerapkan infrastruktur pembayaran dengan instan dan mudah. “Proses checkout dan pembayaran sepenuhnya dapat disesuaikan dan dimodifikasi oleh pemilik bisnis,” ucap Natasha.

 

Gelombang Fintech

Menurut Natasha, Durianpay lahir dari terjadinya gelombang pemain fintech B2B yang berkembang pesat dan berekspansi ke berbagai benua. Dia menyebut contoh pemain fintech, Stripe di Amerika Serikat saat ini merupakan perusahaan privat dengan valuasi tertinggi di dunia yaitu US$ 95 miliar dan beroperasi di 42 negara. Demikian juga Square, perusahaan pembayaran B2B, melantai di bursa di tahun 2015 dan berkembang pesat hingga saat ini, yang bernilai lebih dari US$ 100 miliar. Juspay dari India pun berkembang pesat di kala pandemi dengan valuasi ratusan juta dolar.

“Banyak perusahaan berlomba-lomba membangun infrastruktur yang akan menggerakkan perdagangan secara global untuk masa depan. Fenomena dan perkembangan global ini menginsipirasi kami di Durianpay untuk juga membangun infrastruktur perdagangan internet untuk Asia Tenggara, dimulai dari Indonesia,” ungkapnya.

Ketiga founder Durianpay memang sudah berpengalaman di industri fintech. Natasha turut meluncurkan bisnis pembayaran digital Shopee Indonesia, ShopeePay dan Shopee PayLater. Pemegang dua gelar master dalam kebijakan publik dan administrasi dari Australian National University dan Columbia University ini juga sempat memimpin bisnis pinjaman dan penagihan OVO.

Sementara itu, Antara dulunya merupakan VP product di OnlinePajak. Pengalaman membangun produk payment gateway di India dan Amerika Serikat, membuat Antara membawa pengalamannya ke Indonesia dan membangun produk-produk untuk memudahkan masyarakat Indonesia membayar segala jenis pajak melalui OnlinePajak.

Dari pengalamannya menemui beberapa tantangan terkait dengan pembayaran di Indonesia, alumni sekolah bisnis terkemuka INSEAD ini lalu berinisiatif memulai Durianpay. Dia bertemu dengan Kumar yang sebelumnya mendirikan Moonfrog, salah satu pengembang game ternama di India. Lalu bersama Natasha mereka membangun kantor pusat Durianpay di Indonesia dan Singapura pada 2020.

“Kami ingin memudahkan alur perdagangan, alur perpindahan uang dari konsumen ke bisnis, bisnis ke bisnis di dalam suatu negara dan antar-negara. Kami ingin membangun solusi satu atap untuk all-things-payment,” ungkap Natasha.

Menurut Natasha, nama Durianpay dipilih dengan alasan catchy. “Kami ingin memilih nama yang sesuai dengan area di mana kami beroperasi, tumbuh dan berasal. Nama durian dirasa cocok karena merupakan buah native Asia Tenggara dan namanya terdengar catchy,” kata perempuan yang pernah bekerja di kantor Kepresidenan RI di masa Presiden Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo itu.

Menurut Natasha, Durianpay melihat peluang yang signifikan untuk meluncurkan layanannya di Indonesia dan memungkinkan usaha dari skala kecil hingga besar untuk mendapatkan keuntungan dari sistem pembayaran yang mudah dioperasikan, utuh, dan terintegrasi secara penuh. Dalam hal ini, Durianpay sebagai agregator pembayaran bekerja sama dengan beberapa payment gateway dan penyelenggara transfer dana dalam membangun solusi-solusi yang dibutuhkan beragam jenis usaha seperti fitur rekonsiliasi otomatis, fitur link pembayaran instan, fitur promo dan berbagai fitur lainnya.

“Kami bertujuan untuk mengoptimalisasi transaksi antara penjual dan pembeli. Melalui integrasi tunggal, Durianpay menawarkan bisnis dan developers akses ke pilihan pembayaran yang lebih luas serta interface tanpa kode, sehingga bisnis dapat membuat alur kerja yang menempatkan infrastruktur pembayaran secara otomatis. Checkout dan pembayaran kini sepenuhnya dapat disesuaikan secara langsung oleh merchant,” paparnya.

 

Natasha Ardiani - Durianpay
Di tangan Natasha Ardiani, Antara Sara Mathai, dan Kumar Puspesh, Durianpay yang baru didirikan pada tahun 2000 sudah mendapat pendanaan awal senilai US$ 2 juta dan menggaet sejumlah perusahaan sebagai klien, seperti Ruangguru, Kopi Kenangan, Aplikasi Super, Chilibeli, Shox Rumahan, dan sebagainya (Foto: Dok. Pribadi)

 

Hilangkan Friksi

Durianpay memiliki visi untuk memodernisasi dan mendemokratisasi solusi pembayaran untuk bisnis di seluruh Asia Tenggara. “Kami ingin menghilangkan friksi dengan membuat pembayaran lebih murah, lebih, dan mulus. Dengan merangkul beragam metode pembayaran dari transfer bank, e-money, transaksi gerai ritel, kartu kredit hingga paylater, Durianpay ingin memudahkan transaksi antara bisnis dan konsumen, di mana saja dan kapan saja,” ungkap Natasha.

Untuk itu, Durianpay terus berinovasi mengeluarkan produk-produk yang modern dan relevan di pasar dan nantinya membuat bisnis jenis apapun dapat memasilitasi pembayaran untuk apa saja dan di mana saja.

Perempuan kelahiran Surabaya, 27 Januari 1990 ini mengklaim ada sejumlah fitur yang membedakan Durianpay dari platform sejenis. Antara lain, fitur split payment yang memungkinkan konsumen membayar satu pesanan dengan dua atau lebih metode pembayaran yang berbeda. Kemudian fitur promo yang memudahkan penjual mengkurasi promo berdasarkan metode pembayaran. Terakhir, fitur refund management di mana pengembalian dana ke konsumen dapat dilakukan dengan otomatis dan lebih mudah.

Solusi tersebut bersifat plug-and-play sehingga mempermudah merchant memilih solusi mana yang mereka butuhkan. Metode pembayaran yang disediakan perusahaan, meliputi transfer bank (virtual account), direct debit, kartu debit dan kredit, pembayaran melalui gerai ritel, uang elektronik, pembayaran paylater, hingga internet banking. “Kami hanya membebankan biaya berdasarkan penerimaan pembayaran dan pengiriman pembayaran yang berhasil,” katanya.

Solusi yang ditawarkan startup ini rupanya langsung menarik investor. Baru-baru ini, Durianpay mendapatkan seed funding sebesar US$ 2 juta, atau lebih dari Rp 28 miliar, dipimpin oleh Sequoia Capital. Durianpay juga merupakan bagian dari Surge yang merupakan program akselerator VC ternama, Sequoia Capital.

Turut andil dalam pendanaan ini adalah AC Ventures, Kenangan Fund, serta angel investor terkemuka lainnya. Jajaran angel investor tersebut, di antaranya Ankiti Bose (Zilingo), Ankit Jain, Harshet Lunani (Qoala), Joe Wadakethalakal (ex-Brilio), Reynold Wijaya (Modalku), Sai Srinivas (MPL), dan Tanay Tayal (Moonfrog).

Pencapaian Durianpay juga terbilang cukup pesat. Pengguna Durianpay hingga saat ini meliputi Ruangguru, Kopi Kenangan, Aplikasi Super, Chilibeli, Shox Rumahan dan masih banyak lagi.

”Durianpay menyasar bisnis besar hingga kecil sebagai klien atau konsumennya, berhubung solusi yang ditawarkan dapat diterapkan di segala macam dan tingkatan bisnis,” ujar Natasha.

Dia juga menyebut nilai transaksi Durianpay bervariasi, dari Rp 10.000 hingga Rp 2.000.000 atau lebih. “Variasi dari nominal transaksi ini dikarenakan kami melayani berbagai jenis merchant dan menawarkan berbagai macam solusi untuk merchant dari penerimaan pembayaran via e-wallet, bank transfer hingga kartu kredit,” ucapnya lagi.

Meski demikian, Natasha mengakui Durianpay tidak luput dari tantangan. Dia mengatakan, isu dan tantangan yang dihadapi banyak berhubungan dengan dinamika pasar, situasi COVID-19 yang melumpuhkan banyak usaha dan keterbatasan mobilitas dikarenakan lockdown.

“Di saat yang sama, banyak usaha-usaha yang ingin go online sehingga hambatan-hambatan yang ada dapat dijadikan sebagai kesempatan ekspansi bisnis di segmen-segmen yang sebelumnya belum terjamah,” ujar Natasha.

Di sisi lain, sebagai perempuan dia juga menyadari masih ada stigma dan harapan masyarakat tentang perempuan pada umumnya. “Stigma dan harapan masyarakat ini, saya yakin berdampak langsung pada tidak cukup banyaknya pengusaha perempuan di luar sana,” ujarnya.

Meski demikian Natasha merasa diberkati dengan lingkaran dalam yang sangat mendukung, mentor, jaringan bisnis, akses pasar, dan faktor lainnya. “Tetapi ini semua bukan sesuatu yang diberikan untuk saya tetapi sesuatu yang saya perjuangkan dan usahakan. Untuk alasan inilah saya ingin menggunakan setiap kesempatan untuk memberikan kembali dan membantu perempuan lain untuk menyadari potensi mereka di bidang apa pun yang mereka pilih,” pungkasnya.

 

=====================

Natasha Ardiani

====================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version