youngster.id - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau yang dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI) terus bergerak pesat, salah satunya yang sedang menjadi perbincangan adalah teknologi AI bernama ChatGPT (Generative Pretrained Transformer). Sebenarnya, apa itu ChatGPT?
Chat GPT adalah sebuah teknologi kecerdasan buatan yang mampu melakukan percakapan secara otomatis dengan manusia menggunakan bahasa alami. Dengan kemampuannya yang semakin berkembang, Chat GPT dapat membantu banyak orang dalam berbagai bidang, seperti edukasi, bisnis, atau kesehatan. ChatGPT dikembangkan oleh Open AI, sebuah lembaga penelitian AI yang berbasis di San Fransisco. Lembaga penelitian ini didirikan pada tahun 2015 dan dikelola oleh beberapa ahli teknologi dan pengusaha, termasuk Elon Musk.
Dengan kecerdasannya, ChatGPT dapat membantu memudahkan pekerjaan manusia yang berhubungan dengan teks atau tulisan seperti menulis surat, copywriting, menulis esai, makalah, buku, puisi, hingga tugas akhir kuliah seperti skripsi, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah. Menurut survey oleh perusahaan finansial UBS yang dikutip Reuters, pengguna ChatGPT telah mencapai 100 juta hanya dalam kurun waktu dua bulan sejak diluncurkan pada bulan November 2022. Pada bulan Januari 2023, terdapat sekitar 13 juta pengguna yang mengakses ChatGPT setiap harinya, dua kali lipat lebih banyak dibandingkan bulan Desember 2022.
Kehadiran ChatGPT juga memunculkan pro dan kontra terutama pada dunia pendidikan. Praktisi di bidang Information Technology and Policy Advocate Tony, dalam seminar online dengan tema “Unravelling the Mystery of ChatGPT” yang digelar Magister Ilmu Komunikasi UPH beberapa waktu lalu mengatakan bahwa keberadaan ChatGPT mendorong terciptanya berbagai kemajuan yang sangat luar biasa dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua informasi atau jawaban yang diberikan oleh ChatGPT itu benar. ChatGPT hanya dapat menghasilkan sesuatu berdasarkan input yang disuplai kepadanya.
“Oleh karena itu, penting untuk tetap melakukan verifikasi dan validasi informasi yang diberikan oleh ChatGPT sebelum menggunakannya,” kata Tony.
Tony memberikan trik untuk meminimalkan informasi yang kurang akurat dari ChatGPT sehingga bisa dimanfaatkan dengan lebih baik. Pertama, membuat permintaan yang spesifik, jelas, dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sama umum. Kedua, memberikan konteks yang spesifik mengenai topik yang diminta. Ketiga, memberikan perintah dalam bentuk kalimat aktif dan meminta jawaban yang mendetil.
Sementara itu, Dr. Fitzerald K. Sitorus, S. Sos., S. Fil., Dosen Ilkom UPH, dalam forum yang sama, mengatakan bahwa pada dasarnya AI hanya dapat menghasilkan sesuatu berdasarkan input yang diberikan.
“ChatGPT dibuat berdasarkan informasi dari internet seperti Wikipedia, sehingga dapat mengandung kesalahan, bias, tidak akurat, dan tidak paham konteks. Selain itu, ChatGPT tidak memiliki kemampuan reflektif untuk menyadari bahwa ia sedang melakukan sesuatu atau self-consciousness. Oleh karena itu, ia tidak dapat menghasilkan sesuatu dari pikirannya sendiri, seperti memiliki ide atau imajinasi,” ungkap Fitzerald.
Meskipun masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi seperti masalah privasi, keakuratan informasi, dan keamanan, penggunaan ChatGPT telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Dengan terus memperbaiki teknologi dan mengintegrasikan aspek-aspek penting seperti etika dan keberlanjutan, ChatGPT dapat diproyeksikan menjadi alat yang bermanfaat dan berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa depan.
Dalam era digital saat ini, teknologi terus berkembang dengan cepat dan kemampuan untuk menguasai teknologi menjadi semakin krusial. Oleh karena itu, universitas perlu menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan teknologi terbaru dan memberikan siswa akses ke sumber daya dan pelatihan yang diperlukan untuk menguasai keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja. Dengan cara ini, lulusan universitas dapat tetap relevan dan bersaing di pasar kerja yang terus berubah dan berkembang. (*AMBS)