youngster.id - Teknologi telah menyumbang banyak solusi di berbagai bidang, termasuk dunia pendidikan. Bahkan belakangan ini banyak startup mengedepankan edutech sebagai bisnis yang menarik untuk digarap. Solusi digital yang ditawarkan juga beragam termasuk solusi digitalisasi lingkungan sekolah.
Ya, dunia pendidikan tak meluluh tentang ilmu pengetahuan. Di dalamnya juga ada pengelolaan yang melibatkan stakeholder pendidikan. Berangkat dari hal itu, PT Sumber Kreatif Indonesia menghadirkan aplikasi Gredu, yang menawarkan solusi digitalisasi sekolah dengan membangun sistem manajemen terpusat yang didukung dengan aplikasi yang terpisah untuk guru, orang tua dan murid.
Startup besutan anak negeri satu ini menyajikan layanan berbasis SaaS untuk digitalisasi sistem informasi di sekolah. Layanan yang disajikan cukup variatif, mulai dari penjadwalan, presensi, pembuatan rencana pembelajaran hingga platform evaluasi belajar.
“Gredu adalah solusi untuk digitalisasi sekolah. Kami mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang timbul untuk para pemegang peran di sekolah seperti guru, orang tua maupun murid dan mencoba memberikan platform sesuai kebutuhan masing-masing peran tersebut,” kata Ricky Putra, Co-founder dan CMO Gredu kepada youngster.id saat ditemui belum lama ini di Jakarta.
Menurut Ricky, kekhawatir terhadap dunia pendidikan di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Gredu didirikan. “Saat ini penyerapan teknologi yang sudah tinggi, tetapi kami melihat kegiatan di sekolah masih sama seperti 50-100 tahun yang lalu dan tidak ada perubahan sama sekali. Dengan teknologi, ruang kelas harusnya tidak berhenti saat bel pulang sekolah,” keluhnya.
Startup edutech yang berdiri sejak 2016 ini memiliki model bisnis B2B. Menurut mereka, dengan langkah ini mreka dapat mendorong proses digitalisasi di lingkungan sekolah. “Kami menyadari bahwa ada beberapa tipe pengguna di dalam lingkungan sekolah, dan masing-masing pengguna mempunyai kebutuhan yang berbeda. Oleh sebab itu, kami menghadirkan masing-masing platform sesuai dengan persona tadi. Fitur dan informasi juga sudah disesuaikan agar semua aktifitas bisa benar-benar terukur dengan baik,” ungkap lelaki kelahiran Jakarta, 21 Januari 1986.
Potensi startup edutech ini membuat Gredu langsung memperoleh pendanaan putaran Pra-Sesi A di awal tahun ini dari Vertex Venture. Sebelumnya mereka telah telah memperoleh pendanaan awal dari angel investor dan Global Wakaf Corporation.
Untuk target realistis tahun 2020, mereka ingin bisa melakukan ekspansi ke kota-kota baru di Indonesia dan merangkul hingga 600 sekolah. Dari sisi produk, akan segera diluncurkan beberapa fitur baru sesuai dengan perkembangan kurikulum dan sistem pendidikan yang ada saat ini.
Proses Panjang
Gredu didirikan oleh Mohammad Fachri, Rizky Anies dan Ricky Putra pada pertengahan tahun 2016. Ricky mengungkapkan, Gredu dimulai dari kegelisahan para founder tentang minimnya penyerapan teknologi terhadap sistem edukasi yang sedang berjalan. Selain itu, peran guru yang seharusnya mengajar, telah disibukkan oleh pengisian data daripada pengolahan data.
Dengan menggunakan aplikasi digital, seharusnya guru dapat lebih fokus di penyampaian materi, evaluasi dan pembangunan karakter. Namun tidak mudah untuk mewujudkan platform ini. “Kami melakukan on ground research sepanjang tahun 2017, development pun baru dimulai di tahun 2018. Tahun 2019 kami manfaatkan untuk A/B testing, soft launch, dan feature improvement. Sementara, kami melakukan riset kurang lebih satu setengah tahun sebelum mulai product development di tahun 2018. Baru pada awal tahun 2020 kami memperkenalkan Gredu ke masyarakat,” jelas Ricky.
Sebelumnya. Ricky sempat berkecimpung di dunia periklanan selama 10 tahun. Meski demikian, dia dan kedua rekannya tetap mengejar impian untuk mengembangkan Gredu. “Di sela-sela kesibukan, kami tetap fokus mengembangkan solusi di dunia pendidikan yang hasilnya dapat dinikmati anak cucu kami kelak,” ucap Ricky.
Untuk modal Ricky enggan mengungkapkan. “Pada saat berdiri di awal, modal kami tidak besar. Karena semua masih kami lakukan sendiri, bagi tugas antar founder. Kami melakukan bootstraping selama kurang lebih 1,5 tahun sebelum akhirnya mendapat pendanaan awal dari seorang angel investor,” terangnya.
Paket produk Gredu terdiri dari 4 kategori, yakni School Management System, Learning Management System, Literacy dan Full Version. Masing-masing dapat dilanggan terpisah sesuai kebutuhan.
Dia menjelaskan, untuk media akses, saat ini Gredu menyediakan aplikasi berbeda yang dapat digunakan oleh guru, orang tua dan murid. Dari sudut pandang murid, melalui aplikasi mereka dapat mengakses berbagai sumber daya pembelajaran dan masukan personal yang diberikan guru. Misalnya jadwal dan materi belajar yang disiapkan sesuai kurikulum.
Sementara di aplikasi guru, dapat membuat soal uji kompetensi, melakukan analisis perkembangan dan memberikan umpan balik untuk setiap perkembangan murid. Sementara di aplikasi orang tua, ada dasbor khusus dengan fitur analisis hasil belajar putra-putrinya.
“Tidak hanya itu, tersedia juga platform untuk sekolah dimana proses administrasi sekarang bisa melalui platform Gredu,” imbuh Ricky.
Aplikasi berbasis edutech besutan anak negeri diklaim mempermudah orang tua dapat dengan mudah mengikuti perkembangan anaknya tanpa harus datang ke sekolah.
“Manfaat yang bisa dirasakan di antaranya dan yang terpenting, orang tua sekarang dapat mengikuti perkembangan anaknya tanpa harus ke sekolah. Flow of information juga sudah kami atur agar dengan effort yang kecil, orang tua tetap dapat terekspos tentang aktivitas anak mereka disekolah. Ini manfaat bagi orang tua dengan hadirnya Gredu,” kata Ricky.
Diakui Ricky, tentu awalnya tidak mudah dalam memperkenalkan Gredu ini. “Tantangan di awal adalah saat kami baru mulai, masih banyak guru dan sekolah yang takut akan perubahan dan lebih memilih cara yang konvensional. Perlahan kami mulai mengubah cara pandang itu. Tantangan berikutnya adalah keterbatasan akses internet di beberapa kota. Saya harap ke depannya kami juga bisa membantu untuk memberikan solusi terkait masalah ini,” tuturnya.
Lebih jauh, Ricky mengatakan untuk model bisnis yang dijalankan Gredu selama ini dengan model bisnis dalam bentuk subscription model atau berlangganan. Cara kerja yang diterapkan selama ini tentunya dapat membantu para penggunanya kapanpun platform ini diperlukan.
“Gredu saat ini telah bekerja sama dengan 200 sekolah yang terletak di Jakarta, Dharmasraya, Tangerang dan Bangka Belitung. Sedangkan pengguna aktif kami masih di angka 70-80% dari total user. Kami berharap bisa menaikkan angka tersebut di semester berikut,” imbuh Ricky.
Target Realistis
Peluang edutech di masa depan sangatlah besar. Oleh karena itu, Gredu membidik segmen dari TK hingga universitas. Mereka juga sedang mengembangkan kurikulum internasional dan pesantren.
“Untuk target realistis tahun 2020, kami ingin bisa melakukan ekspansi ke kota-kota baru di Indonesia dan merangkul hingga 600 sekolah. Dari sisi produk, akan segera diluncurkan beberapa fitur baru sesuai dengan perkembangan kurikulum dan sistem pendidikan yang ada saat ini,” kata Ricky.
Ricky mengklaim, yang membedakan Gredu dengan startup edutech lain adalah layanan yang tersedia cukup lengkap. Mulai dari PPDB, School Management System, Learning Management System, e-Library, dan Payment Service untuk pembayaran uang sekolah. “Kami juga menyediakan online test untuk keperluan UMBK dan juga pengumpulan tugas yang dapat dilakukan murid melalui smartphone mereka,” kata lelaki lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan.
Sementara terkait produk beberapa fiutr yang ada di Gredu didalam platform edutech ini tentunya telah disesuaikan dengan kurikulum yang selama ini berlaku.
“Fitur yang bisa dinikmati mulai dari fitur pembelajaran yang sudah disesuaikan dengan kurikulum 2013, online test, absensi, PPDB, sistem administrasi sekolah, dashboard yayasan, eLibrary, dan masih banyak lagi,” terang Ricky.
Selain itu, dalam perjalanan bisnisnya, Gredu memonetisasi bisnis dalam bentuk subcription model. Menurut Ricky, nantinya biaya ditagihkan kepada pihak sekolah. Biaya itu, sudah mencakup untuk penggunaan semua platform, biaya server, training, dan juga tech support.
“Monetisasi kami sifatnya masih dengan subscription model. Yang jelas, saat ini target kami adalah Gredu bisa memberikan kontribusi terhadap pendidikan di Indonesia. Kami berharap dengan semua kelengkapan fitur yang kami miliki, pihak sekolah, orang tua, maupun murid dapat merangkul teknologi dan bisa menjadi lebih baik dengan teknologi,” papar Ricky.
Selain itu, mereka juga berharap dapat berkolaborasi dengan para “pemain” edutech lain. “Mungkin ini terdengar klise, tapi kami tidak melihat rekan kami di sesama edutech sebagai pesaing. Karena kami percaya beban pendidikan di Indonesia itu tidak bisa dipikul hanya oleh satu atau dua golongan. Kami merasa lebih pantas untuk bersinergi dengan semua dan bersaing dengan edutech internasional” ucapnya sambil tertawa.
“Kami sangat bersyukur dengan banyaknya rekan edutech yang bermunculan, karena Gredu selalu berpikir bahwa beban kemajuan pendidikan tidak akan bisa dipikul hanya oleh satu atau dua pihak. Gredu berharap ke depannya dapat berkolaborasi dengan para rekan di edutech dan pemerintah demi kemajuan bangsa,” pungkasnya.
========================
Ricky Putra
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Januari 1986
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Ekonomi, Universitas Pelita Harapan
- Usaha yang dikembangkan : Melakukan digitalisasi sistem informasi di sekolah berbasis SaaS
- Mulai usaha : Tahun 2016
- Nama Perusahaan : PT Sumber Kreatif Indonesia
- Nama Aplikasi : GREDU
- Jabatan : Co Founder & CMO
- Jumlah Karyawan : 100 orang
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post