youngster.id - Industri fesyen, khususnya busana muslim di Indonesia mulai menjadi pusat perhatian busana muslim dunia. Hal itu didorong oleh kehadiran para desainer muda dengan karyanya yang segar, unik dan eksploratif.
Busana muslim merupakan salah satu andalan komoditas industri fesyen nasional. Tahun ini ekspor produk busana muslim ditargetkan meningkat 10% dan berkontribusi positif terhadap total ekspor produk fesyen nasional. Tahun lalu, ekspor produk fesyen nasional tercatat sebesar US$ 13,29 miliar, naik 8,7% seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dunia. Industri busana muslim pun terus menggeliat. Pertumbuhan industri dalam negeri merangkak naik seiring semakin luasnya pasar komoditas fesyen muslim dan meningkatnya jumlah penduduk muslim di dunia.
Indonesia ditargetkan menjadi kiblat fesyen muslim dunia pada 2020. Hal ini cukup beralasan, karena saat ini Indonesia menempati peringkat lima besar dalam negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), sekaligus pengekspor produk fashion muslim terbesar di dunia, setelah Bangladesh, Turki, Maroko, dan Pakistan. Global Islamic Economy memprediksi pertumbuhan pasar fesyen muslim dunia pada 2020 akan mencapai US$ 327 miliar.
Di dalam negeri, peluang industri modest juga masih sangat besar. Semakin berkembangnya dunia mode Indonesia, khususnya mode busana muslimah, semakin banyak pula para desainer muda yang berkecimpung di ranah industri fesyen Tanah Air. Nama mereka mulai dilirik dan banyak diperbincangkan di kalangan pecinta modest.
Salah satu desainer muda yang namanya tengah berkibar adalah Maharani Puja Pertiwi, yang lebih populer dengan brand-nya: Rani Hatta. Belakangan nama Rani semakin menunjukkan eksistensinya melalui rancangan busana muslim modest wear yang kasual dengan garis desain modern dan minimalis.
“Saya selalu berpendapat kalau baju itu nggak punya gender. Jadi tergantung seseorang me-mix and match-nya pakai asesorisnya apa. Satu item baju itu bisa dipakai cowok dan cewek, mau berhijab atau tidak, itu tergantung mix and macth-nya,” kata Rani saat ditemui youngster.id di Jakarta.
Bisnis yang telah ditekuni Rani sejak 6 tahun terakhir ini telah membawanya pada konsep yang mengedepankan gaya fesyen yang simple, cenderung sporty, namun tetap terkesan mewah. Menurut Rani, tema tersebut diambilnya agar tidak menunjukkan kesan monoton dari produk sebelumnya yang pernah diciptakan.
“Kalau sekarang style busana yang dimiliki brand Rani Hatta lebih ke lux three sporty. Jadi, lebih banyak cutting-an sporty, maskulin, dan banyak item yang unisex juga. Ini yang membedakan kami dari yang lain,” klaimnya.
Minat dan Fokus
Rani mengaku mulai suka pada dunia fesyen sejak duduk di bangku sekolah dasar. Dara cantik ini mengaku selalu menginginkan dirinya untuk selalu tampil dalam berbusana sebaik mungkin. Hal itu membuat dirinya tertarik untuk merancang busana sendiri buatannya.
“Dari kecil saya memang suka sama fesyen. Dan, ketika masih SD ditanya punya cita-cita ingin jadi apa, saya milih jadi fesyen desainer karena memang sudah suka,” kisahnya.
Keinginan itu dibuktikan setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan tata busana di Universitas Negeri Yogyakarta. Kemudian di Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo, Jakarta. Dan pada awal 2013, Rani memberanikan diri untuk mengenalkan hasil rancangannya kepada khalayak umum di acara Indonesia Islamic Fashion Fair.
Menurut Rani, persiapannya kala itu kurang lebih empat bulan. Namun demi mewujudkan cita-cita, ia nekat merilis brand yang diambil dari namanya sendiri, Rani Hatta.
“Sebenarnya, setelah wisuda saya sudah mantap bikin brand. Persiapannya empat bulan saja untuk belanja mesin jahit, beli bahan, jahit dan lain-lain. Akhirnya, launching Mei 2013. Dibilang nekat, saya memang nekat. Karena sebagai entrepreneur harus punya nyali dan kenekatan. Kalau tidak melangkah dan nekat, kapan mulainya?,” kata Rani sambil tersenyum.
Ketika itu, Rani hanya dibantu oleh tiga orang pegawai yang bertugas untuk membuat pola, menjahit, dan finishing. “Modal awalnya Rp 150 juta. Pokoknya bersyukur aja, yang paling penting bisa jadi fesyen desainer. Cita-cita bisa terwujud,” tambahnya sabil tertawa.
Kini, setelah tekun memproduksi busana, Rani telah memiliki konveksi dengan hampir 40 orang pegawai yang terletak di Cibubur, Jakarta Timur.
Rancangan yang dibuatnya pun tergolong simpel dan tidak terlalu banyak detail. Rupanya, ciri khas desainnya tersebut dibuat sesuai dengan karakternya yang memang praktis dan tidak mau repot. Busana-busana yang dihadirkannya mulai dari kemeja, celana bahan, crop top, outer, jaket dengan dominasi warna netral seperti hitam, putih, krem, abu-abu, dan biru donker.
“Warna netral mudah dipadu padankan. Jadi, kita nggak kebanyakan mikir dan bingung. Kemeja putih dan celana hitam bisa di-mix and match jadi banyak gaya kok, dan memang lebih simple,” lanjut ibu satu anak itu.
Tak berbeda dengan startup atau pemilik perusahaan rintisan lainnya. Dalam proses merancang hingga sampai proses finishing busana, pada awalnya Rani mengerjakan sendiri. Tak sekadar bertindak sebagai seorang desainer, ia juga membangun bisnis di dunia fesyen. Ia mengaku turun langsung dalam berbelanja keperluan menjahit busana, mencari pemilihan bahan, mengerjakan pola, melakukan promosi produk hingga packaging.
“Bersyukurnya lagi, bisnis semakin berkembang. Mulai dari merekrut karyawan sampai memiliki penjahit dan konveksi sendiri,” ucapnya bangga.
Dari Online Jadi Butik
Menurut Rani, awalnya karya rancangannya dijual lewat online. Tetapi seiring dengan semakin banyaknya pesanan, Rani pun menjualnya melalui butik. Kini, Rani telah memiliki beberapa butik di Jakarta, termasuk di outlet di Galleries Lavayet Jakarta.
“Sama kayak stratup lain, awalnya saya kerjakan semua sendiri. Dari mencari bahan, membuat pola sampai promosi produk saya lakukan sendiri. Begitu permintaan semakin banyak saya mulai mencari karyawan untuk membantu usaha saya ini,” kisahnya.
Dalam proses mencari karyawan, Rani menghadapi tantangan. Pasalnya, dia tipe orang yang perfeksionis. Akhirnya, dia masih harus terlibat dalam banyak hal. “Sebenarnya sekarang saya sudah punya dua tukang pola, tapi kan memang belum bisa dilepas begitu aja. Jadi dia yang bikin gambar, lalu saya yang benerin polanya. Begitu juga dalam menjahit, supaya rapi, semua masih saya urus sendiri,” kata Rani.
Bahan katun interlux menjadi ciri khas yang digunakan di setiap produk Rani. Oleh karena itu, dia dikenal sebagai desainer yang mengeluarkan busana kasual dengan model yang simple. Saat ini dia punya dua lini brand yaitu Rani Hatta dan Hattaku, dengan segmen pelanggan yang berbeda.
Brand Rani Hatta adalah untuk high end dengan produksi yang terbatas. Sedangkan brand Hattaku merupakan turunan usaha dari Rani Hatta, yang setiap bulan mampu memproduksi sekitar 6.000 pcs. Harganya juga lebih terjangkau jika dibanding produk-produk yang ditawarkan oleh brand Rani Hatta.
“Produksi Rani Hatta memang limited. Saya membatasi, hanya memproduksi sekitar 30 pieces, dengan harga yang bermacam-macam. Sedangkan Hattaku harganya affordable, mulai dari Rp 200 sampai Rp 400 ribu. Hattaku dalam sebulan bisa terjual hingga 80% dari produksi,” paparnya.
Di tengah usahanya yang terus bertumbuh, Rani mengaku sangat terkendala dengan kehadiran plagiat. Bagi dia kehadiran para peniru ini membuat para desainer fesyen di Tanah Air kecewa. Oleh karena itu, Rani sangat menjaga gaya rancangan dan kualitas dari bahan yang digunakan.
“Sekarang ada banyak online shop yang nggak bertanggung jawab. Karya yang sudah kami bikin susah-susah sama mereka diambil aja fotonya terus mereka jual plagiatnya dengan harga yang lebih murah. Oleh karena itu, produk yang ditawarkan Rani Hatta hanya terbatas,” ujarnya.
Kendala lain adalah ketersediaan barang. “Saya kepinginnya produk Rani Hatta limitied, hanya 30 pieces. Tetapi ternyata hal itu sulit, karena jumlah minimum quantity order di pabrik. Karena di pabrik pasti gede harus ada yang 1000 meter, sedangkan untuk yang limited item kami cuma perlu bahan hanya 200 meter,” keluhnya.
Untuk mengatasinya Rani keliling ke pabrik-pabrik mencari ada barang yang ready stock atau mungkin sisa ekspor. “Saya juga mencoba collect itu dari mereka, dan saya sesuaikan dengan apa yang saya buat nantinya. Jadi jika dapat yang sesuai baru saya beli,” ujarnya.
Di sisi lain, Rani memutuskan untuk membangun lini Hattaku yang jauh lebih banyak produksinya. “Yang pasti harus tetap berinovasi, dan selalu membuat design yang lebih bagus lagi. Bahkan, saya harus meningkatkan kualitas,” kata Rani.
Menurut Rani, saat ini ia memiliki 50 orang dalam tim brand Rani Hatta. Seiring dengan semakin menguatnya popularitas brand dan bisnis Rani Hatta, eksistensi Rani sebagai desainer pun semakin diperhitungkan. Terbukti, ajakan kerja sama dan penghargaan pun kerap diterima Rani. Misalnya, beberapa waktu lalu ia sukses berkolaborasi merilis busana Lebaran dengan brand busana (X)S.M.L. Koleksi Lebaran tersebut didominasi oleh warna putih dengan tetap mengedepankan koleksi basic yang diberikan sentuhan urban minimalis.
Pada 2015 silam, Rani juga didaulat menjadi salah satu desainer yang mewakili Indonesia di Bangkok International Fashion Fair. Ia menampilkan koleksi yang bisa digunakan tidak hanya oleh wanita berhijab, namun juga wanita yang tidak mengenakan hijab.
Lagi, brand yang dikembangkannya selama ini tak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat di Tanah Air, tetapi juga oleh pembeli dari luar negeri.
“Pokoknya era digital sangat menguntungkan sekali bagi setiap orang yang melakukan wirausaha. Malahan pemesan yang datang via online, pembelinya datang dari Amerika. Dan, memang kebetulan belum lama diajak menampilkan karya saya di acara The Young Angel di AS. Di situ ada juga desainer-desainer Indonesia lainnya. Bajunya dibawa ke sana. Dan ketika baju dipajang banyak orang sana yang melihat langsung tertarik. Mereka langsung pesan ke website. Makanya banyak banget pesanan dari orang Amerika. Bahkan, ada juga pembeli dari Amazon dan Inggris. Tetapi kalau untuk Asia Tenggara paling banyak pembelinya datang dari Malaysia dan Singapura,” papar Rani bersemangat.
Diklaim Rani, saat ini bisnis fesyennya sudah mampu meraup omzet hingga Rp 1 miliar per bulannya. Oleh karena itu, Rani pun merencanakan pengembangan bisnis. Ditargetkan, pada 2020 ia sudah memiliki produk menswear untuk menyasar kalangan pria.
“Banyak rencana pengembangan yang ingin saya lakukan, Mungkin targetnya di tahun 2020 ingin bikin brand yang memang spesialisasinya lebih ke menswear,” tegas Rani.
Rani menyarankan, bagi anak muda yang ingin terjun ke dunia fesyen menjadi desainer, maka ia harus benar-benar bisa menjaga kualitas. Jangan asal-asalan pada saat produksi, mulai dari jahitan, pola, dan sebagainya.
“Jadi jangan saya aja yang maju, tetapi semua fesyen desainer di Indonesia bisa maju bareng-bareng. Untuk itu mereka harus punya tanggung jawab untuk menjaga kualitasnya. Supaya produk-produk yang dihasilkan nanti bisa tetap berstandar internasional. Jadi karya milik fesyen desainer di Indonesia tidak kalah dari fesyen desainer di negara maju lainnya,” tutupnya.
================================================
Maharani Puja Pertiwi
- Tempat Tanggal Lahir : Jogjakarta 20 Juli 1990
- Pendidikan : Susan Budiharjo Fashion School
- Pekerjaan : Founder & CEO Rani Hatta
- Mulai usaha : 2013
- Jumlah tim : 50 karyawan
- Modal : Rp 150 juta
- Omset : Rp 1 miliar per bulan
Prestasi :
- Amazon Fashion Week Tokyo 2017
- Bangkok International Fashion Fair
- Indonesia Fashion Forward Genertion V, 2018
================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post