youngster.id - Ada banyak hal di dunia ini yang bisa bikin kita penasaran. Misalnya mengapa manusia bermimpi? Atau mengapa Jakarta macet? Jawaban atas pertanyaan ini ternyata bisa dikemas dengan kreatif dan ditampilkan dengan cara yang menyenangkan.
Ya, media sosial dan jejaring YouTube belakangan ini diramaikan dengan beredarnya video motion graphic yang berisi konten edukasi. Menariknya konten video ilmu pengetahuan ini dikemas dengan menarik, lucu dan menggunakan bahasa yang simpel dan mudah dimengerti khalayak umum. Konten video kreatif itu dapat ditemukan di kanal YouTube bernama “Kok Bisa?”
Kanal edukasi Kok Bisa? ini merupakan karya kreatif dan inovatif Ketut Yoga Yudhistira, dan dua koleganya: Gerald Sebastian dan Alvin Dwi Saputra.
“Adanya tayangan Kok Bisa? di channel YouTube ini berawal karena keresahan. Resahnya itu saat kami menyalakan TV, tayangannya itu lagi – itu lagi. Episode demi episode dan nggak kelar-kelar. Belum lagi fantasi-fantasi yang nggak masuk akal dan jalan cerita yang kurang edukatif. Nggak heran kalau akhirnya banyak penonton TV pindah ke Youtube, apalagi anak-anak muda kayak kita,” ungkap Ketut Yoga Yudhistira, Founder Kok Bisa? Kepada Youngsters.id.
Keresahan terhadap tayangan yang kurang edukatif ini mulai dirasakan Ketut pada 2015, tepat saat ia dan kedua temannya itu berada di semester akhir kuliah di Universitas Indonesia. Keresahan itu juga muncul atas ketakutan mereka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan generasi mendatang.
“Mungkin karena kita anak komunikasi jadi kita tahu sebaiknya seperti apa. Dan karena media-media itu bisa ditonton di seluruh Indonesia. Kalau media ngasih yang itu-itu melulu, yaudah generasi kita jadi gitu-gitu doang,” ungkap Ketut.
Bagi lulusan Ilmu Komunikasi Prodi Jurnalistik di Universitas Indonesia ini, ketakutan dan keresahannya semakin kuat karena hampir semua orang dari anak kecil sampai dewasa punya smartphone yang memungkinkan mereka membuka Youtube. “Sayang aja kalau ternyata yang ditonton mereka bukanlah tayangan yang mendidik dan memperkaya ilmu pengetahuan,” ucapnya.
Bertolak dari pemikiran dan keresahan tersebut, Ketut dan kedua sabahatnya ini mulai membuat video dengan topik ilmu pengetahuan popular (popular science). “Dari tayangan konten edukasi ini, harapannya cita-cita anak muda di Indonesia nggak cuma jadi artis, seleb, dan lainnya. Negara kita bisa semaju Swedia, Jerman, Inggris, Prancis, dan lainnya,” tambah lelaki berkulit sawo matang ini bersemangat.
Meski kanal ini dibuat khusus untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, Ketut tahu bahwa kemasannya harus berbeda. Oleh karena itu, mereka memilih konsep video ilustrasi, animasi dan infografis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Ternyata konsep ini tepat. Kini kanal Kok Bisa? telah memperoleh langganan hingga 600 ribu.
Tidak Mudah
Bermodalkan alat rekaman musik yang dimiliki Ketut, ilmu yang diperoleh di bangku kuliah serta belajar otodidak desain dan animasi, jadilah kanal Kok Bisa? Video pertama mereka “Kenapa kita tetap capek meskipun sudah tidur” dibuat pada tanggal 15 Juni 2015.
Menurut Ketut, kesulitan yang paling terasa dalam masa awal pembuatan biasanya adalah mengumpulkan subscriber atau orang-orang yang setia mengikuti tayangan. Saat itu, kata Ketut, mereka hanya memperoleh subscribers 15 orang saja. “Itu pun teman dekat dan keluarga kami,” ujarnya sambil tertawa.
Dia menyadari meski cita-cita menghadirkan tayangan bermuatan positif, ternyata tidak membuat jalan Kok Bisa? mulus. “Awalnya tayangan yang kami buat lebih banyak dislike-nya ketimbang like. Banyak yang komentar tayangan edukasi tidak perlu, belajar itu di sekolah saja. Tapi kami ingin sekali seperti di luar negeri bisa enjoy belajar science. Jadinya kami bikin terus saja,” tambahnya.
Mereka bertiga berbagi peran dalam memproduksi video. Topik yang terpilih, diolah dan diriset oleh Alvin. Acuan riset pun diambil dari konten-konten resmi, seperti jurnal internasional dan buku-buku terkait. Gunanya agar penjelasan dari setiap topik, tetap memiliki nilai fakta dari sumber-sumber terpecaya. Alvin mengolahnya dalam sebuah naskah, yang kemudian dituangkan ke dalam ilustrasi oleh Gerald. Ilustrasi tersebut dijadikan animasi gambar bergerak oleh Yoga, yang juga menjadi pengisi suara di setiap video yang mereka produksi.
“Kami berdiskusi dan melihat isu terkini. Pertanyaan yang banyak dilontarkan penonton di YouTube kami, serta komentar-komentar orang di media sosial adalah sumber utama pemilihan topik,” ungkapnya.
Mereka juga mmemanfaatkan forum online sebagai media memperkenalkan diri ke masyarakat. “Kami perluas menggunakan Kaskus, rata-rata usia 15-20 tahun kan masih baca dari forum itu. Kemudian kami sebarkan juga di semua media sosial. Kami juga pakai Reddit untuk menyebarkan ke luar Indonesia. Rumus kami konsistensi, bukan kuantitas video,” aku Ketut.
Kesulitan lain, lanjut Ketut, adalah saat penyaringan pertanyaan ataupun pembuatan animasi. Bahkan Ketut mengaku pernah membuat 14 video dalam waktu tiga bulan karena tuntutan penonton. Dan hanya mendapatkan penghasilan Rp 14 ribu saja.
Namun itu tidak menyurutkan semangatnya. Apalagi selama pengerjaan, melalui Kok Bisa? banyak hal menarik yang tak disangka-sangka muncul dan memotivasi mereka untuk tetap berkarya.
“Pertanyaannya lucu-lucu, misalnya ada yang nanya kenapa ada orang jahat. Jadi hiburan tersendiri saat sibuk ngerjain deadline. Bahkan kurangnya penghasilan kami malah memunculkan ide untuk membahas ekonomi yang kemudian menjadi video Kok Bisa? Yang booming saat itu,” ucapnya sambil tertawa.
Lahirlah video berjudul “Kenapa Rupiah Melemah?” yang kemudian ditonton lebih dari 500 ribu viewers. Video ini membuat kanal Kok Bisa? menjadi trending topic di sejumlah media, seperti MetroTV, JakTV, serta KompasTV. Bahkan, video mereka sempat diputar di salah satu acara Google Indonesia. Tak hanya itu, mereka bertiga juga sempat diundang untuk membagikan ide kreatif mereka yang disalurkan melalui Kok Bisa? bersama Net TV dan Megapolitan.
Menurut lajang kelahiran Jakarta, 17 Maret 1994 ini video berjudul “Kenapa Rupiah Melemah?” menjadi titik balik Kok Bisa? Pasalnya, penonton video tersebut bukan hanya kalangan anak muda, tapi semua kalangan usia. “Padahal, target market kami utamanya adalah mereka yang berusia 15 hingga 25 tahun. Ini kami dukung dengan penjelasan melalui animasi dan bahasa yang sedikit tidak formal. Tapi ternyata melalui animasi, semua golongan usia bisa menerima konten kami,” ungkap Ketut dengan bangga.
Selain itu, ada juga kejadian menyentuh berkat video tayangan mereka. Seperti ada seorang bapak yang sedang berantem dengan anaknya, terus anak itu diberi video Kok Bisa? yang berjudul “Kenapa kita suka banting barang ketika marah”. Dan, mereka jadi baikan lagi. “Dari situ kami sadar ada manfaatnya juga video-video kami ini buat orang lain,” kisah Ketut.
Mendapat Keuntungan
Kini dari Kok Bisa? Ketut sudah bisa memperoleh pendapatan yang lebih dari cukup. Hal ini juga membuat dia bisa membalikkan kekhawatiran orang tuanya akan profesi yang ditekuninya tersebut.
“Awalnya sulit memang meyakinkan orang tua, tapi aku konsisten terus melakukan ini sampai suatu hari ibu nyerah. Akhirnya sekarang mereka tahu apa yang aku lakukan ini baik. Bahkan, sekarang ibu selalu pakai kaos Kok Bisa? dan jadi alay, promoin anaknya yang bikin konten pendidikan,“ ungkapnya sambil tersenyum.
Meski awalnya sempat tidak menjadikan ini sebagai bisnis, tetapi melihat perkembangan Kok Bisa?, akhirnya Ketut dan rekan-rekannya memutuskan untuk menjadikannya sebagai ladang usaha tetap. “Tak ada niat bagi kami awalnya untuk berbisnis melalui Kok Bisa? Ternyata kami mendapatkan banyak tawaran kolaborasi dalam proyek-proyek video motion graphic. Sebelumnya kami hanya mendapatkan revenue dari monetisasi video YouTube saja,” kata pengagum Bung Hatta itu.
Untuk itu mereka meningkatkan sumber daya manusia dengan merekrut lima orang karyawan tetap dan dua pekerja magang. Selain itu, untuk melindungi karya dan hak cipta, Kok Bisa? bekerjasama dengan Multi-Channel Network (MCN), Layaria, yang telah resmi berafiliasi dengan YouTube.
Ke depannya, Ketut ingin Kok Bisa? terus konsisten memberikan jawaban-jawaban sederhana, melalui video-video dengan 80% konten edukasi dan 20% konten humor, dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di keseharian masyarakat Indonesia. Selain itu, Kok Bisa? siap membantu segala pihak, baik pemerintah maupun korporat, yang ingin membuat konten edukasi sebagai media sosialisasi efektif dan efisien.
Menurut Ketut, harapan terbesar Kok Bisa? adalah untuk menjadi channel YouTube edukasi terbesar di Indonesia, layaknya Minute Physics dan Crash Course. “Untuk terus dapat menjadi hal tersebut, kami akan terus mengembangkan dan mengasah kapasitas kami masing-masing, sebagai penulis naskah, ilustrator, dan animator,” kata Ketut menegaskan.
Dengan mengambil tagline “Jangan pernah berhenti bertanya”, Kok Bisa? diharapkan dapat menjadi media yang tepat untuk mendorong masyarakat Indonesia agar selalu bertanya dan mencari tahu tentang segala sesuatu.
“Kami sadar banget masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dan melakukan pengembangan yang lebih baik lagi, khususnya di bidang edukasi ini,” pungkasnya.
========================================
Ketut Yoga Yudistira
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 17 Maret 1994
- Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Komunikasi Prodi Jurnalistik di Universitas Indonesia
- Jabatan : Founder & Kok Bisa? (Creator Content & Youtuber)
- Jumlah Karyawan : 5 orang dan 2 orang magang
- Jumlah Viewer : 600ribu di tonton
- Prestasi : Finalis Indonesia Award – Kategori Pendidikan 2016
============================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post