Fransiska Putri Hadiwidjana : Jadikan Barang Preloved Bernilai Kembali

Fransiska Putri Wina Hadiwidjana, Founder & CEO Prelo.co.id (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Belakangan ini banyak anak muda yang menunjukkan kepedulian pada lingkungan. Salah satunya dengan memanfaatkan kembali barang bekas agar tidak menjadi sampah. Dalam hal ini ada satu startup unik yang menawarkan barang bekas (preloved) berkualitas asli untuk digunakan kembali.

Seringkali kamu membutuhkan barang asli namun terlalu mahal untuk membeli yang baru, maka Prelo menjadi tempat yang tepat dalam membeli barang bekas. Mulai dari baju, sepatu, kamera, jam tangan, ponsel, boneka hingga lampu kristal tersedia di sini. Semua barang dijamin asli, bukan bajakan dan masih dapat digunakan.

Adalah Fransiska Putri Wina Hadiwidjana pendiri startup yang fokus pada barang preloved berkualitas ini. Selain menawarkan produk dan jasa penitipan, Prelo juga sekaligus melawan barang bajakan alias barang palsu.

“Di bisnis saya sebelumnya, banyak sekali aduan dari pembeli dan penjual tentang barang palsu yang dijual. Melihat pengalaman itu menyadarkan saya bahwa betapa mudahnya barang palsu diperjualbelikan di Indonesia. Akhirnya, ini menjadi salah satu alasan yang mendorong saya mendirikan Prelo,” papar Fransiska kepada youngster.id di Kampus UMN Serpong, Banten belum lama ini.

Menurut gadis yang oleh teman-temannya akrab dipanggil PW ini, selain melanggar hukum, fenomena pembajakan yang merajalela bersifat sangat destruktif untuk ekosistem e-commerce. Banyak pembeli yang menjadi skeptis dan selalu membutuhkan verifikasi ekstra untuk memeriksa keaslian barang yang akan dibeli. Selain itu, penjual yang menawarkan barang orisinil juga dirugikan karena ide dan hak ciptanya disalahgunakan untuk keuntungan pihak lain.

Prelo melawan pembajakan dengan mengkurasi semua barang yang dijual melalui platform-nya. Tim internal dan algoritma khusus dari perusahaan ini mampu mengidentifikasi produk yang mencurigakan dengan membandingkannya dengan produk lain dalam domain publik berdasarkan deskripsi, merk, model, dan berbagai atribut lainnya.

Prelo juga aktif dalam berbagai komunitas produk, agar setiap anggota semakin jeli menyaring produk yang asli dari barang palsu. Misalnya, tim Prelo belajar cara memeriksa otentisitas dari sepatu sneakers dari komunitas sneakers online.

Sejak peluncurannya pada November 2015, startup asal Bandung ini telah memasilitasi transaksi senilai lebih dari US$ 1 juta atau setara Rp 13 miliar.

Kini, Prelo memiliki puluhan ribu pengguna aktif setiap bulannya dan memiliki 200 ribu produk yang tersedia dalam platform. Usaha rintisan yang beranggotakan 29 orang ini telah menerima pendanaan awal dari Rebright Partners pada tahun 2015, namun tidak disebutkan jumlahnya.

“Prelo mendorong penggunanya mengurangi konsumsi pembelian barang baru dan menerapkan kebiasaan memakai barang bekas atau barang pinjaman,” terang Fransiska

 

Putri Wina Hadiwidjana berfoto bersama usai menjadi pembicara dalam sebuah event kewirausahaan anak muda di UMN Serpong (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Rasa Ingin Tahu

Kiprah Fransisca juga dilirik dunia. Di awal tahun 2018, namanya masuk daftar “30 under 30” dari Majalah Forbes sebagai anak muda yang memberi dampak.

Surprise sekali. Seperti mimpi. Tapi di grup WhatsApp banyak yang ngucapin selamat, jadi benar-benar surprise. Ini seperti mengakui saya sebagai satu dari deretan anak muda yang sukses dari Indonesia di kancah Asia,” ungkapnya sambil tersenyum.

Gadis kelahiran Surabaya, 13 April 1990 ini menyebut kunci keberhasilannya di usia muda adalah rasa ingin tahu. “Karena ingin tahu, saya mencoba banyak hal. Jadi, harus berani mencoba sebanyak mungkin pengalaman. Sebab, pengalaman itu guru yang terbaik,” Fransiska berbagi kiat.

Bahkan ia sudah tahu apa yang harus dilakukannya saat lulus dari ITB. “Saya selalu berfokus di software atau perangkat lunak. Memanfaatkan pengembangan perangkat lunak agar menjadi sesuatu yang berguna bagi masyarakat itu selalu menjadi cita-cita saya,” ucapnya tegas.

Peraih predikat terhormat dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memang kerap memenangkan beberapa kontes pengkodean (coding). Bahkan dia pernah terpilih berpartisipasi dalam program tahunan yang diadakan oleh Singular University, institut pendidikan interdisipliner dan interkultural di kompleks riset NASA, Amerika Serikat.

“Saya secara spesifik memang ingin membangun startup teknologi,” ujarnya. Awalnya sebelum Prelo dia sempat mendirikan Kleora, startup khusus perempuan. Namun dalam perjalanannya, startup itu pivot dan menjadi Prelo yang diluncurkan pada 2015.

Menurut Fransiska, bisnis ini terinspirasi dari seorang teman yang suka belanja makeup secara online. Barang yang dibeli terlalu banyak sehingga banyak yang tidak terpakai dan bingung mau diapakan. “Dari situ mulai terpikir untuk membangun marketplace barang prelove. Prelo juga berasal dari kata prelove. Dan saya ingin Prelo punya konsep khusus dan aman,” ungkap gadis yang hobi naik sepeda itu.

Dengan kemampuan yang dimilikinya Fransiska ingin mempermudah banyak orang ketika inigin mendapatkan sebuah barang, namun terlalu mahal untuk dibeli. “Cara penggunaannya semua ada si dalam websitenya. Pokoknya dijelaskan secara rinci mengenai keadaan barang maupun harga jual. Selain itu, rekening yang digunakan adalah rekening bersama, sehingga dijamin terpercaya untuk melakukan jual beli,” tegas Fransiska.

Prelo juga aktif dalam berbagai komunitas produk, agar setiap anggota semakin jeli menyaring produk yang asli dari barang palsu. Misalnya, tim Prelo belajar cara memeriksa otentisitas dari sepatu sneakers dari komunitas sneakers online.

“Sebanyak 29 orang tim internal dan algoritma khusus dari Prelo mampu mengidentifikasi produk yang mencurigakan. Lalu dibandingkan dengan produk lain dalam domain publik berdasarkan deskripsi, merek, model, dan berbagai atribut lainnya,” jelasnya.

 

Dengan kemampuan yang dimilikinya Fransiska ingin mempermudah banyak orang ketika inigin mendapatkan sebuah barang, namun terlalu mahal untuk dibeli. Solusinya melalui Prelo (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Tantangan dan Komitmen

Perempuan yang pernah bekerja sebagai karyawan Google dan Microsoft ini mengatakan untuk mendukung bisnis starup ini, turut aktif dalam berbagai komunitas produk, agar setiap anggota semakin jeli menyaring produk yang asli dari barang palsu. Sebagai contoh Fransiska menjelaskan, dimana tim Prelo sendiri selalu terus belajar bagaimana cara memeriksa otentisitas dari sepatu sneakers dari komunitas sneakers online.

Menariknya, Prelo juga memberikan lencana bagi pengguna yang terverifikasi ketika mengunggah produk autentik. Termasuk bagi pengguna yang melaporkan produk mencurigakan atau palsu. Dengan tujuan agar penjual bisa menggunakan lencana-lencana ini untuk mendapatkan bantuan promosi produk dalam Prelo. Ke depannya, Prelo akan memberikan lebih banyak manfaat kepada pemegang lencana.

“Karena kualitas produk merupakan hal yang sangat penting untuk perusahaan e-commerce, terlebih lagi marketplace untuk barang preloved (bekas) seperti kami. Jadi dengan adanya sistem kurasi dan garansi produk asli, pengguna Prelo bisa berbelanja dengan tenang dan benar-benar nyaman,” papar perempuan kelahiran 3 April 1990 mengatakan.

Di sisi lain, tantangan ketika dirinya mendirikan Prelo cukup banyak ditemuinya. Fransiska mengaku, tantangan yang datang itu selalu datang berbeda-beda.

“Tantangannya yang jelas pasti berbeda. Kami akui sejak lima tahun lalu memang sudah ada kompetitor. Tetapi kami memang memiliki segmen target market sendiri. Segmentasi kami untuk usia 24 sampai 34 tahun. Jadi memang kalau dari segi produk startup kami lebih banyak memiliki tantangan. Namun masih bisa kami tangani dari segi tim karena kami memang programmer andal. Tim saya itu satu alumni dan ada juga yang junior saya di kampus,” paparnya.

Tak cukup sampai di situ, untuk menghadapi tantangan dan kendala bisnis yang datang pada Prelo. Sedikitnya dalam sepekan bersama 29 tim pendukung Prelo. Fransiska selalu mengupayakan technical meeting dengan timnya yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada.

“Kalau di Prelo kami selalu ada technical meeting,yang diadakan setiap pekan. Dalam sepekan itu setiap tim harus memberikan ide, kalaupun ada masalah masing-masing dari tim tadi harus bisa mempresentasikan di pekan berikutnya hingga mencapai solusi. Melalui technical meeting yang dilakukan, kami mencoba untuk terus mempelajarinya, agar di bulan berikutnya target-target tersebut bisa tercapai. Bagi kami pentingnya technical meeting itu tentu bisa memberikan solusi dan sekaligus mendapatkan inovasi baru bagi kemajuan perkembangan bisnis ke depannya. Maka itu saya bersama tim selalu rutin melakukan hal itu,” beber Fransiska.

Sayangnya saat dirinya dirinya singgung berapa besar modal awal ketika mendirikan Prelo, dan omset perbulan hingga berapa besar dana dari investor yang pernah didapatnya untuk Prelo.

Satu lagi kiat dari Fransiska adalah harus percaya dengan kemampuan diri sendiri. Selama bergelut di dunia teknologi informasi yang identik dengan laki-laki, Fransiska terus menjaga rasa percaya dirinya.

“Ketika saya masuk jurusan teknologi informatika ITB, hanya ada 20% perempuan dalam satu kelas. Memang sedikit jumlah perempuan, tapi untuk menghapus stigma ini kita harus percaya dengan apa yang kita bisa,” ucap gadis yang gemar olahraga taekwondo dan panahan itu.

Meski telah menggenggam sukses, Fransiska masih ingin menghasilkan karya yang berguna bagi masyarakat luas. Belum lama ini ia dipercaya menjadi co-founder dari AugMI Labs, yaitu startup biomedis di Silicon Valley, AS.

“Saya bersyukur apa yang saya dirikan bisa dirasakan manfaatnya bagi banyak orang,” tutup Fransiska.

 

===================================

Fransiska Putri Wina Hadiwidjana

Prestasi :

====================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version