youngster.id - Untuk meningkatkan pembiayaan berkelanjutan (sustainable financing) sekaligus mendukung tujuan iklim negara, termasuk komponen keuangan biru yang pertama, International Finance Corporation (IFC) memberikan pinjaman senilai US$200 juta atau sekitar Rp3,1 triliun kepada Bank Shinhan Indonesia (BSI).
Euan Marshall, Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor-Leste mengatakan, memperluas pendanaan iklim adalah kunci untuk mencapai tujuan Net Zero Indonesia pada tahun 2060. Ekonomi biru mendorong seperempat produk domestik bruto (PDB) negara, sementara usaha kecil mempekerjakan 97% angkatan kerja.
“Kemitraan ini akan membantu memperdalam dan mengembangkan pasar keuangan berkelanjutan di Indonesia dan mengkatalisasi investasi baru di sektor-sektor utama untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang negara ini,” kata Marshall, dikutip Jum’at (15/3/2024).
Sebagai bagian dari paket pembiayaan, setidaknya 40% dana pinjaman itu akan diarahkan pada pinjaman ramah lingkungan untuk mendukung proyek energi terbarukan, efisiensi energi dan transportasi ramah lingkungan.
Hal ini diharapkan dapat mengurangi hingga 86.703 ton emisi karbon dioksida (CO2) setiap tahunnya pada tahun 2028.
Selain itu, 15% akan dialokasikan ke komponen biru untuk mendanai proyek-proyek di industri yang terkait dengan kelautan atau sumber daya air. Sementara 20% akan disisihkan untuk komponen sosial, yang memberikan dukungan penting kepada ribuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam lima tahun ke depan. Sisanya sebesar 25% akan dialokasikan ke salah satu dari tiga segmen tersebut.
Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, IFC mengatakan Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut.
Untuk mengelola risiko iklim, Indonesia secara ambisius berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 32% (dengan sumber daya dalam negeri) dan hingga 41% (dengan dukungan internasional) dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa.
Dengan latar belakang ini, pendanaan perubahan iklim dan UMKM merupakan dua pendorong utama jalur pertumbuhan berkelanjutan di Indonesia. Namun keduanya memerlukan investasi yang besar.
Meskipun IFC memperkirakan potensi investasi iklim negara ini sebesar US$274 miliar antara tahun 2016 dan 2030, kesenjangan pembiayaan UMKM diperkirakan mencapai US$234 miliar.
“Kami berkomitmen untuk berkontribusi terhadap tujuan Net Zero Indonesia. Transaksi baru ini penting karena menjadi landasan bagi pertumbuhan jangka panjang BSI meskipun terdapat tantangan dalam penggalangan dana dalam mata uang dolar di Indonesia. Kami akan terus memperluas kolaborasi dengan IFC untuk mempromosikan keuangan berkelanjutan,” kata Hyung Hoe Koo, Presiden Direktur BSI.
IFC menyatakan berkomitmen untuk mendukung lebih banyak pembiayaan tematik, menciptakan pasar keuangan berkelanjutan yang kuat, sekaligus mendukung peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM di Indonesia.
Sejak tahun 1968, IFC telah menginvestasikan total pembiayaan (termasuk dana yang dimobilisasi) melebihi US$10 miliar di Indonesia. (*AMBS)