Faktor Penyebab Gen Z Dianggap Problematik di Tempat Kerja

tenaga kerja

Pasar Tenaga Kerja Indonesia Positif untuk Semester 2 Tahun 2024 (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai 16,28% pada Agustus 2023. Ini merupakan salah satu yang tertinggi di antara kelompok usia lainnya.

Sebuah studi dari Deloitte menunjukkan bahwa hampir 50% dari Gen Z di seluruh dunia khawatir tentang keamanan pekerjaan mereka dan merasa stres karena ketidakpastian ekonomi yang dihadapi saat ini.

Dalam konteks Indonesia, tantangan ini diperparah oleh ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki lulusan dan kebutuhan pasar kerja, serta rendahnya kualitas pendidikan di beberapa wilayah.

Beberapa faktor yang membuat Gen Z dianggap problematik di tempat kerja antara lain: oknum sudah di-hire, baru 3-7 hari keluar tidak pamit; Oknum banyak yang memalsukan CV kerja, padahal tidak punya skill; Oknum gede gengsi, mau gaji gede perusahaan bagus, tapi tidak bisa kerja.

Faktor lainnya: Oknum lemah mental, sukanya kerja rebahan gaji jutaan; Oknum dianggap nggak punya etika kerja ke ‘senior’; dan Oknum dicap doyan berhutang tapi tidak mau bayar hutang.

“Nggak sedikit owner dan HR yang dibikin trauma sama kelakuan oknum Gen Z. Tapi, mau di-blacklist pun, zaman terus berubah. Mau nggak mau, kita akan masuk eranya mayoritas pekerja adalah Gen Z,” kata Satia Pradana, Founder & CEO Bisnishack.

Menurut data dari Pew Research Center, Gen Z akan mendominasi angkatan kerja pada tahun 2030, membawa dinamika baru dalam dunia kerja yang lebih digital dan fleksibel.

Lantas, seperti apa solusi menghadapi Gen Z di tempat kerja? Menurut Satia, setiap generasi punya pola managing sendiri, termasuk Gen Z dan Milenial. Menurutnya, kalau merasa mereka bermasalah, lakukan 2 hal ini.

Pertama, cek kondisi dan situasi kerja internal, jangan-jangan perusahaanmu tidak manusiawi. Studi dari Harvard Business Review menemukan bahwa lingkungan kerja yang mendukung dan sehat dapat meningkatkan produktivitas karyawan hingga 50% dan mengurangi turnover rate secara signifikan

Kedua, jangan rekrut tim dengan cara biasa dan waras. Sebuah studi dari McKinsey menyebutkan bahwa metode rekrutmen tradisional sering kali tidak efektif untuk menarik dan mempertahankan talenta dari generasi muda yang lebih mengutamakan fleksibilitas dan kesempatan pengembangan diri

“Kalau cara waras nggak mempan buat mengatasi kegilaan tim, berarti kamu butuh cara gila membangun superteam,” tutup Satia.

 

HENNI S.

Exit mobile version