youngster.id - Teknologi finansial atau financial technology (fintech) khususnya di sektor peer to peer lending (P2P) diharapkan mampu menjadi alternatif solusi pembiayaan bagi UMKM yang selama ini kesulitan mengakses pinjaman ke perbankan.
Sejauh ini, untuk memperoleh pembiayaan, UMKM terganjal persyaratan kolateral (jaminan). Padahal, UMKM merupakan market yang sangat besar untuk dioptimalkan.
Dalam survei yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sekitar 69,02% UMKM mengalami kesulitan permodalan saat pandemi COVID-19. Data tersebut menunjukkan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting dan dibutuhkan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, anggota fintech yang berada di naungan AFPI terus berupaya untuk mengoptimalkan pinjaman ke UMKM. Saat ini, sebanyak 40% pembiayaan masuk dalam sektor produktif. Tercatat, periode Januari-Juli 2023 penyaluran pembiayaan mencapai Rp58 triliun, dan pembiayaan di sektor produktif sebesar Rp22 triliun.
“Pembiayaan sebesar 40% ke sektor produktif di Indonesia tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan China. Di ASEAN porsi ini cukup diapresiasi. China justru lebih besar strukturnya ke pembiayaan sektor konsumtif. Kami ingin fintech di Indonesia menjadi contoh bagi ASEAN,” ungka Sunu, dikutip Senin (18/9/2023).
Menurut Sunu, dalam mengoptimalkan pembiayaan kepada UMKM, dibutuhkan dua hal yang menjadi faktor penting, yaitu literasi digital dan literasi keuangan yang tak bisa dipisahkan. Menurutnya, UMKM jika tidak bisa mengadopsi digital akan tertinggal.
“Karena digital akan menjadi track record dari cashflow. Misalnya, UMKM di daerah remote, selama terhubung dengan digital, fintech pasti akan berani memberikan pinjaman. Digitalisasi mengonfirmasi kegiatan usaha secara digital,” jelas Sunu.
Jadi, digitalisasi menjadi kunci untuk menjawab tantangan pendanaan yang selama ini menghambat UMKM untuk berkontribusi lebih terhadap perekonomian.
“Kehadiran fintech P2P lending dalam ekosistem digital bertujuan untuk menyediakan solusi pendanaan yang lebih optimal bagi para UMKM, mengingat keunggulan dari fintech yakni mudah diakses, persyaratan sederhana, dan memerlukan waktu pencairan dana yang relatif singkat,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Humas AFPI sekaligus CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menambahkan, AFPI bersama EY Parthenon mengklasifikasikan UMKM di Indonesia menjadi empat segmentasi yang lebih rinci, untuk mendukung pengambilan kebijakan pemberian pembiayaan yang lebih tepat sasaran. Khususnya bagi pemangku kepentingan termasuk penyelenggara fintech P2P lending.
“Dalam riset AFPI dan EY Parthenon, ditambahkan elemen literasi digital dan literasi keuangan, sehingga akan memperkuat segmentasi UMKM yang sudah ada selama ini,” imbuh Taufan.
Disebutkan Taufan, terdapat empat segmentasi baru untuk UMKM. Pertama, Kelompok Bisnis Prospektif, merupakan bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki potensi kemampuan perencanaan bisnis.
Kedua, Kelompok Kebutuhan Dasar, yakni bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan rendah, menghasilkan potensi risiko pembiayaan yang lebih tinggi.
Ketiga, Kelompok Bisnis Konvensional Bertahan, yaitu bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan rendah, hanya berfokus pada upaya mempertahankan kondisi status-quo mereka.
Keempat, Kelompok Bisnis Unggul, yaitu bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki daya tarik tertinggi dalam hal pendanaan.
AFPI akan menggelar UMKM Digital Summit 2023, pada 21 September 2023, di Convention Hall SMESCO Jakarta, dengan menghadirkan para menteri Kabinet Indonesia Maju dan tokoh-tokoh inspiratif berpengalaman di dunia usaha.
UMKM Digital Summit 2023 ini sebagai upaya konkret AFPI dalam meningkatkan awareness semua stakeholders bahwa digitalisasi dan pemanfaatan teknologi meningkatkan akses pembiayaan UMKM sebagai tindak lanjut temuan riset AFPI-EY.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menjawab masalah akses pembiayaan yang dialami pelaku UMKM dan membantu peningkatan inklusi keuangan nasional melalui proses digitalisasi yang dimiliki fintech,” tutup Sunu.
STEVY WIDIA
Discussion about this post