youngster.id - Bermain game bukan lagi sekadar hobi. Di balik itu tersimpan potensi ekonomi yang sangat menggiurkan. Pada 2018 lalu secara global pasar game mencapai US$ 137,9 miliar, separuhnya berasal dari game mobile. Tak heran jika industri game merupakan bagian dari ekonomi kreatif Indonesia yang memiliki potensi besar di masa depan.
Berdasarkan data 2018 Games Market Report yang dipublikasikan Newzoo mencatat bahwa Asia Pasifik merupakan pasar terbesar game dunia. Kawasan ini menyumbang 52% dari total omzet produsen game dunia pada tahun lalu, atau senilai US$ 71,4 miliar.
Posisi selanjutnya ditempati Amerika Utara yang menyumbang 23% atau senilai US$ 32,7 miliar, serta kawasan Eropa, Timur Tengah dan Afrika yang menyerap 21% atau senilai US$ 28,7 miliar, dan Amerika Latin 4% atau sekitar US$ 5 miliar.
China menjadi pasar terbesar industri game dunia dengan 850 juta populasi online dengan omzet US$ 37,9 miliar. Sementara Indonesia menempati urutan Ke-17 pasar game dunia, setelah India dan Taiwan dengan jumlah populasi online mencapai 86 juta dan omzet US$ 1,13 miliar.
Menurut Newzoo, industri gaming di Indonesia tumbuh 40% di tahun 2018. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat menjanjikan bagi industri game dunia.
Data itu juga menunjukkan omzet industri game nasional di tahun 2017 berada di kisaran US$ 800 juta dan dengan cepat bertumbuh menjadi US$ 1,13 miliar pada 2018. Kue yang sangat besar tersebut sudah pasti sangat menggiurkan kalangan pengembang game dan pencipta konten.
Sayangnya, dari pangsa pasar game di Indonesia, pengembang game lokal hanya mendapat kue sebesar 0,4 persen saja. Oleh karena itu, industri ini membutuhkan para talenta alias pengembang untuk bisa menjadi “pemain” utama di tengah gencarnya serbuan game impor. Salah satunya adalah Ikaan Studio asal Bandung, yang berdiri sejak 2012. Startup ini bergerak di bidang pengembang game, interaktif media, dan projek seni seperti animasi karakter, game tiles, background art, user interface art.
“Kami mendirikan startup ini dengan tujuan menciptakan media interaktif dengan berbagai gaya seni yang hebat. Kami juga percaya bahwa kami dapat membangun aplikasi impian Anda menjadi kenyataan ke dalam berbagai platform virtual reality,” kata Banu Andaru Adhimuka, Founder & Chief Technical Officer Ikaan Studio kepada youngster.id saat ditemui di acara Bekraf Game Prime 2019 di Balai Kartini Jakarta baru-baru ini.
Diklaim Banu, Ikaan Studio telah membuat lebih dari 150 aplikasi dan games. Di antaranya Yummy Pizza Kitchen, Gabby’s Diary, Royal Dentish, dan Citampi. Yang paling dikenal adalah Gabish Diary yang sudah diunduh lebih dari 1 juta kali sejak tahun 2015.
Sedia Payung Sebelum Hujan
Sejatinya, usaha game developer Ikaan Studio ini didirikan Banu dan rekannya di Cimahi Bandung pada 2012. Meski bisa dibilang modal awal dari bisnis ini hampir tidak ada, tetapi peralatan dan program yang mereka miliki juga tidak murah. Karena itu, pria lulusan Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Bandung ini sempat menjajal pengalaman sebagai disain grafik, illustrator di beberapa studio.
“Saya dan rekan saya punya hobi yang sama yaitu menyukai gambar dan teknologi. Kami juga sudah lama ingin membangun studio sendiri. Bahkan kami menyisihkan uang dari sejak SMA agar suatu saat bisa punya studio developer sendiri. Saya juga sempat bekerja di berbagai tempat selain untuk mencari pengalaman juga untuk mengumpulkan modal, hingga akhirnya studio ini bisa terwujud,” kisah Banu.
Rupanya memiliki pengalaman dengan berbagai platform seperti web/flash, Playbook Blackberry, iOS, hingga Windows Phone membuat Ikaan Studio langsung dilirik oleh publisher game. Menurut Banu, mereka langsung mendapatkan proyek ilustrasi dan bikin game pesanan dari publisher YeIT dari Hongkong. Tidak tanggung-tanggung mereka mengerjakan 30 game dalam kurun waktu 1 bulan dengan nilai kontrak Rp 2 miliar.
“Kami sangat bersyukur di awal berdiri langung mendapat kepercayaan untuk membangun 30 game dalam waktu satu bulan. Itu kami bangun dengan menggandeng tenaga outsource dan bisa selesai dengan baik. Hasil dari itulah kami dapat membangun banyak game dan aplikasi,” ucap Banu.
Salah satu game Ikaan Studio yang ternama adalah game anak ‘Gabish Dairy’ yang dibuatnya sejak tahun 2015 lalu. Hingga kini game tersebut telah diunduh sebanyak 1 juta kali.
Menariknya, sulung dari tiga bersaudara ini mengakui, bahwa meski membangun studio game, namun pendapatan utama Ikaan Studio ada pada proyek pembuatan platform dan ilustrasi dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 10 juta hingga miliaran. Dan itu memberi pendapatan sekitar Rp 80 juta hingga Rp 150 juta setiap bulan. “Kalau dari semua produk yang kami tawarkan di Ikaan Studio, kami sudah mendapatkan keuntungan. Tetapi kalau untuk game kami belum break even point,” ujarnya.
Oleh karena itu, seperti pepatah: sedia payung sebelum hujan, Banu mengaku uang dari proyek yang masuk itu dikelola untuk mengembangkan produk selanjutnya.
“Tantanganya kami harus bisa mengendalikan antara uang masuk dan keluar, karena tidak semua klien membayar di awal. Jadi kami butuh dana cadangan untuk menyiapkan biaya operasional dan lain-lain. Dan semua tidak boleh mendadak karena semua harus dipersiapkan. Termasuk dalam hal update teknologi,” papar Banu.
Saat ini, Ikaan Studio telah memiliki sebanyak 15 orang karyawan tetap. “Bagi saya tim kecil yang ada saat ini sama saya bisa efisien dan saling mengerti. Karena makin besar tim akan semakin tinggi pula hirarki komunikasi yang terjadi di dalamnya. Dan itu malah membuat kurang efisen,” kata Banu lagi.

Muatan Lokal
Sebagai studio developer, Banu juga ingin punya produk game bermuatan kearifan lokal. Lahirlah game Citampi. “Turut menyajikan suguhan game lokal dengan citrarasa budaya Indonesia menjadi daya tarik sendiri dan juga lebih mudah untuk meraih pasar lokal. Apalagi belum banyak pemain lokal yang menggarap pasar ini,” ungkap Banu.
Banyak pihak memprediksi, tren industri game secara global tumbuh double digit setiap tahunnya. Jika hal ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri game, Indonesia diprediksikan mampu menjadi 5 besar game maker dengan perolehan angka US$ 4,3 miliar.
Meski demikian, Banu mengaku, meraih pasar lokal tidaklah mudah. Apalagi masyarakat sudah terlebih dahulu diserbu oleh game-game impor. Padahal konten dari game Tanah Air tidak kalah bagus dengan buatan asing.
Untuk meraih pasar lokal itu, Banu dan timnya memakai strategi pendekatan sosial. “Sebelum Citampi diluncurkan ke masyarakat, kami bangun pendekatan lewat media social, seperti Instagram, Facebook yang kami update setiap hari lewat komik. Sekarang sudah 18 ribu follower. Hingga akhirnya game itu kami rilis pada akhir 2018,” katanya.
Menurut Banu, pihaknya terus belajar untuk bisa mengembangkan produk game yang berkualitas. Oleh karena itu, Banu sangat bersyukur komunitas game yang mulai terbangun dan mendapat dukungan dari pemerintah. Termasuk dia senang dapat mengikuti gelaran Bekraf Game Prime 2019. “Kami dapat menampilkan karya game yang kamu buat ke masyarakat luas. Dan, kami juga bisa menjajaki apa yang didingikan pasar sehingga kami jadi tahu target yang harus kami capai,” ujarnya.
Bagi Banu, masih kurangnya “pemain” lokal di industri game juga menjadi tantangan tersendiri. “Bagi saya di indusri ini yang ada bukan pesaing tetapi partner. Kami bisa bekerjasama dan berbagi data dengan yang lain. Karena pasar Indonesia potensinya masih belum banyak tergali,” ujarnya.
Dia berharap dengan semakin kuatnya ekosistem industri game di Tanah Air, maka Ikaan Studio juga dapat berkembang lebih besar lagi.
“Kalau harapan ke depannya dari Ikaan Studio, kami ini memiliki produk yang berkelanjutan. Selain itu, saya berharap para pemain lokal di industri game bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” tutup Banu.
==========================
Banu Andaru Adhimuka
- Tempat Tanggal Lahir :Balikpapan 11 November 1984
- Pendidikan : S1 Desain Komunikasi Visual, ITB
- Usaha : Game developer Ikaan Studio
- Mulai Usaha : 2012
- Jabatan : Founder & Chief Technical Officer
- Jumlah Tim : 15 orang
- Nama Produk : Citampi, Yummy Pizza Kitchen, Gabby’s Diary, Royal Dentish
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post