youngster.id - Hidup di kota besar seperti Jakarta sudah pasti akan menghadapi beragam masalah perkotaan. Mulai dari kemacetan, kebersihan lingkungan hingga kejahatan. Jika dulu, masalah ini kerap hanya menjadi curahan hati di media sosial masing-masing warga. Kini pelaporan masalah ini bisa lebih terarah.
Ya, kini hadir platform digital yang menjadi sarana bagi warga kota untuk melaporkan masalah perkotaan yang dialami. Pelaporan ini tak semata hanya jadi “sampah” di media sosial, tetapi dapat diteruskan kepada pihak yang berwenang. Aplikasi mobile berbasis media sosial pelaporan ini adalah Qlue.
Aplikasi Qlue ini digagas dan dikembangkan oleh Rama Raditya, yang terinspirasi dari permasalahan di kotanya sendiri.
“Jadi inspirasi saya yang pertama adalah Jakarta. Permasalahan macet, sampah jadi inspirasi saya. Cuma yang dilihat permasalahan yang nggak selesai-selesai. Sampai akhirnya saya buat prediksi dalam waktu 10 tahun ke depan Jakarta ini bisa jadi stagnan. Bayangin! Yang jelas, saya tinggal di Jakarta dan nggak kepingin itu terjadi,” ungkap Rama kepada Youngsters.id.
Berangkat dari keinginan untuk mencari solusi, maka lulusan Strayer University ini pun selama dua tahun menggarap solusi smart city. “Saya dan teman-teman selama dua tahun berinisiatif untuk melihat apa dasar permasalahan kota ini. Akhirnya kami temukan solusinya yakni dengan menggunakan partisipasi publik bersama Jakarta Coment Center. Kami buatkan dua-duanya, yang satunya lapor dan satunya lagi analisa. Ternyata hal itu terbukti efektif untuk menangkap keluhan warga,” ungkap Rama.
Dan pada Desember 2014 lalu, Rama meluncurkan Qlue. Dengan aplikasi ini seluruh laporan warga yang masuk dapat terhubung dengan pemerintah provinsi yang memiliki dashboard Jakarta Smart City, sehingga opini publik pun cepat direspon.
Saat ini Qlue telah memiliki 160 ribu pengguna terdaftar, dengan total persentase keaktifan sebanyak 91% dan 30-34% aktif per harinya. Walaupun setiap harinya bertambah jumlah pengguna hingga 1000 pengunduh, namun Rama menilai bahwa angka tersebut hanya mencapai 3% dari total pengguna ponsel pintar di Jakarta.
Gandeng Ahok
Rama mengakui, mengajak masyarakat Jakarta untuk menggunakan teknologi dalam melakukan pelaporan, bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, ia menggandeng pemerintah DKI Jakarta. Sehingga langkah-langkah penggunaan Qlue dapat cepat diketahui baik kepada pegawai pemerintah, ataupun masyarakat Jakarta.
Menurut Rama, di awal pengembangan Qlue, berkomunikasi dengan pemerintah sangatlah tidak mudah. “Mereka bertele-tele, memiliki birokrasi yang terlalu rumit, dan tidak menyediakan informasi yang jelas akan cara melaporkan suatu hal. Apabila dilaporkan pun kita tidak tahu sudah sampai mana tindak lanjutnya,” ungkap Rama sambil tertawa.
Namun Rama percaya Qlue bisa sangat berguna, karena memang belum ada yang seperti ini sebelumnya. Terbukti, setelah lebih dari enam bulan berusaha menembus pemerintah tanpa jawaban, akhirnya perjuangannya membuahkan hasil.
“Kami bertemu dengan Wakil Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pak Ahok langsung tertarik melihat solusi ini. Beliau mampu melihat visi dari produk kami jauh ke depan untuk Jakarta dan bersedia untuk membantu kami memetakan ibu kota,” kisahnya.
Apalagi akhirnya Pemprov DKI berkomitmen untuk “berubah” dan bekerjasama dengan Qlue. Mereka juga berinvestasi dengan membeli dashboard kami untuk menjadi solusi bagi Jakarta Smart City, di mana data dari Qlue, Waze, Twitter, dan berbagai sumber lainnya dipetakan, kemudian dianalisis. Persis seperti yang dulu kami buat namun saat ini jauh lebih canggih dan terlokalisasi.
“Pak Ahok pun memiliki dasbor Jakarta Smart City. Untuknya dapat melihat pelaporan yang diajukan warga Jakarta melalui Qlue,” jelas Rama lagi.
Kini semua pelaporan yang masuk ke Qlue, akan terbaca oleh 28 dinas atau lembaga terkait, sesuai dengan kategori masing-masing. Setiap dinas memiliki dasbor masing-masing, yang dapat melihat semua pelaporan masuk, untuk segera ditindaklanjuti, beserta notifikasi otomatis yang akan muncul di dasbor mereka.
Pelaporan yang sedang dalam masa penangan, akan berubah warna labelnya, dari merah menjadi kuning, yang dapat dilihat oleh pelapor di dalam Qlue. Apabila laporan tersebut telah diselesaikan, maka akan berubah lagi menjadi hijau. Namun, bila pelaporan tidak ditindaklanjuti, makan pihak terkait akan mendapati notifikasi yang terus-menerus ”˜mendorong”™ untuk segera mengatasi laporan tersebut.
“Tentu saja pihak terkait harus memberikan bukti penindaklanjutan dengan menggunggah fotonya ke Qlue. Sehingga pelapor juga dapat melihat langsung bahwa laporan yang ia sampaikan telah ditangani,” tutur Rama.
Terkadang terjadi perdebatan saat pertemuan antara Qlue dan pemerintah terkait, seperti pemerintah pusat DKI Jakarta, dinas, atau lurah. Pasalnya, mereka kerap mendapati laporan yang semestinya bukan ditujukan kepada mereka. Namun Rama menyampaikan, hal tersebut dapat dengan mudah diatasi, yakni dengan melakukan disposisi kepada pihak yang berkewajiban untuk menanganinya. Begitu pula yang terjadi pada pelaporan yang ditujukan pada perusahaan swasta, seperti perbankan, fasilitas umum, atau institusi pendidikan.
Selain itu, Rama juga memanfaatkan call center untuk meneruskan pelaporan yang masuk ke Qlue. Beberapa pengaduan yang sering ia dapatkan, antara lain antrean yang panjang, lokasi yang kotor, pelayanan yang tidak memuaskan, dan sebagainya. “Memang pihak yang diadu sering mengeluhkan pelaporan yang masuk. Tapi inilah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah kebaikan,” kata Rama.
Kebetulan
Kerjasama dengan pihak pemerintah membuat banyak yang mengira Qlue ini milik Pemprov DKI. Sampai akhinya layanan ini semaki dikenal luas. Dan ini dinilai Rama sebagai tantangan. “Kesulitan nomor satu dari Qlue adalah bagaimana kita bisa membuat jaringan ini ke kota-kota lain. Karena itu kami mengedepankan produk yang memang bermanfaat baik bagi pemerintah atau pihak swasta. Nah, dengan adanya itu mereka melihat sebagai opportunity untuk menggunakan Qlue,” ungkap Rama.
Saat ini, selain Jakarta, aplikasi Qlue sudah dipergunakan oleh pemerintah daerah Bekasi, Depok, Pekanbaru dan Menado. Selain itu, diklaim Rama, sudah ada 50 perusahaan yang ikut bergabung.
“Persaingan nggak ada. Saya malah berharap yang lain yang membuat bisnis semacam ini. Karena saya pikir kalau ada kompetitor malah bagus kan. Dari segi semangat anak-anak semakin innovatif, kreasinya semakin banyak dan kami bisa bisa meliha bagusnya kita di market itu seperti apa. Sayangnya sekarang masih terbang sendiri,” ucap Rama.
Meski belatar pendidikan di bidang IT, Rama mengaku awalnya tidak tertarik membangun bisnis berbasis teknologi. Dia bahkan sekolah bidang teknologi karena “paksaan” dari orang tua. “Bagi saya menjadi teknopreneur itu sebuah kebetulan. Saya sendiri tidak pernah bermimpi untuk memiliki perusahaan teknologi sendiri,” ungkap Rama terus terang.
Kegelisahan dalam diri Rama membuat dia tidak betah bekerja dalam perusahaan. “Saya sebenarnya cukup bandel, jarang masuk kerja tapi banyak berkreasi sendiri, menghayal sendiri dan jualan macam-macam. Akhirnya tempat saya bekerja tidak tahan melihat saya. Saya sendiri mencari mau buat usaha apa, sampai akhirnya saya ingin berkontribusi dalam membuat dunia yang kita tinggali lebih baik dalam segala hidup sehingga kita bisa hidup dengan bahagia,” ungkap Rama sambil tertawa.
Dia memulai bisnis diusia 30 tahun. Namun dia memberanikan diri memulai startup tanpa modal yang besar. “Setiap gagal, saya mencoba lagi. Hingga akhirnya saya mendirikan sebuah startup yang bekerja sama dengan Google dan cukup sukses. Kini, saya fokus pada satu produk saja yaitu Qlue,” kisah Rama lagi.
Dia mengakui usaha ini sudah balik modal. Apalagi pengguna Qlue kini mencapai 300 ribu pengguna setelah satu tahun diluncurkan, dan memiliki 85% pengguna aktif pada aplikasinya. “Melihat itu, bisa menjadi kebanggan saya sendiri bahwa aplikasi ini berguna. Paling tidak berjalan dengan baik. Nah harapan saya hal itu terus berkembang dan angkanya semakin besar dan aplikasinya semakin berguna,” ucap Rama penuh semangat.
Sungguh apa yang diawal dianggap Rama sebuah kebetulan kini membuahkan dampak yang luas. “Saya memiliki impian yang cukup sederhana. Saya ingin membuat gebrakan dengan cara yang positif, yaitu membuat dunia yang kita tinggali menjadi lebih baik. Dan ke depan aplikasi-aplikasi semacam ini bisa semakin berkembang khususnya di Indonesia. Karena siapa sih, yang nggak butuh tempat tinggalnya jadi lebih bagus?” pungkasnya.
=================================
Rama Raditya
- Tempat Tanggal Lahir:Â Jakarta 30 Oktober 1983
- Pendidikan Terakhir : Master of Science Strayer University AS
- Nama usaha : PT Qlue Performa Indonesia
- Mulai Usaha : Maret 2013
- Produk : Aplikasi Qlue
- User/Klien : Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi, Depok, Pekanbaru, dan Menado
- Modal : Ratusan juta Rupiah. Sudah balik modal pada tahun pertama
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post