youngster.id - Pandemi memang telah mengubah berbagai aktivitas masyarakat, termasuk dalam hal berlibur. Belakangan, industri pariwisata mulai kembali menggeliat dengan dibukanya sejumlah lokasi. Namun masyarakat tetap perlu menerapkan protokol kesehatan, termasuk kebersihan.
Salah satu masalah yang kerap ditemui di lokasi wisata adalah toilet. Ya, fasilitas yang satu ini jadi perhatian dunia. Bahkan, PBB sampai menetapkan Hari Toilet Sedunia pada 19 November untuk meningkatkan kesadaran akan sanitasi fasilitas ini.
Pasalnya, ada 4,2 miliar orang hidup tanpa akses ke sanitasi yang aman, termasuk di Indonesia. Di negara ini, ada sekitar 25 juta orang yang tidak menggunakan toilet saat buang air besar. Bahkan satu dari tiga orang tidak memiliki akses ke toilet siraman, kakus atau sistem septik. Sebagai gantinya, mereka buang air besar di ladang, hutan, semak-semak, parit, sungai atau ruang terbuka lainnya.
Hal ini tentu berisko pada kesehatan masyarakat. Isu toilet ini juga menjadi perhatian para pelancong alias wisatawan saat melakukan perjalanan. Masalah itu pernah dialami Mariana Oktaviano.
Berangkat dari masalah tersebut, Mariana tergerak untuk mencari solusi bagi para traveler seperti dirinya. Lahirlah produk bernama Sankimo, sebuah urinoar bag alias kantong urin untuk bepergian.
“Jadi produk ini awalnya dibuat sebagai solusi bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan dan tidak menemukan toilet bersih, ” kata Mariana, Cofounder Sankimo saat ditemui youngster.id pada acara pameran UMKM di Golf Emeralda, Depok, beberapa waktu lalu.
Produk unik ini sekarang tak hanya digunakan untuk traveler, mereka yang berkemah atau pecinta alam. Tetapi produk ini juga memudahkan bagi mereka yang melakukan perjalanan dalam waktu panjang seperti pengemudi mobil saat mudik, jamaah umroh dan haji, atau yang melakukan penerbangan panjang. Selain itu, produk ini juga membantu mereka yang sakit, atau harus menggunakan kursi roda.
“Dengan produk ini Anda tidak khawatir lagi bepergian dalam waktu lama dan tidak menemukan toilet. Karena kantong ini bisa dipakai hingga dua kali atau maksimal menampung 750 mililiter cairan dan tanpa menimbulkan bau,” jelasnya.
Produk inovasi Sankimo urinoir bag ini menjadi juara Program Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat tahun 2019.
Riset Panjang
Usaha pembuatan kantong urine Sankimo ini sudah dimulai sejak tahun 2012. Perempuan alumni Akademi Perawat ini bersama sang suami Akhsan Hakim melakukan riset untuk bisa membuat alat berupa kantong urine yang mudah dibawa kemana-mana.
“Kami melakukan riset selama setahun untuk mendapatkan trial and error. Pertama kami menggunakan kertas dan ternyata kurang diterima masyarakat. Bahkan produk itu hanya terjual 1 buah dalam satu tahun,” kisahnya sambil tertawa.
Mereka mendapati rupanya orang khawatir menggunakan produk itu karena berbahan kertas. Takut bocor. “Padahal kami sudah menguji produk itu, tetapi orang ternyata masih takut,” ungkapnya.
Berangkat dari kegagalan itu, mereka melakukan perubahan total pada produk dengan menggunakan plastik. Tak hanya itu, mereka juga memikirkan agar produk ini bisa ramah lingkungan. Sampai akhirnya ketemu formula gel yang jika bercampur dengan urine malah bisa berubah menjadi pupuk organik.
“Jadi sekarang produk ini juga bisa di refill dan bisa dipakai lagi. Dan urine yang sudah berbentuk gel, juga bisa digunakan untuk tanaman sebagai pupuk organik,” ujarnya.
Sankimo urinoir bag ini didesain untuk semua kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga manula, juga untuk pria dan wanita. Nama Sankimo ternyata tidak memiliki arti khusus.
“Setelah melakukan perbaikan dan inovasi, akhirnya produk kami diterima masyarakat. Bahkan ketika mudik produk ini menjadi favorit para pemudik. Apalagi sampai ke kampung halamannya urine yang sudah menjadi gel tadi dapat digunakan mereka sebagai pupuk untuk tanaman yang ada di rumah mereka,” kata Mariana.
Dalam pembuatan produk ini Mariana bekerjasama dengan laboratorium di Bandung. Dia menyebut formula yang mereka pergunakan untuk pembuatan produk Sankimo adalah rahasia, dan beberapa berasal dari bahan impor.
Menurut Mariana, Sankimo masih merupakan produk industri rumahan. Semua proses pembuatan produk dikerjakan di rumah mereka. Bahkan, selain produk Sankimo, mereka juga membuat produk sabun dan hand sanitizer yang ditujukan untuk digunakan para para jamaah haji atau umroh. Produk ini tanpa alkohol dan tanpa parfum.
Kendati begitu, diakui Mariana, bisnis yang mereka kembangkan bukan tanpa kendala. Mulai dari mendapatkan izin hingga tenaga kerja pendukung, menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. “Tantangannya di awal adalah perijinan. Dulu ribet untuk urusan ini, baru sekarang sudah mulai dipermudah. Masalah lain adalah sumber daya manusia, karena kami ini masih UMKM menggunakan tenaga manusia dan belum mesin. Susah nyari SDM yang solid,” kata perempuan kelahiran Jakarta, 27 Oktober 1989.
Belum lagi, pengalaman mendapatkan harapan palsu dari konsumen. Ada pembeli yang memesan produk Sankimo dalam jumlah besar, tettapi kemudian dibatalkan. “Suka dukanya jadi pengusaha itu lebih pusingnya, dikira jadi pengusaha itu liburnya jadi banyak. Tetapi tidak, ternyata lebih sulit jika dibandingkan bekerja saja untuk orang lain,” ujarnya sambil tertawa.
Meski demikian, Mariana mengaku tidak kapok jadi pengusaha. “Saya jadi lebih membuka pikiran saat terjun ke bisnis, dan bertanggung jawab kepada karyawan yang kami pekerjakan. Pernah di awal usaha, kami ditipu ada konsumen pesan banyak, tetapi setalah dibuatkan produknya pesanan dibatalkan. Ada juga yang memberi harapan palsu,” kenang perempuan lulusan S1 Keperawatan, Unpad Bandung.
Pemasaran Digital
Sekarang produk Sankimo ini mulai mendapat banyak permintaan. Saat ini, Mariana mengklaim mendapatkan 100 transaksi setiap bulan. Apalagi setelah mereka menggunakan jalur e-commerce, maka konsumen mereka pun terus bertambah.
“Saya bersyukur sekarang pengguna di web kami sudah lebih dari 500. Sedang untuk transaksi pembelian online kami bisa mencapai 100 dalam satu bulan,” ungkapnya.
Mariana menyebut mereka terus berinovasi, termasuk melakukan pemasaran secara digital. Hal ini membuat tim Sankimo lebih unggul selangkah dari para pesaingnya.
“Untuk mengatasi persaingan usaha, kami lebih menyiasatinya sekarang dengan digital marketing. Selain itu, berinovasi untuk bisa keluar dan lebih unggul satu langkah dari usaha sejenis yang ada,” kata Mariana.
Mariana juga mengaku sangat terbantu dengan platform digital dalam memperkenalkan produk Sankimo. Selain itu, banyak program pemerintah yang mendorong UMKM seperti dirinya untuk naik kelas. “Kami jadi lebih bersemangat menjalankan usaha ini,” tegasnya.
Menurut Mariana, masa pandemi membawa pengaruh pada usahnya. Permintaan online jadi menurun. Toh, ia bersyukur usahanya masih tetap ada dan berjalan sebagaimana mestinya, terlebih tanpa harus mengurangi jumlah karyawan. Selain itu, mereka sempat memperkenalkan produk ke pasar Malaysia. “Ada rencana untuk memasarkan produk Sankimo ke pasar Asia Tenggara. Kami juga tengah mengembangkan produk turunan dari Sankimo. Masih dalam pengembangan,” ucap Mariana.
Mariana berharap dukungan dan kepercayaan masyarakat akan produk lokal seperti miliknya akan semakin meningkat. “Pemerintah telah mengajak masyarakat untuk membeli produk lokal. Hal ini benar-benar terasa dampaknya, karena sebelumnya banyak orang yang nggak percaya sama buatan lokal. Kini, semakin banyak produk yang diciptakan UKM lokal yang hasilnya juga tidak kalah dengan produk impor lainnya,” tutup Mariana.
==================
Mariana Oktavia
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1989
- Pendidikan : Sarjana Keperawatan Unpad, Bandung
- Usaha yang dikembangkan : Membuat kantong urine untuk para pelancong
- Nama Brand : Sankimo Urinoir Bag
- Mulai Usaha : 2012
- Jabatan : Co-founder & Direktur
- Modal Awal : Rp 100 juta
- Jumlah Karyawan : 15 orang
- Prestasi : Juara Program UMKM 2019 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat
===================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post