Anthony Tandiyono : Jadi Desainer itu Menjadi Diri Sendiri

Anthony Tandiyono, di antara para model dan hasil rancangannya (Foto: dok. AT/Youngsters.id)

youngster.id - Industri fashion dan kreasi desain adalah salah satu industri kreatif yang paling berkembang saat ini. Seiring dengan semakin beragam produk fashion, bermunculan juga sejumlah perancang muda berbakat. Mereka tidak saja mampu menggerakkan dunia mode Tanah Air, juga menghidupkan roda perekonomian.

Pemerintah mengakui industri fashion mampu menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar RP 181 triliun dan menyerap 3,8 juta tenaga kerja di tahun 2015. Karena itu, kegiatan ini didorong untuk terus ditingkatkan.

Di sisi lain para penggiat industri ini bisa dibilang adalah pekerja kreatif mandiri. Kebanyakan dari mereka berangkat dari passion yang kuat terhadap fashion stylish. Bahkan, meski lingkungan tidak mendukung mereka tetap berusaha dan melakukan terobosan.

Seperti yang dilakukan desainer muda berbakat Anthony Tandiyono. Dia membangun usaha fashion dengan label AT pada tahun 2014. “Passion saya memang di fahion design. Dan jadi desainer itu tidak mudah, banyak jatuh bangun, perjuangan dan pembelajaran. Tetapi dengan jadi desainer, saya jadi diri sendiri,” kata Anthony kepada Youngsters.ID.

Meski terbilang baru, namun karya busana Ready-to-Wear AT sudah dilirik para pecinta fashion Tanah Air dan manca Negara.  “Desain kami selalu menampilkan imanjinasi dan inovasi tetapi tetap nyaman dikenakan. Kami paham kalau klien ingin mengenakan busana yang efisien, pas dengan bentuk tubuh dan sesuai karakter dan gaya hidup mereka sendiri,” ungkapnya.

Ciri khas AT adalah gaya romantic, chic dan fashionable.  Mode yang dia pilih juga memancarkan  semangat kebebasan, muda, dan modern. Tak hanya itu, ukuran busananya tidak generik S, M, L, XL seperti ukuran kebanyakan. Tetapi menyesuaikan dengan bentuk tubuh dari pemesan atau pelanggannya.

“Saya percaya setiap wanita itu spesial karena itu ukuran basic di kami itu berdasarkan referensi dari pelanggan. Saya akan lebih bahagia jika setiap item dari produk AT pas di badan dengan tepat,” tegasnya.

Produk fashion dengan brand AT ini sudah mulai hadir di sejumlah pusat perbelanjaan terkemuka di Jakarta.

 

Terinspirasi Sailor Moon

Ketertarikan Anthony pada baju-baju cantik itu dimulai sejak kecil. Maklum sejak kecil dia dikelilingi ibu dan ketiga kakak perempuan yang suka tampil gaya. Kecantikan di sekelilingnya awalnya dituangkan Anthony pada gambar-gambar sketsa. Awalnya sketsa busana untuk Sailor Moon, tokoh animasi favorit. “Gaya Sailor Moon itulah yang menginspirasi saya untuk jadi perancang busana,” ungkap Anthony.

Namun pemuda kelahiran 1 September 1988 sempat berniat untuk menjadi pelukis. Beberapa karya sketas lukisan masih disimpannya hingga kini. Meski niat itu urung terlaksana. “Saya kemudian melihat kenyataan kalau jadi seniman memang bukan jalan saya. Saya realistis saja, lagi pula passion saya memang ke fashion yang stylish,” ungkap Anthony.

Ketertarikan itu semakin kuat ketika Anthony diajari menjahit oleh salah seorang guru SMP di Australia. Rupanya sang ibu guru melihat bakat dan kemampuan Anthony lalu menyalurkannya itu sebagai hobi. Dari menjahit yang lurus saja, kata Anthony, sampai dia bisa membuat gaun. Karya perdana itu diberikan untuk sang kakak yang menemaninya bersekolah di Australia. “Saat itu saya berhasil menjahitkan prom dress bagi kakak perempuan saya. Dia bahagia, saya apalagi lebih dari itu,” kata Anthony sambil tertawa.

Semenjak itu dia yakin bahwa fashion design adalah tujuan hidupnya. Karena itu lulus SMA di Melbourne Grammer Boys School diam-diam Anthony mendaftar di Royal Melbourne Institute of Technology salah satu universitas terkemuka di Australia yang memiliki jurusan Fashion Design.

Kenapa bukan Paris, London atau New York? “Bagi saya menjadi desainer itu bukan karena tempat dimana dia bersekolah, tetapi karena passion dia memang jadi desainer,” ucapnya.

Dia juga melihat perkembangan mode di Australia sedang berkembang. Apalagi kampus yang dia pilih termasuk unggulan terutama terkait dengan teknik desain. “Saya di sini ingin menantang diri sendiri,” ujarnya.

Keputusan itu sempat ditentang oleh orang tuanya. Mereka ingin putra satu-satunya melanjutkan kuliah bisnis atau arsitektur. Namun Anthony berhasil meyakinkan mereka bahwa pilihannya memang tepat. “Awalnya mereka kurang mendukung. Mereka khawatir fashion itu hidupnya hura-hura dan tidak jelas masa depannya. Tetapi melihat keseriusan saya, akhirnya mereka merestui juga,” kenang Anthony.

 

Magang Jadi Tukang

Keseriusan itu ditunjukkan dengan kerja keras. Pada tahun ke empat di bangku kuliah, Anthony memutuskan untuk magang di Mariana Hardwick, salah satu bridal couture house terkemuka di Melbourne. “Saya haus dan lapar untuk mempraktekan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah sesegera mungkin,” ungkapnya.

Anthony magang sebagai “tukang” pasang payet di divisi aksesori desainer Mariana Hardwick. Setahun kemudian ia menjadi pembuat pola di bridal yang sama.  “Di situ saya belajar bahwa tidak ada posisi yang lebih penting atau lebih hebat dalam dunia fashion. Semua sama pentingnya mulai dari pemasang payet, pembuat pola, hingga fashion desainer itu adalah bagian yang membangun rancangan busana yang utuh,” papar Anthony.

Dengan jadi anak magang, kata Anthony, dia mendapat banyak sekali pelajaran tentang dunia fashion desain mulai dari pasang payet, menjahit, buat desain hingga cara penjualan. Apalagi dua tahun kemudian dia diterima bekerja sebagai fabric cutter alias tukang gunting di perusahan fashion Forever New. Di sini dia belajar bagaimana cara kerja pabrik fashion dalam produksi masal. “Saya jadi paham sisi produksi, bagaimana membuat label dan berbagai ilmu yang tidak saya dapat dalam pendidikan formal di kampus,” ujar Anthony.

Ilmu itu yang kemudian dia pakai membangun impian mempunyai rumah mode dan label fashion sendiri di Tanah Air. Pada tahun 2014 Anthony pun pulang. “Saya melihat dunia mode di Indonesia, terutama di Jakarta masih berkembang. Peluang masih besar dan saya ingin menangkap peluang itu untuk mendirikan brand fashion dan label saya sendiri,” papar pengagum disainer Biyan dan Toton itu.

 

Anthony Tandiyono
Anthony Tandiyono di antara para model dan rancangannya (Foto: dok. AT/Youngsters.id)

Kesulitan dan Masalah

Berbekal tabungan dari bekerja magang dan freelance desainer aksesori Anthony memulai butik di garasi rumah orang tuanya. Menurut dia saat itu dia memulai dengan modal sekitar Rp 80 juta.

Kesulitan awal adalah membangun kembali jaringan relasi. Pasalnya, Anthony sudah cukup lama meninggalkan Jakarta. Meski demikian, dia tidak menyerah. Kakak dan ibunya adalah pelanggan pertamanya. Dari sana karya dia mulai dikenal orang.

“Saya tadinya mulai promosi dari mulut ke mulut saja,” ujarnya. Dia juga menetapkan harga yang menarik mulai dari Rp 700 ribu hingga lebih dari Rp 3 juta per piece. Langkah itu membuahkan hasil, pesanan pun berdatangan.

Masalah baru muncul. Dengan makin banyak pesanan Anthony harus punya pekerja. Dan ternyata itu bukan hal yang mudah. Mulai dari memasang iklan lowongan di koran hingga hunting ke sekolah kejuruan, tapi tak mendapatkan karyawan. Kebanyakan, kata Anthony, maunya kerja lepas dengan membawa pulang jahitan. Sementara, karya Anthony butuh detail dan pengerjaan yang teliti.

Akhirnya dia memutuskan sementara bersolo karier dulu. “Awalnya saya solo karier. Semua saya kerjakan sendiri. Mulai dari membuat pola, memotong, menjahit hingga finishing,” akunya.  Aksi itu dilakukan beberapa bulan di awal usahanya. Sampai akhirnya karena butuh, dia pun mendatangi sebuah SMK untuk menawarkan program magang. Usahanya berhasil. Dia tak hanya mendapat anak-anak siswa yang mau belajar magang, tetapi juga pekerja tetap.

“Bisa dibilang saya mendapat pekerja yang ‘mentah’. Tetapi masih bisa dibentuk dan diajari, dan itu jauh lebih baik. Dan saya menerapkan seperti yang pernah saya dapat saat magang, yakni para pekerja saya mendapat perlakuan dan penghargaan yang sama,” ungkap Anthony.

Berawal dari 2 orang pekerja, kini sudah menjadi 8 karyawan tetap yang memproduksi busana rata-rata 5-7 pieces per bulan.

Dari itu Anthony berani melangkah meluncurkan label AnthonyTandiyono (AT) dengan produk ready to wear.  Produknya sudah ditampilkan di sejumlah fashion show, di antaranya Fashion First 2014, dan Fashion Nation 2016. Dia juga sedang berencana untuk menggelar peragaan koleksi AT di akhir tahun 2016. Dan mempersiapkan meluncurkan produk untuk pria dan aksesori.

“Saya ingin terus berkarya untuk memperkaya khasanah dunia mode di Indonesia. Sehingga suatu hari nanti orang akan bangga mengenakan busana karya saya sebagai karya fashion desain  Indonesia,” pungkas Anthony penuh harap.

 

================================

Anthony Tandiyono

 

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 1 September 1988

Pendidikan : Royal Melbourne Institute of Technologi (RMIT)

Brand : AT (Anthony Tandiyono)

Produk : Wedding Gown, Ready to Wear for Women

Fashion Show :

===========================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version