youngster.id - Tas merupakan salah satu barang yang biasa dikoleksi oleh banyak orang, terlebih lagi para wanita. Banyak wanita sangat menyukai mengoleksi produk-produk tas dari berbagai merek. Tidak bisa dipungkiri, bahwa memiliki tas branded juga bisa melambangkan status sosial dari seseorang. Tak heran banyak yang rela untuk mengeluarkan uang ratusan juta demi meminang tas branded yang mereka sukai.
Belakangan mindset tas branded impor mulai terpatahkan dengan kehadiran berbagai koleksi tas lokal wanita dengan kualitas yang tak kalah bersaing. Berkat kreativitas dan inovasi dari pelaku ekonomi kreatif, karya fesyen dan aksesoris Indonesia saat ini memiliki kualitas yang bersaing dengan standar internasional serta memiliki keragaman ide, desain, bahan material, hingga kekhasan (local wisdom) yang diusung oleh produk itu sendiri.
Keberadaan para pelaku bisnis produk tas yang sebagian besar bermula dari usaha rumahan ini mengubah persepsi kualitas tas lokal. Salah satunya adalah Mayonette, merek fesyen tas yang berpusat di Tangerang, Banten.
Meike Natalia, Founder dan CEO Mayonette mengatakan, usaha rintisan yang bergerak di bidang fesyen ini berangkar dari kecintaan dirinya akan koleksi tas wanita. Namun, karena kesulitan mencari produk tas lokal dengan kualitas yang baik dan model yang stylish maka dia akhirnya memutuskan untuk membangun merek sendiri.
“Mayonette hadir untuk menyediakan koleksi tas lokal dengan model yang update dan fashionable bagi para milenial,” kata Meike kepada youngster.id belum lama ini.
Menurut Meike, merek tas yang diluncurkan sejak tahun 2009 itu untuk mengisi kebutuhan anak muda yang mencari tas dengan model yang trendy dan update, namun harga tetap terjangkau bagi kantong.
“Sebagai merek lokal, Mayonette ingin memenuhi kebutuhan anak muda dan mengajak masyarakat Indonesia untuk bangga menggunakan produk lokal sesuai dengan pribadi mereka,” katanya.
Perempuan kelahiran Jakarta ini mengatakan, Mayonette menargetkan pasar wanita remaja sampai dewasa muda dengan kisaran usia 15 – 28 tahun. Namun, seiring waktu dengan semakin dikenalnya merek Mayonette, Meike mengembangkan target market dengan menyediakan beragam produk fashion tote bag dan handbag. Selain itu, Mayonette juga merambah ke produk tas pria remaja.
“Semua tetap berangkat sebagai produk yang stylish dan fashionable. Selain itu, Mayonette tidak hanya mementingkan bentuk atau model produk, tetapi juga agar dapat digunakan dengan nyaman. Saat ini, produk kami diproduksi dengan mempekerjakan pengrajin lokal Indonesia, kemudian dipasarkan secara offline dan online,” jelas Meike.
Ikuti Tren
Meike mengaku memulai bisnis fesyen tas ini dengan modal sebesar Rp 10 juta. Dengan modal sebesar itu dia membeli mesin jahit dan bahan baku serta mempekerjakan satu orang penjahit.
Meike pun mulai membuat produk untuk diperkenalkan ke masyarakat. “Jadi sebelum diluncurkan kami melakukan trial and error selama 2 tahun untuk menciptakan produk dengan kualitas yang baik. Karena kami ingin memberikan yang terbaik, untuk itu kami tak ingin main-main,” ungkapnya.
Langkah ini ternyata tepat. Ketika kemudian merek Mayonette diluncurkan ke pasar, langsung mendapat sambutan positif. “Keunggulan usaha yang kami jalankan ini adalah produknya kami design sendiri dengan menyesuaikan tren fesyen yang sedang disukai saat ini,” klaim Meike.
Meike menjelaskan, selain desain materi yang mereka gunakan juga tetap terjaga serta dengan harga yang terjangkau oleh pasar. “Yang mendorong kami untuk membuka usaha ini adalah menciptakan produk lokal yang mampu bersaing dan dicintai oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, kami juga berupaya untuk dapat membantu perekonomian dengan mempekerjakan pengrajin lokal Indonesia, sekaligus juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di Indonesia,” tuturnya. Saat ini Meike mempekerjakan sekitar 200 karyawan.
Meike mengakui, di awal membangun bisnis tidak mudah mendapatkan tim yang solid. “Kendala dan tantangan yang dihadapi adalah bagaimana kami harus dapat membina pengrajin supaya dapat menciptakan produk yang berkualitas baik. Seringkali kami mendapatkan produk yang dihasilkan kurang baik sehingga kami tidak dapat menjual produk tersebut. Dari kegagalan-kegagalan tersebut kami terus melakukan perbaikan pada produk agar dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik,” ungkapnya.
Kendala lain yang dia hadapi adalah memenuhi tuntutan tren. Hal ini tentu tidaklah mudah. “Pernah kami memproduksi barang yang sedang tren dalam jumlah yang cukup besar, namun ketika kami pasarkan trend fashion sudah berganti lagi, sehingga produk tersebut menjadi kurang diminati dan mengakibatkan kerugian bagi kami,” kisahnya.
Meski demikian, Meike tetap optimis akan peluang bisnis ini. Apalagi, saat ini banyak wanita milenial yang mencintai dunia fesyen. “Semakin banyaknya wanita milenial yang mencintai fesyen tentu saja menciptakan peluang bisnis yang lebih luas bagi kami. Untuk itu, kami terus berusaha untuk menghadirkan produk lokal yang dicintai oleh masyarakat milenial. Alhasil kami dapat meraih omzet sekitar Rp300 juta setiap bulan,” ungkap Meike.
Untuk mempertahankan konsumen agar loyal, Mayonette juga terus berinovasi dalam menghadirkan beragam varian produk. “Kami terus menghadirkan beragam varian produk fashin sesuai dengan tren yang sedang diminati oleh masyarakat. Hal ini tentu untuk meningkatkan penjualan. Selain itu, kami melakukan pendekatan sosial dengan memperbarui produk kami melalui media sosial kepada para pelanggan kami,” ujarnya.
Hadapi Pandemi
Perempuan kelahiran tahun 1986 ini juga melihat peluang pemasaran online. Untuk itu dia bekerjasama dengan marketplace seperti Shopee. Meike yakin bahwa inisiatif yang dilakukan ini dapat mendukung berkembangnya produk lokal dan memenuhi kebutuhan pasar, bahkan di masa sulit seperti sekarang.
“Mayonette percaya bekerja sama dengan Shopee akan menjangkau lebih banyak lagi konsumen dari berbagai lokasi dan usia untuk bisa lebih dikenal oleh masyarakat luas,” ujarnya berharap.
Mayonette terus berusaha untuk dapat terus bertahan di tengah masa Pandemi ini. Menurut Meike, Mayonette terus berusaha membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. “Selama pandemi tentu saja sangat mempengaruhi bisnis kami, terutama penjualan secara offline. Turunnya trafik yang datang ke toko sangat mempengaruhi penjualan produk kami,” ujar Meike
Namun Meike tak mau menyerah begitu saja. Berbagai upaya dan strategi dilakukannya agar bisnisnya bisa tetap survive. “Salah satu cara yang kami lakukan adalah dengan memproduksi masker kain, dikarenakan pada saat awal pandemi produk masker medis sangat sulit untuk didapatkan. Hal inilah yang mendorong kami untuk memproduksi masker kain yang berkualitas dengan 3 lapis bahan yang lembut dan tentu dengan harga yang terjangkau, sehingga diharapkan produk ini dapat membantu masyarakat yang membutuhkan masker di situasi pandemi ini,” imbuhnya.
Di sisi lain, Mayonette juga terus melakukan pengembangan produk. “Cara menghadapi persaingan usaha yang ada adalah terus menciptakan desain produk yang update dan trendy. Ketika menemui persaingan usaha maka kami akan berusaha untuk meningkatkan kualitas dan menciptakan style dengan ciri khas kami yang memberikan keunikan tersendiri yang berbeda dari para pesaing,” papar Meike
Selain itu, dalam waktu dekat Mayonette juga akan menambah varian produk fesyen. Mulai dari sepatu wanita hingga ke pakaian dan hijab. “Sebagai merek fesyen wanita lokal, kami ingin semakin lebih dikenal lagi terutama di kalangan generasi muda di Indonesia. Harapan kami agar Mayonette menjadi trendsetter fashion, terutama untuk produk tas wanita di Indonesia,” tutup Meike
=======================
Meike Natalia
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, tahun 1986
- Usaha yang dikembangkan : Membuat produk fesyen
- Nama Brand : Mayonette
- Mulai Usaha : 2009
- Jabatan : CEO & Founder
- Modal Awal : sekitar Rp 10 juta
- Jumlah Karyawan : 200 orang
- Omzet : rata-rata Rp 300 juta per bulan
========================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post