youngster.id - Meskipun transisi di Asia sangat kompleks, misalnya disebabkan pertimbangan sosio-ekonomi, namun tetap penting untuk berkomitmen secara nyata menuju masa depan rendah karbon di kawasan ini.
Dari lebih 140 negara yang mengumumkan atau sedang mempertimbangkan target nol karbon, 25 negara di antaranya berada di Asia, dengan komitmen yang mencakup sekitar 47% emisi global. Korporasi di Asia juga mengalami kemajuan dalam berkomitmen atau menetapkan target dekarbonisasi berbasis sains. Dari hanya 60 perusahaan pada tahun 2019, kini terdapat lebih dari 1.000 perusahaan di tingkat regional – mewakili seperempat penandatangan secara global.
Helge Muenkel, Chief Sustainability Officer DBS Group mengatakan, Indonesia memainkan peran penting dalam mengakselerasi dekarbonisasi di Asia karena Indonesia saat ini menjadi negara dengan aktivitas batu bara terbanyak.
Pembiayaan transisi merupakan faktor pendorong utama bagi perusahaan dalam beralih dari brown energy ke green energy, serta harus menjadi bagian dari rangkaian instrumen keuangan termasuk blended finance untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 2020, DBS Group telah meluncurkan Sustainable and Transition Finance Framework untuk menjawab permintaan yang terus meningkat di bidang pembiayaan transisi di Asia.
“Kemampuan kami untuk mengurangi financial emissions merupakan bagian dari keberhasilan upaya dekarbonisasi nasabah kami, dan kami berkomitmen untuk mendampingi mereka selama proses tersebut,” kata Helge, Senin (28/8/2023).
Indonesia dengan berani menyampaikan ambisi untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 – atau lebih cepat. Sementara itu, DBS Group mencanangkan rencana dalam mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, lebih cepat dari sejumlah negara tempat DBS Group beroperasi.
Terlepas Indonesia saat ini merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, Indonesia beruntung memiliki sumber daya energi terbarukan dan berkelanjutan yang melimpah.
Kunardy Lie, Chairman of Indonesia Sustainability Council PT Bank DBS Indonesia mengatakan, di Indonesia, peluang untuk menjalankan agenda keberlanjutan sangat besar melalui berbagai solusi pembiayaan.
“Kami percaya bahwa kemitraan yang kolaboratif dan strategis di antara para pelaku industri dan pembuat kebijakan akan menginspirasi dan menciptakan lebih banyak praktik berkelanjutan yang serupa untuk mengatasi isu-isu ESG, menyejajarkan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Didukung oleh konektivitas kami di Asia dan keahlian kami dalam pembiayaan transisi, kami memiliki aspirasi untuk membantu mempercepat proses dekarbonisasi perusahaan,” kata Kunardy.
Komitmen DBS Group untuk pembiayaan berkelanjutan – yang terdiri dari pinjaman hijau, pinjaman energi terbarukan, pinjaman keberlanjutan, dan pinjaman transisi – tercatat sebesar SG$61 miliar hingga akhir tahun 2022, melebihi target SG$50 miliar dua tahun sebelumnya.
Di Indonesia, per bulan Juli 2023, pembiayaan keberlanjutan termasuk transition loan telah mencapai Rp4 triliun atau naik 253% sejak tahun lalu yang mayoritas disalurkan untuk sektor real estate, energi terbarukan, dan industri manufaktur serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, Green Savings juga menarik minat nasabah untuk berkontribusi kepada masyarakat melalui persentase yang dihasilkan dari tabungan mereka.
Di bidang sosial, Bank DBS Indonesia juga melakukan berbagai kerja sama dengan berbagai pihak seperti perusahaan, startup, dan wirausaha sosial untuk menghadirkan solusi bagi isu-isu lingkungan dan sosial yang komprehensif. Salah satunya mengoordinasikan pengelolaan sampah organik dengan mitra wirausaha sosial untuk kampanye #MakanTanpaSisa. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi sampah makanan yang telah mencapai 276 ton makanan per Juli 2023 sejak diluncurkan pada tahun 2020.
Selain itu, DBS Foundation Grant Program 2022 memberikan dana hibah kepada wirausaha sosial Waste4Change, Tridi Oasis, dan SukkhaCitta untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis dan dampak positif yang mereka ciptakan.
STEVY WIDIA