youngster.id - Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan pada berbagai sektor bisnis, termasuk industri fesyen. Hal ini mendorong para pelaku usaha untuk menyesuaikan strategi bisnis agar dapat beradaptasi dan menjawab kebutuhan tren fesyen di masyarakat.
Pada masa awal kemunculan pandemi, penjualan produk fesyen merosot tajam. Pasalnya, kala itu masyarakat memiliki prioritas yang lebih penting dibandingkan dengan berbelanja produk fesyen. Padahal, sampai akhir 2019, industri fesyen menyumbang 18% dari pendapatan negara. Namun kini penjualan produk fesyen merek lokal mengalami penurunan tajam.
Toh, seiring berjalannya waktu, kini bisnis fesyen kembali menggeliat. Para pelaku bisnis pun menerapkan berbagai strategi untuk dapat mengikuti perubahan gaya hidup masyarakat.
Hal ini yang dirasakan oleh Sandy Lao, Founder dan CEO dari mere Vedlyn Signature. “Pada masa awal pandemi penjualan produk fesyen merosot tajam. Pasalnya, kala itu masyarakat memiliki prioritas yang lebih penting dibandingkan berbelanja produk fesyen. Bahkan lima bulan awal pandemi, bisnis kami mengalami minus, hampir tidak dapat bertahan,” ungkap Sandy kepada youngster.id.
Vedlyn merupakan merek lokal yang memproduksi produk tas untuk kaum hawa. Untuk bertahan dan meningkatkan bisnis, maka Sandy memperluas ragam produk. “Vedlyn pada dasarnya adalah perusahaan yang memproduksi tas, tidak hanya tas wanita tetapi semua macam tas. Bahkan jika ada yang ingin membangun brand atau membuat tas dapat kami layani,” kata Sandy.
Ditengah masa pandemi, Sandy tidak mau menyerah dengan keadaan. Pasalnya, usaha yang dirintis sejak tahun 2018 ini menjadi tempat bernaung para pengrajin lokal. “Bagi saya, bisnis ini tak semata mencari keuntungan tetapi juga untuk bisa membuka lapangan pekerjaan dan memajukan para perajin lokal di dalam negeri. Untuk itu saya tetap semangat agar bisnis ini dapat bertahan dan berkelanjutan,” ucapnya dengan tegas.
Dua Model Bisnis
Sandy berkisah bahwa merek Vedlyn sudah dibangun sejak tahun 2013. Ketika itu Sandy dan salah satu rekannya membuat aksesori fesyen berupa produk handmade. Sayangnya, usaha itu tidak berjalan sesuai harapan dan berhenti di tengah jalan. Namun atas kesepakatan, nama Vedlyn bisa digunakan oleh Sandy.
Setelah itu, Sandy sempat vakum dari bisnis. Hingga akhirnya pada tahun 2017, seorang teman datang dengan permintaan dibuatkan sebuah tas tangan. Awalnya, Sandy hanya mencarikan rekan untuk produksi. Tetapi, hasilnya ternyata mengecewakan. “Saya akhirnya mengerjakan sendiri pesanan itu. Dari situlah muncul ide untuk menghidupkan kembal Vedlyn,” kisahnya.
Meski demikian Sandy tetap mempelajari pasar yang ada. “Karena ketika Vedlyn kembali diluncurkan saya ingin memberikan yang terbaik bagi setiap konsumen. Saya ingin menunjukkan bahwa brand lokal tidak kalah kualitasnya dengan brand luar,” kata Sandy menegaskan.
Alumni Tehnik Industri, Universitas Petra Surabaya ini mendapati bahwa peluang bisnis untuk produk tas masih sangat terbuka. Pangsa pasarnya luas dan dapat dikembangkan.
“Saya optimis memandang peluang bisnis ini, karena terus terang ya, pasarnya masih sangat luas di bisnis fesyen ini. Udah gitu, bisnis di bidang tas ini masih banyak sekali yang dapat dikembangkan,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemuda kelahiran Surabaya, 29 Oktober 1990 ini juga ingin mengeksplor kemampuannya berbisnis. Bahkan dengan modal yang tidak terlalu besar, yakni sekitar Rp 1,8 juta dia berhasil memulai bisnis ini.
Untuk itu, Sandy memilih untuk menerapkan dua model bisnis yaitu business to consumer (B2C) dan business to business (B2B). “Jadi melalui model bisnis B2C adalah kami menjual tas Vedlyn secara online. Sedangkan B2B kami menerima order dari brand lain, atau yang ingin menjadi reseller produk kami,” kata Sandy.
Hasilnya, usaha ini dapat berkembang pesat, bahkan merek Vedlyn mendapat tempat di kalangan pecinta fesyen di Indonesia. “Puji Tuhan sekarang kami mampu meraih omzet hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya,” ungkap Sandy.
Siasat Khusus
Bagi Sandy, bisnis yang ditekuninya selama dua tahun terakhir ini telah membawa dampak tak hanya dari sisi keuntungan bisnis tapi juga memberi dampak sosial. “Saya tak sekadar berbisnis, karena saya punya harapan dengan usaha yang dibangun sendiri akan dapat membuka lapangan pekerjaan dan memberdayakan perajin lokal,” ujarnya.
Oleh karena itu, Sandy mengaku melakukan berbagai cara agar usaha ini dapat bertahan. “Saya harus melakukan subsidi silang dari perusahaan saya yang lain untuk usaha ini, agar Vedlyn ini bisa semakin berkembang dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Untuk itu, Sandy menerapkan berbagai inovasi terhadap produknya. Selain terus mempertahankan kualitas produk. Sandy mengungkapkan, pihaknya sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, terutama bahan impor. Untuk itu dia menerapkan siasat dalam membuat subtitusi bila bahan baku atau material pendukung tidak tersedia.
“Terus terang saja, bahan baku dan beberapa material untuk pembuatan tas wanita ini 90% adalah impor. Jadi untuk mengatasinya harus pintar-pintar membuat subtitusi bila bahan baku tersebut tidak tersedia. Bersyukurnya, ketika ada tantangan itu, kami sudah siap sebelumnya,” jelasnya.
Menurut Sandy, pihaknya juga harus siap mengadapi ketatnya persaingan usaha. Untuk itu Vedlyn melakuan branding dan pendekatan melalui media sosial. Sandy juga mengaku fokus untuk mendukung berbagai kegiatan di kalangan entrepreneur wanita muda. Semua itu dia lakukan untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas, khususnya kalangan milenial.
Dari sisi harga, Sandy mengklaim, Vedlyn menetapkan harga yang kompetitif yakni mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu. “Kami ingin produk yang dihadirkan dapat terjangkau oleh masyarakat terutama milenial tanpa mengorbankan kualitas,” ujarnya.
Tak heran, jika Vedlyn kini bisa menjaring sekitar 100 ribu pengguna. Omzet penjualan yang dibukukan rata-rata mencapai Rp 100 juta per bulan. Sandy berharap, usaha ini dapat terus berkembang. Tak hanya sekadar menjadi merek lokal yang menguasai pasar di negeri sendiri, tetapi juga dapat menjangkau pasar luar setidaknya di kawasan Asia Tenggara.
“Untuk saat ini, memang pemasaran kami masih belum mencapai ke pasar internasional, tetapi kami sudah mengirimkan sample tas atau produk Vedlyn ini ke Amerika. Kebetulan ada teman yang tertarik untuk dapat menjual produk saya di sana. Harapannya kami bisa menembus pasar internasional,” pungkas Sandy.
=======================
Sandy Lao
- Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 29 Oktober 1990
- Pendidikan Terakhir : Tehnik Industri, Universitas Petra Surabaya
- Usaha yang dikembangkan : Memproduksi dan memasarkan tas wanita
- Nama Produk : Vedlyn Signature
- Mulai Usaha : 2018
- Jabatan : CEO & Founder
- Modal Awal : sekitar Rp 1,8 juta
- Omzet : rata-rata Rp 100 juta/bulan
- Jumlah Karyawan : 15 orang
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia