youngster.id - Permasalahan utama dalam mengatasi ancaman di dunia siber Indonesia adalah kurangnya sumber daya manusia. Kebutuhan akan SDM handal dalam mengatasi ancaman serangan siber tersebut sangat tinggi.
Berdasarkan data ID-SIRTII serangan dunia siber di Indonesia tahun 2015 mencapai 28 juta serangan.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam acara peluncuran Program National Born to Control Senin (30/01/2017)di Ruang Roeslan Abdul Gani Kementerian Kominfo, Jakarta.
“Tentu hal ini harus mampu kita tangani secara teknis. Permasalahannya, di Indonesia ini orang yang memiliki kompetensi untuk itu boleh dikatakan ada, tapi ya orangnya itu-itu lagi. Oleh karenanya kita butuh SDM sebanyak-banyaknya yang punya kualitas, kapasitas, dan kemampuan di bidang cyber security,” jelas Rudiantara.
Lebih lanjut Menkominfo menegaskan bahwa program ini bukan bertujuan untuk mengontrol dunia maya, namun justru untuk memperkuat Indonesia dari potensi serangan di dunia siber.
“Nanti akan ada proses rekrutmen semacam Hackathon, agar kita benar-benar dapat SDM yang tangguh untuk menghadapi riuhnya serangan siber,” tegas Rudiantara.
Untuk itu, pemerintah menggelar Program National Born to Control bekerjasama antara Direktorat Keamanan Informasi Ditjen Aplikasi Informatika dengan PT. Xynesis dan Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer (APTIKOM) Indonesia. Pencarian talent di bidang keamanan siber ini akan dilakukan di 10 kota yaitu Jakarta, Bandung, Yogya, Malang, Bali, Makassar, Manado, Samarinda, Medan dan Palembang.
Para peserta dalam program Born to Control akan melalui Security Test berupa Hacking Contest & IT Quiz. Kemudian tahap semifinal dilakukan seleksi secara online. Lalu masuk ke dalam tahap Final Digicamp dan Industrial Base, di mana 100 peserta terbaik akan diberi pelatihan khusus sekaligus mendapat akses ke industri di bidang keamanan siber serta industri yang bekerjasama dalam program Born to Control.
CEO PT. Xynesis, Eva Noor, menjelaskan bahwa program Born to Control ini membawa semangat proteksi masyarakat dari hal-hal negatif. Munculnya angka 10000 tersebut, lanjutnya, muncul dari hitung-hitungan banyaknya lulusan teknologi informasi yang belum bisa terjun langsung memenuhi kebutuhan industri dalam keamanan siber.
“Kami meluluskan banyak sekali ahli-ahli IT, tapi apakah ahli-ahli IT ini bisa terjun langsung untuk membantu industri? Dari pengalaman, gapnya terlalu tinggi, karena cyber security itu selain skill juga butuh passion. Kami berusaha memenuhi gap itu,” papar Eva.
Lebih lanjut Eva menjelaskan bahwa sejak pendaftaran Born to Control dibuka, telah tercatat lebih dari 1000 pendaftar yang justru didominasi oleh pendaftar dari luar Pulau Jawa, di antaranya Makassar, Manado, Palembang, dan Medan.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan memaparkan bahwa masalah keamanan siber adalah masalah yang sangat penting.
“Dengan adanya program Born to Control ini, talent-talent yang berbakat dapat berkumpul dan dilatih untuk memenuhi kebutuhan industri. Mereka akan dilatih menjadi expert terbaik,” papar Semuel.
STEVY WIDIA
Discussion about this post