youngster.id - Batik Indonesia telah diakui sebagai warisan budaya oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) satu dasarwarsa lalu. Namun produk batik Indonesia masih belum mampu bersaing di kancah dunia. Untunglah mulai banyak anak muda yang terjun sebagai desainer batik dan membawa karya ini mendunia.
Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa nilai perdagangan produk pakaian jadi dunia mencapai US$ 442 miliar (2018). Hal ini menjadi peluang besar bagi industri fesyen nasional. Apalagi industri ini memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional dan telah memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 3,76%.
Dan batik merupakan salah satu pendukung industri fesyen nasional. Menariknya lagi industri batik didominasi industri kecil menengah (IKM) yang tersebar di 101 sentra di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan D.I Yogyakarta.
Kekuatan budaya yang terkandung pada kain batik mampu meningkatkan nilai tambah produk fesyen sehingga sangat berperan penting bagi perekonomian nasional. Kemenperin mencatat nilai ekspor batik dan produk batik sampai pada 2017 mencapai US$ 58,5 juta dengan pasar utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Meski demikian, butuh sentuhan desainer untuk dapat meningkatkan nilai ekonomi produk yang dihasilkan oleh para pengrajin batik sehingga mampu diterima pasar internasional. Paduan etnik lokal pada produk fesyen menjadi salah satu identitas fesyen Indonesia.
Hal ini telah dibuktikan oleh Amanda Hartanto desainer sekaligus pemilik brand Amanda Hartanto Batik. Busana rancangannya telah go international terutama di pasar Malaysia dan Singapura.
“Bisnis batik sangat menjanjikan, apalagi sudah menjadi tugas kita untuk melestarikan budaya batik. Agar bisa diterima secara luas, terutama di pasar internasional maka kita harus bisa mengolah dan berkreasi tanpa batasan,” ungkap Amanda saat ditemui youngster.id baru-baru ini di Jakarta.
Produk dari Amanda terbilang unik, karena memadukan batik tulis yang klasik dengan potongan yang modern. “Baju rancangan aku bisa dipakai di beberapa occation. Bisa untuk acara formal, santai atau sekadar hang out dengan teman, tinggal menyesuaikan dengan aksesori saja,” ucapnya.
Rancangan Amanda memang terlihat sangat modern dan tidak biasa. Misalnya koleksi Kedaton yang menggunakan warna klasik batik yaitu cokelat dan warna bumi lainnya yang didesain dengan model geometris. Selain itu rancang busana dari Amanda terlihat tabrak motif. Misalnya garis dipadu dengan motif anyaman, zig zag dengan segitiga, gambar daun dengan bambu dan lain sebagainya. Busananya juga kaya dengan detail seperti pleats, drapery atau pita yang memberi aksen kontemporer.
“Saya terus eksplorasi batik dengan menggabungkan teknik modern dalam mendesain tekstil dengan elemen batik tulis,” ujarnya.
Proses Panjang
Amanda tak hanya mendesain gaun batik tapi juga fokus mendesain sendiri kain batiknya. Di tangannya batik bisa tampil klasik elegan walaupun tetap ada twist khusus yang terlihat sebagai signature Amanda Hartanto.
Menjadi desainer dan pengusaha fesyen batik bagi Amanda melalui proses yang panjang. Perempuan kelahiran Bandung ini sebelumnya mengenyam pendidikan S1 di jurusan kriya tekstil Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Belajar tentang teknik batik itu ketika saya membuat tugas akhir S1 di tahun 2008. Ketika itu saya fokus pada Eksplorasi Teknik Batik. Dari situ saya mulai belajar tentang teknik batik dan kemudian jadi suka banget sama batik,” ungkapnya.
Sesudah itu Amanda sempat bekerja untuk Batik Parang Kencana sebagai desainer tekstil tahun 2008-2010. Dia juga sempat bekerja di perusahaan media, sampai kemudian dia mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi pasca sarjana di Thailand. Rupanya, di negeri gajah putih itu, dia kembali menggali tentang desain batik.
“Saat mengambil S2 saya mengambil jurusan fashion branding berbasis batik. Itu memantapkan langkah saya untuk berbinis fashion. Ternyata apa yang saya buat dan pameran peminatnya banyak. Dari sana saya semakin jatuh hati pada batik dan mulai bisnis ini,” kisahnya.
Pada tahun 2012 dia mulai berani menghadirkan desain dengan label namanya sendiri. Desainnya ketika itu eksklusif dengan menggabungkan teknik tekstil modern dengan elemen batik tulis.
“Saya mendesain kain batik lebih ke etnik, chic, dan unik. Kain batiknya sendiri saya membuat desain yang bisa dipakai sehari-hari oleh semua kalangan untuk semua ocassion. Motif kain batik saya sendiri dibuat dari canting, malam, dan cap tembaga,” kata desainer yang menjadikan rumahnya di Palmerah sebagai butik.
Dalam membuat suatu desain batik, Amanda mengatakan prosesnya cukup panjang. “Dari batik tulis saya buat dulu desainnya yang kecil di kertas sama persis dengan kain 2×1 pakai pensil lalu dicanting memakai malam itu yang batik tulis, lalu proses pewarnaan ada celup, di-air brush, ada yang dicolet. Saya juga sering mencampur tekniknya,” tuturnya.
Amanda senang karena berbagai desain batiknya bisa diterima pecinta batik. Apalagi rentang harga dari produknya cukup dari Rp 1 juta – 1,5 juta per piece. Salah satu karyanya yang pernah menarik hati pembeli adalah sebuah blazer batik yang dalam satu bulan bisa terjual 200 pieces.
Namun tak ada bisnis yang terus berjalan mulus. Istri dari Laurentius Ferdy Christian ini mengaku pernah mengalami kebangkrutan akibat ditipu oleh rekan yang merupakan teman dekatnya sendiri.
“Uang saya dibawa kabur hampir Rp 100 juta. Jadi pada saat itu saya lagi hamil tapi preeklampsia, jadi sakit-sakitan. Saya jadi kurang kontrol pada usaha. Semua uang tidak ada sisa sama sekali, tertinggal barang saja,” kisahnya.
Amanda sempat terpuruk. Namun dukungan dari keluarga membuat dia bisa bangkit kembali meski sempat vakum. Selain itu kecintaannya pada batik menjadi penyemangatnya. “Saya sangat mencintai batik dan masih banyak hal dalam batik yang belum saya gali lebih dalam,” ujarnya.
Membaca Pasar
Pada tahun 2017 Amanda mulai kembali membangun bisnisnya. Menurut dia, kepercayaan dari para pelanggan turut mendukung kembalinya dia bisa berbisnis. “Saya mencoba mulai dari awal lagi, pinjam modal lagi, dan mencari rekan desainer lagi,” ungkapnya.
Semua produk dia pasarkan melalui akun media sosial Instagram. Amanda juga rajin ikut dalam pameran berskala nasional dan internasional. Dari sana, Amanda belajar membaca keinginan pasar termasuk pasar internasional. “Hal yang paling menantang adalah bagaimana merancang kain batik yang unik dan bagus agar orang tertarik mau memakainya. Keunikan itu yang buat orang datang mencari produk kita. Pikiran orang menjadi terbuka dan tak menganggap batik itu kuno,” ucap Amanda lagi.
Menurut Amanda, untuk pasar Malaysia yang mayoritas masyarakat muslim, maka busana yang dia hadirkan cenderung bisa digunakan oleh para perempuan berhijab. “Kalau di Malaysia lebih banyak outer. Sedangkan di Singapura mereka lebih suka yang model terbuka atau pakaian kutung tangan pendek,” ungkap Amanda.
Ternyata pelanggannya juga sudah datang dari Thailand, Vietnam, Jepang hingga Belanda. Menurut Amanda para pelanggan itu memesan langsung melalui akun Instagram @amandahartantobatik.
Pada 2014 dia mencoba memperluas bisnisnya dengan membuat akun Instagram dan merilis koleksi ready to wear. Koleksi ini tetap mengedepankan desain yang unik dan kaya ragam. Bagi dia, hal ini akan mendorong masyarakat untuk terus mencintai batik.
“Jangan malu untuk memakai batik, karena batik itu adalah warisan yang indah dan harus dilestarikan. Pakailah batik cap dan batik tulis Indonesia karena itu adalah batik yang sesungguhnya,” katanya.
Kini Amanda ingin terus mengembangkan bisnisnya lebih luas lagi. Bukan semata karena nilai bisnis tetapi ada idealisme. “Saya ingin membuat karya yang dicintai dan disukai masyarakat serta membawa harum nama bangsa Indonesia sampai ke mancanegara,” pungkasnya.
====================
Amanda Mayangsari Hartanto
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 18 Juli 1987
- Pendidikan Terakhir : Master of Arts Kasetsaart University Bangkok, Thailand
- Usaha yang dikembangkan : desainer busana batik
- Nama Brand : Amanda Hartanto Batik
- Jabatan : Founder & Designer
- Mulai Usaha : Juni 2011
===================
STEVY WIDIA
Discussion about this post