youngster.id - Berbagai ancaman digital yang kerap terjadi, termasuk deepfake, penipuan berbasis teknologi AI, pengambilalihan akun (account takeovers), dan serangan social engineering, diketahui telah meningkat hingga 1.550% dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai pencegahan, VIDA meluncurkan VIDA Identity Stack.
Ini adalah solusi komprehensif untuk menghadapi ancaman penipuan, terutama yang terjadi dalam proses transaksi digital di Indonesia. Founder dan CEO VIDA Group Niki Luhur mengatakan, dengan peluncuran VIDA Identity Stack ini, VIDA berkomitmen melindungi proses bisnis di Indonesia dengan solusi pencegahan penipuan identitas digital hingga 99,9%.
“Risiko Deepfakes dan penipuan lainnya oleh teknologi AI itu nyata, dan banyak bisnis kehilangan miliaran rupiah karena serangan ini. VIDA Identity Stack ini didesain untuk melindungi bisnis agar aman dan lancar untuk pengalaman pengguna pelanggan,” kata Niki dalam VIDA Executive Summit 2024 Selasa (3/9/2024) di Jakarta.
Forum ini menyoroti risiko penipuan identitas digital untuk proses bisnis di Indonesia, termasuk deepfake, pengambilalihan akun, dan rekayasa sosial, serta memamerkan solusi yang diperlukan untuk menjaga keamanan bisnis.
“Masa depan dari transaksi digital berpusat pada kepercayaan, yang sekarang semakin sulit ditemukan secara online / daring. Kami bangga dapat menghadirkan berbagai macam jenis solusi untuk saat ini, dan menunjukkan komitmen kami untuk membantu bisnis menjaga keamanan transaksi di dunia digital,” kata Niki lagi.
VIDA Identity Stack mengatasi secara langsung dua masalah utama yaitu kerugian finansial dan menurunnya kepercayaan pada sistem digital. Solusi VIDA hadir dan didesain untuk mengatasi risiko tersebut dan melindungi bisnis dari ancaman digital yang terus berkembang.
VIDA juga mempublikasikan laporan riset white paper bertajuk “Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Business from AI-Generated Digital Fraud.” Dalam laporan ini, ditemukan bahwa sebanyak 97% bisnis di Indonesia telah menjadi sasaran serangan social engineering dalam setahun terakhir, dengan phising dan smishing menjadi metode yang paling umum digunakan. Selain itu, 46% bisnis ini juga tidak memiliki pemahaman teknologi AI yang mendalam untuk mencegah serangan ini. Hal ini menunjukkan urgensi akan kebutuhan solusi berbasis AI yang komprehensif.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Nezar Patria memaparkan, data dari Badan Siber dan Sekuriti Negara (BSSN) mencatat (ada) ratusan juta serangan cyber terhadap Indonesia setiap tahun. Pada tahun 2023, tercatat 209 juta serangan siber, meningkat 24% jika dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kami mencatat sebanyak 572.000 aduan terkait fraud atau penipuan online yang diterima sepanjang tahun 2017 sampai dengan 2024. Jenis fraud yang mendominasi adalah penipuan jual beli online dan investasi fiktif online,” katanya.
Lebih lanjut, Nezar menekankan solusi yang dapat memberi jaminan identitas dan integritas dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) seperti VIDA. “Penggunaan tanda tangan elektronik adalah solusi terhadap masalah jaminan identitas dan integritas pada dokumen elektronik yang ditransaksikan dalam sistem elektronik. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua tanda-tanda elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Oleh karena itu, muncul tandatangan elektronik tersertifikasi dengan memanfaatkan teknologi infrastruktur kunci publik yang menggunakan proses enkripsi, autentikasi, dan verifikasi identitas, dan telah terbukti keamanannya,” ungkapnya.
Laporan white paper Vida juga menemukan bahwa 84% bisnis telah mengalami identity fraud atau penipuan digital pada tahun lalu, dan 100% dari bisnis dalam survei ini mengutarakan keprihatinannya terhadap risiko yang ditimbulkan oleh teknologi deepfake. Selain itu, 90% bisnis mengidentifikasi phising sebagai ancaman terbesar mereka, dengan 56% bisnis kesulitan untuk mendeteksi dan mencegah serangan ini.
STEVY WIDIA