youngster.id - Google mengumumkan 12 peserta terpilih dalam batch pertama program “Google for Startups Accelerator: Circular Economy”. Agregator platform daur ulang sampah Octopus menjadi satu-satunya yang mewakili Indonesia. Adapun 11 startup lainnya berasal dari Amerika Serikat, Korea Selatan, India, dan Taiwan.
Ke-12 startup yang mengikuti program GFS Accelerator ini menggunakan teknologi untuk menangani berbagai area masalah yang kompleks, mulai dari limbah makanan dan mode busana, hingga daur ulang dan produk yang dapat digunakan kembali (reusable products).
Selama tiga bulan ke depan, mereka semua akan diberikan pelatihan, mentoring, juga insight dari Google serta mentor eksternal untuk membantu mengembangkan proyek yang sedang dikerjakan. Lalu pada hari demo di akhir program, para peserta akan diminta mempresentasikan hal apa saja yang sudah mereka kerjakan.
“Bergabung dengan Google for Startups Accelerator memberikan kesempatan bagi kami untuk belajar lebih banyak dari Google, serta masuk ke jaringan ekosistem yang dapat membantu mengakselerasi Octopus yang tengah berkembang pesat. Salah satu topik yang membuat kami tertarik adalah yang terkait tentang acquiring new customers ataupun new consumers,” ujar Co-Founder & CEO Octopus Indonesia Moehammad Ichsan, dalam keterangannya Selasa (7/2/2023).
Menurut Ichsan, ekonomi sirkular adalah hal yang sangat baru di Indonesia, sehingga untuk mendapatkan konsumen atau pengguna aplikasi masih merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi saat ini.
“Dengan bergabung di program ini, kami berharap dapat mempelajari strategi untuk menarik minat pengguna dalam memanfaatkan platform Octopus secara berkelanjutan,” tambahnya.
Head of Startup Ecosystem SEA, SAF, and Greater China Region Thye Yeow Bok menambahkan, di Indonesia industri sampah yang dikelola oleh para pemulung atau pekerja informal masih menjadi kunci. Terutama di daerah pedesaan, sistem pengumpulan sampah secara konvensional belum diterapkan.
“Octopus memberikan solusi yang membuat pengumpulan sampah informal lebih mudah diakses dan efisien. Hal ini memudahkan individu maupun organisasi mendukung upaya daur ulang sampah di Indonesia. Ini yang membuat kami sangat senang untuk mendukung dan membantu memperluas upaya mereka,” ungkap Bok.
Menurut Bok, saat ini berbagai perusahaan dan organisasi di seluruh dunia mulai mengambil langkah untuk beralih dari model ekonomi linear, yakni model “ambil, buat, buang”, menuju ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku sehingga dapat meminimalkan limbah dan bisa menghemat penggunaan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.
“Saat ini di Google kami sedang mencari berbagai cara untuk memaksimalkan penggunaan kembali sumber daya di seluruh operasi, produk, dan supply chain kami. Selain itu, kami juga membantu berbagai pihak yang ingin sama-sama melakukannya, dengan mendukung startup yang berupaya membangun ekonomi sirkular,” jelas Bok.
Ditambahkan Managing Director Tech Sustainability Estee Cheng, daur ulang berperan penting dalam memajukan ekonomi sirkular.
“Kini ada makin banyak perusahaan yang memikirkan aspek teknis dan desain produk mereka sejak dini, dan mengintegrasikan aspek kedaurulangan ke dalam produk mereka sejak awal untuk mendukung konsep ekonomi sirkular. Artinya, ketika suatu produk mencapai akhir masa pakainya, produk tersebut dapat diubah menjadi produk baru,” kata Cheng.
Sebelumnya, Google mengumumkan GFS Accelerator baru pada Oktober 2022 dalam rangka mendukung startup serta organisasi nonprofit di Amerika Utara dan Asia Pasifik yang berusaha memecahkan tantangan terkait ekonomi sirkular, yang bertujuan meminimalisir sampah, memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku, serta membantu meregenerasi sistem alam. Model ekonomi sirkular didasarkan pada prinsip mengurangi, menggunakan kembali, memperbaiki, meremajakan, serta mendaur ulang bahan baku dan produk. Diklaim ada ratusan aplikasi yang mendaftar untuk mengikuti program tersebut.
STEVY WIDIA
Discussion about this post