youngster.id - Selama ini publik sudah familiar dengan Bahasa Inggris slang seperti FYI (for your info), ASAP (as soon as possible), TGIF (thank God its Friday). Beberapa singkatan tersebut familiar di kalangan generasi milenial yang lahir pada 1981-1996.
Namun seiring dengan semakin tumbuhnya generasi di bawah milenial yakni Generasi Z (lahir 1997-2012), maka penggunaan Bahasa Inggris slang makin bertambah dan beragam. Mulai dari OML (on my life), IYKYK (if you know, you know), FR (for real?), GYAT (what! atau wow!-serapan dari ekspresi), no cap (berkata sebenarnya/jujur).
Secara frekuensi, Gen Z tampaknya lebih sering menggunakan Bahasa Inggris (formal maupun informal) dalam percakapan sehari-hari, baik lisan maupun tulisan. Benarkah Gen Z menjadi angkatan yang paling menguasai bahasa asing terutama Inggris dibanding generasi lain?
Yoshua Yanottama, Head of Learning Labs Edtech Cakap menyatakan bahwa Gen Z terlibat dalam pergaulan dan pertukaran budaya secara internasional melalui berbagai macam sarana. Selain media sosial, ada medium lain seperti gim, forum, dan berbagai aktivitas daring lainnya yang mana, lebih dari 50% konten yang ada di internet dan jejaring sosial menggunakan Bahasa Inggris.
“Bahasa Inggris adalah lingua franca di internet. Saya menilai bahwa ini adalah tren yang positif bagi Gen Z,” ucap Yoshua, dikutip Minggu (31/3/2024).
Disaat yang bersamaan, riset dari sebuah lembaga bahasa asing global menemukan fakta bahwa ada penurunan penguasaan bahasa Inggris di kalangan Gen Z, sesuatu yang sangat kontradiktif dengan dorongan sosial mereka. Laporan Education First Proficiency Index 2023, menyoroti bahwa tren penguasaan bahasa untuk jenjang usia 18-20 tahun (kelahiran 2003-2005) menurun, sedangkan peningkatan justru ditunjukkan oleh generasi di atasnya (generasi milenial).
Yoshua menambahkan bahwa berdasarkan kelompok usia, tingkat kunjungan ke situs maupun aplikasi Cakap dari Gen Z cukup tinggi. Namun di saat yang bersamaan, yang mendominasi untuk akhirnya benar-benar belajar bahasa adalah di atasnya, yakni generasi milenial. Sepanjang 2023, siswa yang belajar Bahasa Inggris di Cakap didominasi usia 20-29 (sebagian besar Gen Z) yakni sebanyak 21% laki-laki dan 23% perempuan. Baru kemudian disusul millennial (usia 30-39) yakni 11% laki-laki dan 10% perempuan.
“Mungkin kebutuhannya berbeda, generasi milenial sudah bekerja dan membutuhkan bahasa untuk menunjang fungsi pekerjaannya, sehingga ada urgensi yang lebih tinggi untuk bahasa yang bersifat formal,” ucap Yoshua.
Menurut Yoshua, maraknya penggunaan bahasa slang merupakan bentuk pembebasan dari kekangan konsep pembelajaran bahasa yang konvensional. Mereka yang menggunakan slang secara aktif mau menunjukkan bahwa elemen yang penting adalah penyampaian makna dan niat, bukan lagi aturan gramatikal yang rumit dan menjemukan.
“Ini tren yang positif, karena pembelajaran bahasa yang modern dan efektif juga mengedepankan pendekatan yang lebih komunikatif. Semangat dan gairahnya sudah tepat, hanya bentuknya saja yang perlu pembinaan lebih lanjut,” tutup Yoshua.
STEVY WIDIA