Andy Fajar Handika : Penuhi Pesanan Makan Siang Konsumen

Andy Fajar Handaka, Founder & CEO Kulina (Foto: Stevy Widia/Youngster.id)

youngster.id - Bisnis Kuliner bisa dibilang bisnis yang terus bertumbuh. Ada saja tempat makan baru, menu baru hingga konsep baru di bisnis ini. Hal ini didukung oleh masyarakat yang menjadikan kuliner sebagai gaya hidup. Namun, bagi pengusaha kuliner bisnis ini punya perjuangan tersendiri.

Usaha rintisan kuliner merupakan salah satu sektor yang sangat berpotensi di Indonesia. Menurut catatan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sebanyak 43% dari Rp 992 triliun nilai ekonomi kreatif berasal dari sektor kuliner.

Belakangan banyak anak muda yang terjun di bisnis kuliner. Di antaranya adalah Andy Fajar Handika. Pria asal Pekalongan ini mengaku telah mulai berbisnis sejak usia 19 tahun, dan sebagian besar di bidang kuliner. “Passion saya memang di bidang masak, karena itu bisnis saya tidak jauh dari makanan. Saya sangat peduli akan makanan bukan sekadar sebagai bisnis, tetapi karena makanan adalah sumber kehidupan,” ungkap Andy Founder dan CEO Kulina kepada Youngster.id saat ditemui di Jakarta.

Sesungguhnya, di Yogyakarta nama Andi cukup dikenal sebagai pebisnis kuliner. Dia pernah mendirikan restoran dan foodcourt. Namun kemudian dia menutup gerai fisik restonya dan mengganti dengan gerai online bernama Kulina. “Semua akan mengarah ke online. Dan bisnis pun harus menyesuaikan dengan itu,” ungkapnya memberi alasan.

Kulina lahir pada akhir 2015 dan diluncurkan awal 2016 sebagai situs pemesanan makanan dan langganan katering makan siang. Startup ini didirikan Andy bersama rekannya Andy Hidayat sebagai platform marketplace untuk mempertemukan antara katering dan home chef dengan pelanggan melalui medium teknologi.

“Startup ini dibuat karena kami ingin membuat para pelanggan, orang kantor maupun keluarga bisa memesan langsung dari online caterer atau home chéf favorit mereka,” ujar alumni program studi ilmu komputer Universitas Gadjah Mada itu.

Berbeda dengan layanan on-deman lainnya, Kulina fokus pada pre-order dan subscription meals. Andi menyebutnya meal plans. Artinya, pelanggan memesan makanan paling cepat satu hari sebelumnya untuk beberapa hari sekaligus.

“Sekarang ini kami telah melayani pemesanan di hampir seluruh gedung perkantoran di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Dan dalam sehari kami bisa mendapatkan pesanan 3000 hingga 5000 porsi,” klaim Andy.

Potensi bisnis ini membuat Kulina menjadi satu-satunya peserta startup dari Indonesia yang masuk program Launchpad Accelerator Google 2018.  Sebelumnya mereka juga terpilih sebagai Alpha Startup dan Exhibit di WebSummit di Dublin.

 

Bukanlah Katering

Andy mengaku setelah dua tahun bisnis ini berjalan, orang masih mengira Kulina itu bisnis katering. “Sesungguhnya Kulina bukanlah catering, karena kami tidak punya dapur sendiri, walaupun kami ikut bertanggujawab atas kualitas makanannya. Kami juga bukan jasa kurir pengatarann makanan, walaupun kami juga bertanggungjawab atas ketepatan waktu pengantaran,” jelasnya.

Sebagai pebisnis yang pernah membangun restoran FoodFezt dan Montana Group, Andy rupanya melihat bisnis kuliner dari sisi yang berbeda. Dia melihat potensi Internet dalam industri kuliner. Oleh karena itu, sebelum Kulina dia mendirikan MakanDiantar.com tahun 2015, sebuah platform e-commerce untuk dapur-dapur offline di Jakarta. Dari sinilah ide Kulina ini lahir.

“Kulina merupakan situs pesan dan langganan katering makan siang dari dapur mitra pilihan. Kami menawarkan pengantaran makanan yang lezat, terkurasi dan higienis setiap hari dari kreasi para dapur mitra Kulina,” jelasnya.

Dengan sistem seperti ini, Kulina akan memberikan keleluasaan bagi penggunanya dalam mendapatkan berbagai jenis makanan yang mungkin tidak ada di restoran dan dimasak oleh kalangan rumahan. Skema marketplace dinilai efektif untuk model pemesanan makanan, baik untuk kebutuhan personal maupun di kantor.

“Kami ingin agar para jagoan masak fokus pada pekerjaan favorit mereka, memasak makanan lezat. Segala hal terkait manajemen order, pembayaran, dan pengantaran oleh kurir sebisa mungkin akan kami urusi. Demikian juga pengguna Kulina bisa mendapatkan nilai maksimal dari yang mereka keluarkan. Mendapat makanan dengan kualitas terbaik dengan harga terjangkau,” kata Andy lagi.

Visi ini juga yang membuat Andy memutuskan untuk menutup usaha restoran dan foodcourt yang didirikannya di Yogyakarta. Pria yang gemar memasak ini menilai bahwa bisnis kuliner harus fair bagi kedua belah pihak.

“Kenapa para jago masak, street culinary artist, home chéfs, tidak bisa dengan mudah berbagi hasil karyanya, tanpa diribetkan dengan keharusan mempunyai modal besar dan kemampuan manajemen? Kenapa penikmat makanan, atau sekedar orang yang ingin makan siang atau malam tanpa punya waktu datang ke restoran, dan memesan delivery harus membayar terlalu mahal karena restoran tersebut mengeluarkan modal besar untuk sewa tempat? Toh mereka juga nggak makan di restoran tersebut,” ungkapnya.

Sebagai pebisnis kuliner yang berpengalaman, Andy paham semua masalah tersebut. “Saya tidak bermaksud menakut-nakuti para culinary artists, atau calon pengusaha yang ingin berbisnis kuliner. Tapi kenyataannya di lapangan adalah tidak mudah untuk terjun ke bisnis ini. Restoran baru muncul setiap hari, dan setiap hari pula ada restoran yang tutup karena tidak laku  atau salah manajemen. Atau sesederhana karena pemiliknya capek ngurusin bisnisya,” paparnya lagi.

 

Melali layanan on demand Kulina, Andy Fajar Handika ingin membuat para pelanggan, orang kantor maupun keluarga bisa memesan langsung dari online caterer atau home chéf favorit mereka (Foto: Kulina/Youngster.id)

 

Kurasi dan Edukasi

Konsep yang diajukan Kulina ternyata mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Di awal mulai Kulina hanya mampu mendapat pesanan 135 porsi per hari. Namun sejak memutuskan untuk melayani hanya pesanan makan siang, kini Kulina melayani sekitar 3.000 porsi setiap harinya.

“Kami fokus menyajikan menu makan siang dengan menu yang berbeda setiap hari,” ujar Andy.

Pria yang pernah meraih penghargaan sebagai Wirausaha Muda Mandiri ini memang sangat antusias dengan teknologi. Kemampuannya di bidang teknologi membuat dia berani membuat langkah menjadi technoprenur bidang kuliner.

Di sisi lain, dia juga sadar bahwa bicara bisnis kuliner adalah mengenai kualitas dan rasa. Oleh karena itu di Kulina, Andy menetapkan ada kurasi bagi setiap layanan dapur yang bekerjasama dengan Kulina.

“Kami melakukannya dengan 3 hal prinsip yaitu, kurasi sebagai syarat awal bergabung menjadi dapur mitra. Kedua, edukasi dapur dengan melibatkan in-house nutritionist maupun chef yang bekerjasama dengan kami. Dan terakhir adalah feedback (umpan balik) untuk setiap makanan yang diproduksi yang diperoleh dari rating dan komentar oleh konsumen,” jelasnya.

Diakui Andy, meski demikian mereka juga sempat beberapa kali melakukan kesalahan, dan kadang akibatnya fatal. Pernah, ketika tim Kulina meminta dapur mitra untuk memasak menu yang cukup asing untuk mereka tanpa memberikan training apapun. Hasilnya, rasanya tidak karuan. Dan sebagai konsekuensinya, selain Andy meminta maaf, dengan memberikan menu hari itu gratis. Andy juga mengaku jika umpan balik negatif terjadi terus menerus, maka kerjasama dengan dapur terpaksa dihentikan.

Namun di sisi lain, Kulina sangat memperhatikan mitra dapur mereka. Andy menegaskan, pihaknya dapat memberikan keuntungan dari biaya produksi dan pengantaran kepada para mitranya. Pasalnya, dengan jumlah porsi yang sudah terukur, maka dapur katering dapat menentukan dengan pasti biaya produksi mereka. Demikian juga dengan biaya pengantaran. Karena dengan algoritma, maka konsumen akan terpasang dengan dapur terdekat sesuai alamatnya.

“Jadi jika usaha katering biasanya dapat order seminggu sekali tetapi harus menggaji karyawan sebulan penuh, dengan kami mereka bisa mendapat order setiap hari. Selain itu tidak ada bahan baku yang terbuang karena tidak ada pesanan,” jelas Andy lagi.

Dia juga mengungkapkan, untuk efisiensi biaya kirim itu diterapkan dengan efisiensi pelanggan di dalam satu lokasi yang sama, maka pengantara dilakukan oleh satu kurir secara bersamaan. Apalagi harga langganan makan siang di Kulina hanya sekitar Rp 25 ribu per box sudah termasuk biaya kirim. “Kami saat ini baru melayani area Jakarta,” ujarnya.

Saat ini, selain Andy Fajar dan Andy Hidayat, cofounder Kulina ada Casper Sermsuksan. Mereka didukung 12 orang tim teknisi dan 8 tim operasional. Kegiatan mereka terpusat di Yogyakarta dan Jakarta.

Menurut Andy, untuk melakukan scale up, Kulina akan memperkuat operasional dan proses marketing. Namun Andy mengingatkan bahwa Kulina adalah sebuah tech company. Kulina pun akan memanfaatkan algoritma big data sehingga pengiriman makanan bisa berjalan dengan efisien.

Setelah mengunjungi Silicon Valley, Andy mengaku Kulina siap mengembangkan bisnis. Apalagi peluang lima juta pekerja di Jakarta yang memerlukan makan siang masih sangat terbuka. “Kami akan fokus mengembangkan aplikasi mobile dan memperluas layanan,” pungkasnya.

 

====================================

Andy Fajar Handika 

Prestasi :

==================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version