Amalia Rahmi Simanjutak dkk : Menangani Sampah dengan Aplikasi

Amalia Rahmi Simanjutak, Cofounder & Chief Operating Officer Kepul (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Plastik menjadi bahan yang paling popular di dunia. Penggunaannya meningkat 20 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Seiring dengan itu sampah dari produk ini juga sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu pengembangan industri daur ulang plastik dipercaya bakal menjadi win-win solution bagi persoalan sampah plastik.

Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) baru 5% dari plastik didaur ulang dengan efektif. Sementara 40% berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan. Oleh karena itu, jika pengelolaan sampah tidak mulai dilakukan sejak sekarang, maka diprediksi tahun 2050 di lautan akan lebih banyak jumlah limbah plastik daripada ikan yang hidup di dalamnya.

Pengelolaan sampah di Indonesia sendiri telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi pengelolaan sampah. Sebagai bagian dari otonomi daerah, pengelolaan sampah berada di bawah yurisdiksi pemerintah daerah baik di tingkat kota maupun kabupaten.

Peduli akan persoalan sampah ini, sejumlah anak muda di Medan membangun aplikasi Kepul. Ini adalah aplikasi mobile yang menawarkan jasa pengumpulan sampah daur ulang secara online.

“Aplikasi ini mirip seperti aplikasi transportasi online yang sudah ada tapi bisa dimanfaatkan untuk jasa jual sampah daur ulang. Sehingga aplikasi ini bisa bermanfaat bagi banyak orang, disisi lain masyarakat juga dapat mengubah sampah menjadi rupiah,” ungkap Amalia Rahmi Simanjutak, Cofounder & Chief Operating Officer Kepul kepada youngster.id.

Dia menjelaskan, cara kerja Kepul Mobile Apps, yaitu pengguna yang memiliki sampah daur ulang akan menemukan pengepul terdekat melalui peta aplikasi yang terintegrasi. Kemudian pengguna dapat memasukkan sampah-sampah daur ulang yang dia miliki, serta prakiraan jumlah berat sampah daur ulang yang dia miliki.

Selanjutnya sistem secara otomatis akan memberikan pesan kepada pengepul yang berada terdekat dengan pengguna, untuk kemudian pengepul akan mendatangi lokasi pengguna dan mengambil sampah daur ulang yang akan dikepulkan.

Pengepul kemudian menimbang berat dan melakukan penghitungan harga. Uang tersebut bisa diberikan secara tunai atau dengan uang elektronik. Selain itu, di fitur pencarian barang bekas seperti plastik, kaleng, botol dan lain sebagainya, pengguna mengisi form dengan memilih produk apa yang dicari dan yang mau dibelinya. Setelah mengisi form, pengepul terdekat akan melihat pesanan pengguna dan akan mendatangi lokasi si pengguna.

“Selain itu, Kepul juga menyediakan marketplace untuk produk dari barang bekas yang di kumpulkan oleh para pengepul dan juga menjual produk UKM dari olahan sampah daur ulang. Sampah daur ulang yang diterima nantinya akan dinilai dengan kesesuaian perkembangan harga,” papar Amelia.

Lewat aplikasi jual sampah daur ulang, karya anak-anak muda Kota Medan ini menjadi satu-satunya startup dari Sumatera Utara yang mewakili Indonesia di Asia Pasific ICT Alliance Awards (APICTA Award) 2018 di Guangzhou, China, 9-13 Oktober 2018.

 

Melihat permasalahan sampah yang ada di kota Medan, Amalia Rahmi dan kelima rekannya Abdul Latif Nasution, Afrizal Yusuf Rangkuti, Novira Naili Ulya Siregar, Dendy Herlambang dan Astria M Silaban, lalu mengembangkan aplikasi Kepul

 

Kendala Teknologi

Amalia mengungkapkan, ide untuk membuat aplikasi Kepul lahir dari melihat banyaknya sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di kota Medan. Menurut Amelia, ternyata itu juga diakibatkan oleh minimnya TPA di wilayah itu.

Bertolak dari permasalahan tersebut, Abdul Latif Nasution dan Afrizal Yusuf Rangkuti, yang merupakan sarjana Informasi Teknologi (IT) dari Universitas Sumatera Utara (USU), mengajak sesama mahasiwa IT USU yaitu Amalia, Novira Naili Ulya Siregar, Dendy Herlambang dan Astria M Silaban, untuk mengembangkan aplikasi Kepul.

Mereka ingin mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan yang baik, maka persoalan sampah ini harus diurai. Salah satunya dengan menciptakan aplikasi layanan yang bisa diakses masyarakat secara mudah, cepat dan murah. Awalnya mereka pun membuat website Kepul.

“Modal awal bisa dibilang nol. Karena kami kan background-nya dari IT,  semua bisa buat aplikasi dan design. Jadi ini self funding, karena kami memberdayakan yang ada tadi. Demikian juga untuk para pengepul, kami tidak membayar mereka tetapi memberi customer yang ingin jual sampah. Dan itu sudah membuat mereka senang,” tuturnya.

Meski demikian, Amalia mengaku pada awalnya tidak mudah memperkenalkan aplikasi ini. Terutama untuk para pengepul. Beruntung mereka menemukan seorang pengepul muda yang mengerti akan kemajuan teknologi.

“Kendalanya dari sisi teknologi, terutama untuk memperkenalkannya kepada masyarakat dan para pengepul,” ujar Amalia.

Saat pertama kali diperkenalkan baru mahasiwa yang bisa menerima teknologi ini. Padahal sasaran utama adalah para ibu yang selama ini lebih banyak berurusan dengan sampah rumah tangga. “Kami kesulitan untuk mengedukasi user. Akhirnya kami beralih ke para pengusaha seperti kafe, toko dan mal. Kami memperkenalkan aplikasi ini. Kami juga memperkenalkan aplikasi Kepul melalui media seperti radio. Dan ternyata itu efektif,” ujarnya.

Selain itu, mereka juga berusaha untuk mendekati para pengepul (pengumpul) sampah. Dan itu tidak mudah. Hingga akhirnya mereka bertemu Iwan, pengepul muda yang paham akan kemajuan teknologi. “Berkat bantuan dia, kami dapat mengedukasi untuk pengepul-pengepul lain akan maksud dan tujuan kami melalui aplikasi ini,” kisah Amalia.

Semenjak itu, perlahan tapi pasti aplikasi Kepul mulai dikenal di masyarakat Medan. Mereka sudah memiliki lebih dari 100 pengguna platform ini dengan 760 transaksi. Dan dia yakin pengguna akan terus bertambah, apalagi sejak mereka merilis aplikasi mobile Kepul yang berbasis Android.

“Berharapnya ke depan dengan adanya aplikasi kami bisa terus membantu masyarakat paling tidak dalam merawat lingkungan. Selain itu, kepingin jumlah user ini bisa semakin bertambah,” ujarnya berharap.

 

Amalia berhaarap melalui aplikasi Kepul ini bisa mengubah cara dan pemikiran masyarakat yang malas membuang sampah (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Pengaruh Signifikan

Dengan aplikasi Kepul, akses masyarakat akan jasa pengumpulan sampah daur ulang semakin mudah, cepat dan murah. “Jadi, pengguna aplikasi dapat mencari pengepul terdekat dari rumahnya melalui aplikasi Kepul dengan memanfaatkan sistem navigasi GPS. Tentunya, sampah yang diterima merupakan sampah berupa kertas, plastik, logam dan barang yang dapat di daur ulang,” jelas Amalia.

Secara teknis para pengepul nantinya mengumpulkan sampah dari pengguna aplikasi. Sebaliknya, pengepul akan memberikan uang sesuai harga dan jumlah berat sampah. Berapa banyak sampah yang dikumpulkan akan diisi oleh pengguna di dalam aplikasi. “Hal ini untuk menjaga kejujuran pengepul kepada kita,” ujarnya.

Saat ini Kepul sudah menggandeng sejumlah  pengepul di daerah Padang Bulan, Medan Johor, Setia Budi, dan Jalan Sisingamangara. Namun, menurut Amelia, hal ini belum banyak memberi pengaruh terhadap kondisi sampah di wilayahnya.

Amalia mengungkapkan, dalam satu hari sampah yang terdapat di kota Medan ada sebanyak 2000 ton, dimana 200 ton sampah plastik di dalamnya. Tak heran, jika dalam satu hari, melalui aplikasi Kepul yang didirikan sejak tahun 2017 lalu, ia mampu menghasilkan sebanyak lebih dari 100 ton sampah plastik yang didapatnya dari kawasan kampus USU.

“Melihat sampah yang ada di Medan jumlahnya sebanyak 2.000 ton sampah setiap harinya, sedangkan sampah plastik dalam sehari ada 200 ton yang seharusnya bisa dikumpulkan. Tetapi yang tertangani oleh Kepul per harinya baru sekitar 100 ton. Pasalnya kami masih fokus di kawasan Padang Bulan dan di sekitaran kampus USU,” kata anak kedua dari empat bersaudara itu.

Meski aplikasi ini gratis, ke depan Amalia dan tim berharap Kepul akan dapat memberi profit. “Sampai saat ini belum ada hasil tetapi rencananya kami akan monetize dengan menetapkan sharing profit sekitar 10% dari pengepul kami,” ungkapnya.

Sarjana Informasi Universitas Sumatera Utara ini juga mengaku, tim Kepul berencana melakukan pengembangan dalam bentuk pabrik sampah demi mendukung kemajuan usahanya itu.

“Pengembangan yang pertama itu kami ingin punya pabrik sampah yang dapat mengolah sampah plastik menjadi biji plastik. Karena di Medan itu belum banyak pabrik sampah, baru ada satu di Belawan yang juga sudah menjadi rekanan kami. Selain itu, ke depannya kami juga berencana akan membuat jasa membuang sampah,” papar Amalia.

Amalia prihatin melihat minimnya tempat pembuangan sampah, sehingga masyarakat  Medan terpaksa mengolah sampah dengan cara dibakar, atau dibuang ke tempat umum dan sungai. “Jadi dengan aplikasi kami, masyarakat bisa datang untuk membuang sampah dan mendapatkan uang dari itu. Kami berharap dengan adanya aplikasi ini bisa merubah cara dan pemikiran mereka untuk malas membuang sampah, karena sampah bisa diubah menjadi rupiah,” pungkasnya.

 

====================================

Amalia Rahmi Simanjutak

Prestasi :

========================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version