youngster.id - Kuliner Western memiliki sensasi rasa berbeda. Jika dulu menu atau jajanan dari belahan dunia bart ini hanya dapat dinikmati di retoran tertentu, kini ragam makanan Western semakin marak dan mudah menjangkau konsumen. Bisnis ini juga dilirik oleh anak-anak muda dengan menciptakan merek sendiri.
Bisnis makanan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Sebelum Pandemi Covid-19, bisnis ini diperkiraan mencapai nilai Rp 844,35 triliun. Menariknya, semua pemain memiliki kesempatan yang sama. Apalagi dari nilai itu, sekitar 90% diisi oleh pemain independen.
Bisnis restoran di Indonesia memang tak terlepas dari tren makanan dan minuman yang terus berkembang. Apalagi budaya orang Indonesia yang gemar menjadikan makanan sebagai ‘teman untuk mengobrol’ menjadi pendorong bisnis ini. Menariknya lagi, mayoritas masyarakat Indonesia tak segan mencoba berbagai menu baru dari berbagai resep berbeda. Sehingga bisnis restoran di Indonesia terus bergerak dinamis.
Salah satu yang tengah tren adalah restoran yang menyajikan kuliner Western. Kehadiran aneka makanan ala Barat ini menjadi alternatif di tengah ramainya menu lokal. Sajian dan rasa dari menu ini memang berbeda, dan menjadi daya tarik terutama bagi mereka yang terbuka untuk mencoba berbagai rasa. Harus diakui, tren ini masuk melalui restoran waralaba.
Belakangan para pelaku usaha kuliner pemula pun tak segan terjun menawarkan menu ala Barat ini. Berbagai inovasi dan kreasi menu menjadi andalan. Salah satunya adalah I.ppetite, yang menawarkan aneka menu loaded fries. Ini adalah jajanan berbahan kentang yang popular di Belgia dan Prancis.
“Kami terinspirasi makanan Western yang berbahan kentang (frites), daging dan aneka sauce,” ujar Martha Gunawan, co-founder dan CEO I.ppetite kepada youngster.id.
Resto ini didirikan Martha bersama rekannya Angelica Marcella. Menurut Martha, bisnis kuliner ini terinspirasi dari kegemaran mereka akan jajanan di berbagai tempat. Selain itu, Martha juga gemar mengolah berbagai resep makanan.
“Ketika kami ditawari peluang untuk buka usaha yang terlintas pertama kali adalah mencoba menu untuk jajanan. Apalagi kami melihat banyak orang yang mencari makanan selingan berupa jajanan ketika mereka hangout. Karena itu akhirnya kami memutuskan untuk menawarkan menu Western terutama frites, yang berbahan kentang,” ungkap Martha.
Awalnya resto ini buka di kawasan Food Street Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta. Sejak Juli 2020 I.ppetite menyajikan aneka menu seperti Double Chesse Frites, Grilled Blackpaper Chiken Frites, Chesse Burger Korean Bulgogi and Frites, Truffle Permessan Chesse and Frites, dan Grill Shrimp.
“Menu yang ada di I.ppetite sekarang sekitar ada 9 sampai 12 menu mulai dari harga Rp 20.000 sampai yang paling mahal itu Rp 45.000. Cukup terjangkau bagi masyarakat yang ingin mencoba Western food,” kata Martha dengan penuh semangat.
Untuk lebih memperkenalkan menu berbahan kentang tersebut, perempuan kelahiran Jakarta 24 Oktober 1996 ini pun bergerilya dengan hadir di berbagai acara festival kuliner. Termasuk Jajanan Kekinian yang digelar PergiKuliner.com di Mall Kota Kasablanka, Jakarta.
Masa Pandemi
Martha mengungkapkan, bisnis kuliner I.ppetite ini lahir di tengah Pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun ia tetap yakin jika usaha yang dibangun dengan modal Rp 5 juta ini bisa berkembang. Sebab, menurutnya, menu Western memiliki pasar tersendiri di masyarakat.
“Kami ketika itu mempersiapkan menu hanya dalam waktu dua minggu. Saya sangat bersemangat karena selain hobi masak dan juga terpacu untuk berwirausaha agar bisa membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang,” katanya.
Menurut Martha, awal bisnis ini lancar karena dia sudah memiliki peralatan yang lengkap. Sedang untuk bahan baku terutama kentang mudah didapatkan. “Bahan baku yang kami gunakan semua dari lokal, jadi selalu tersedia. Dan, kami lebih mudah lagi mendapatkan melalui e-commerce,” ujarnya.
Martha juga mengaku tidak sulit memperkenalkan menu kepada masyarakat. Dengan kekuatan teknologi digital, mereka dapat menjangkau pasar, khususnya milenial, dengan lebih mudah. “Saya mencari menu yang banyak orang suka, yang lagi tren dan comfort food juga. Sehingga begitu melihat, mereka tergiur untuk membeli produknya,” kata Martha.
Sedang untuk di restoran, Martha mengaku menerapkan pendekatan persuasif. Menurut dia, enak dari makanan itu tergantung selera. Oleh karena itu, dalam pelayanan mereka selalu menanyakan selera dari konsumen. “Kami terbiasa mengajak komunikasi kepada pembeli dari situ kami bisa dapat feedback dari mereka. Apa yang mereka inginkan dari menu yang mereka pesan. Apakah ingin kentang yang tebal, atau tipis dan lain-lain. Dengan begitu kami bisa menyesuaikan selera secara langsung dengan konsumen,” paparnya.
Usaha Martha dalam 9 bulan berkembang pesat. Bahkan, Martha mengklaim bisa mendapat 500 hingga 1000 transaksi setiap bulan. “Kalau omzet usaha kami bisa mendapat Rp15 juta per bulan,” ungkapnya.
Kendati begitu, diakui Martha, kendala terbesar adalah ketika dibelakukan PSBB di wilayah Jabodetabek. Menurut Martha, hal itu berpengaruh pada omzet bisnisnya. “Ketika diberlakukan PSBB di Jakarta, omzet kami sempat terjadi penurunan. Tapi kami sekarang bersyukur, bisa dibilang bangkit lagi,” ujarnya.
Martha berharap bisnis ini dapat berkembang lebih besar. Untuk itu mereka tengah mengembangkan menu-menu baru. Dia menargetkan untuk bisa membuka cabang di berbagai wilayah.
“Saat ini kami tengah melakukan pengembangan untuk menambah jumlah menu yang lebih ke comfort food lainnya. Selain itu, karena tujuan kami membuka usaha ini supaya bisa membuka lapangan kerja bagi banyak orang, maka kami berencana akan membuka lebih banyak cabang lagi,” pungkas Martha.
=====================
Martha Gunawan
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Oktober 1996
- Pendidikan : Perhotelan, Sekolah Tinggi Universitas Trisakti Jakarta
- Usaha yang dikembangkan : Membangun usaha kuliner
- Nama Usaha : I.ppetite
- Mulai Usaha : Juli 2020
- Jabatan : CEO & Co-founder
=====================
FAHRUL ANWAR
Editor :Stevy Widia
Discussion about this post