youngster.id - Berdasarkan hasil pengamatan yang seksama selama setahun terakhir mengenai perkembangan periklanan digital di Indonesia. Juga, dilengkapi dengan hasil diskusi yang didapat dalam interview dengan klien dan pakar-pakar marketing lainnya, maka diperoleh gambaran yang akan menjadi tren marketing di 2019.
Kami merangkum 4 tren marketing di Indonesia pada tahun 2019. Kami berharap informasi ini dapat membantu marketer untuk mempersiapkan diri menyambut tantangan yang akan datang di tahun ini.
Periklanan Digital Semakin Menguat
Kebutuhan akan periklanan digital seperti banner ads, video ads, dan native ads akan semakin marak di tahun 2019. Hal ini terjadi seiring masyarakat memiliki akses internet yang lebih luas baik melalui desktop maupun telepon genggam. Meskipun presentase penetrasi internet hanya 54.68% di tahun 2017, namun menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia, angka nyata pengguna internet telah mencapai 144 juta orang. Jumlah ini merupakan kesempatan yang sangat luar biasa untuk memulai periklanan digital.
Periklanan digital melalui telepon genggam akan menduduki 50% dari total biaya periklanan yang dikeluarkan pada tahun 2019, mencapai angka 312 juta USD atau setara dengan 4,5 triliun rupiah. Ketika penggunaan smartphone saat ini bukan merupakan hal yang mewah, periklanan melalui telepon genggam (mobile ads) merupakan kunci untuk berinteraksi secara lebih personal dengan pengguna.
Kemunculan personalisasi iklan melalui telepon genggam merupakan hal yang selanjutnya dinantikan. Setiap harinya semakin banyak data pengguna smartphone yang telah dikumpulkan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana para e-commerce mengelola data tersebut untuk menghasilkan strategi bisnis yang lebih baik.
Selain itu, penargetan iklan juga akan beranjak dari model target demografi yang tradisional menuju target berbasis perilaku pengguna. Transformasi ini akan menghasilkan periklanan yang lebih efektif dan diharapkan dapat membawa konversi yang nyata.
Dibutuhkan laporan yang lebih transparan
Periklanan digital di Indonesia memang masih di jenjang pemula. Banyak perusahaan yang baru saja memulai eksistensi mereka di dunia online dan memiliki pemahaman yang terbatas akan periklanan digital. Situasi ini lah yang kerap menjadi celah untuk dieksplotasi oleh pihak ketiga.
Transparansi dan reliabilitas dalam periklanan digital telah menjadi isu yang serius dalam periklanan digital di Indonesia. Laporan palsu dan data yang tidak relevan sering didapati ketika para marketer mempercayakan periklanan digital mereka pada agensi periklanan lain. Selain sulit untuk menilai performa kampanye iklan mereka, kebanyakan marketer juga tidak tahu apabila iklan mereka ditayangkan pada channel yang benar, serta apakah laporan yang mereka terima benar-benar dapat dipercaya. Berbagai data hasil manipulasi kadang telah mengelabui realita performa yang sebenarnya.
“Itulah alasannya mengapa kami selalu menyarankan klien untuk menggunakan Google Analytics,” ujar Mick Lu, Head of Tagtoo Indonesia. Ketika marketers mulai paham menggunakan tracking tool yang tepat dari pihak ketiga seperti Google Analytics, serta berbagai agensi profesional mulai bermunculan, masalah ini akan segera terselesaikan.
“Membiarkan klien belajar menginterpretasikan data mereka dengan tepat merupakan hal yang sangat kritis untuk dilakukan di Indonesia saat ini. Hal ini akan membantu mengurangi ketidakpercayaan dan pemikiran skeptis antar klien dengan agensi periklanan,” lanjut Mick.
Laporan yang benar-benar menggambarkan performa periklanan merupakan hal yang paling dibutuhkan pasar Indonesia saat ini. Di tahun 2019, kami optimis untuk melihat periklanan digital berubah menjadi lebih transparan dari sebelumnya.
Penyediaan Periklanan Yang Strategis
Berbicara mengenai periklanan digital di Indonesia, dapat diamati bahwa masih terdapat kesenjangan yang cukup besar. Perusahaan berbasis internet yang besar dan maju tentunya memiliki tim dan sumber daya yang cukup untuk menguasai teknologi periklanan terbaru di pasar. Namun di sisi lain, perusahaan UKM harus berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan mereka tanpa berbekal apapun.
Kesenjangan ini diprediksi akan semakin terlihat di tahun 2019 ketika semakin banyak sumber daya kapital yang masuk ke dalam perusahaan besar atau startup unicorn yang ada di Indonesia. Semakin sulit terciptanya ruang untuk para pemula.
Mengatasi kesulitan ini, baik untuk startup maupun UKM, agensi periklanan digital memiliki peranan yang penting. Agensi periklanan kini dapat bertindak sebagai penyedia strategi dan membantu eksekusi ide untuk membantu UKM bersaing dalam pasar yang kompetitif. Adanya kolaborasi dengan agensi profesional, UKM dapat fokus pada inti bisnis dan optimasi produk mereka. UKM akan tetap memiliki kesempatan untuk ikut meranah dalam dunia digital tanpa harus dibekali dengan tim yang kompeten di dalam perusahaan mereka.
“Banyak entrepreneur Indonesia masih belum menyadari beta pentingnya pengumpulan data sedangkan hal ini telah lama digunakan oleh perusahaan asing untuk optimasi produk dan campaign sejak lama,” ujar Kent Kong, marketing director Wellcomm, retailer gadget terbesar di Indonesia.
“Dengan metodologi terbaru dan perangkat marketing lainnya yang disediakan oleh para agensi periklanan, saya percaya bahwa hal ini cepat lambat akan merubah pola pikir para entrepreneur di Indonesia,” tambah Kent dalam sesi interviewnya bersama Tagtoo.
Micro-influencer Marketing Akan Semakin Popular
Influencer marketing merupakan senjata ampuh yang kerap digunakan oleh berbagai perusahaan di Indonesia untuk mendorong penjualan mereka ke level berikutnya. Dengan menggunakan pengaruh yang dimiliki para selebriti kepada para fans mereka, marketer kini memiliki satu lagi opsi untuk menjalankan kampanye marketing mereka.
Namun, tidak semua perusahaan, seperti UKM, dapat mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk membayar jasa pemasaran produk melalui akun media sosial para selebriti. Jumlah tersebut tentu memiliki nilai yang sangat besar bagi UKM dan dapat digunakan untuk biaya operasional mereka selama beberapa bulan.
Oleh karena itu, salah satu jalan pintas yang dapat diambil adalah dengan berpindah kepada micro-influencer, yaitu mereka yang memiliki followers kurang dari 50,000. Meskipun tidak memiliki jumlah follower selangit seperti selebriti popular lainnya, namun fanbase yang dimiliki justru lebih relevan dan memiliki kemungkinan untuk melakukan konversi.
Ditambah lagi, para micro-influencer sebenarnya memiliki lingkungan hidup yang jauh lebih dekat dengan masyarakat pada umumnya. Hal ini membuat promosi yang mereka lakukan akan lebih terpercaya dan relevan di mata masyarakat. Sama halnya seperti mendapatkan rekomendasi dari teman yang jauh lebih powerful dibandingkan sederetan iklan di TV.
Kemunculan micro-influencer akan semakin menjamur pada beberapa tahun ke depan. Hal ini dipercaya akan mendongkrak gaya pemasaran baru yang sebelumnya belum pernah ada di media sosial.
EDISON CHEN dan SISYLIA ANGKIRAWAN, dari Tagtoo.com