Smart Watering Unpad Jadi Solusi Bertani Hidroponik Tanpa Listrik

Alat smart watering produk dari tim Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. (Foto: istimewa/unpad)

youngster.id - Belakangan ini hobi bercocok tanam dengan cara hidroponik menjadi tren di masyarakat. Namun salah satu kendala adalah sistem pengairan yang membutuhkan daya listrik. Namun masalah ini telah ditemukan solusi oleh tim mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad).
Sistem teknologi yang dinamakan Smart Watering ini adalah teknologi pertanian hidroponik tanpa listrik. Irigasi dan sirkulasi nutrisi untuk tanamannya mengandalkan gravitasi dan Hukum Archimedes, tak perlu listrik.
Sistem ini adalah inovasi dari Diki Abdulah, Chaerul Amin, Shilvya Dewi Agustien, Annisa Nurdiah, dan Salma Waffiyah.

Diki menerangkan, sistem Smart Watering bekerja mengalirkan air dari bak penampung berkapasitas 45 liter ke 70 pot untuk tanaman hidroponik secara otomatis. Salurannya melalui selang HDPE seukuran 7 milimeter. Air akan turun dari bak secara alami karena gaya tarik bumi atau gravitasi.

Di dalam wadah barisan pot tanaman hidroponik yang disebut bucket, dipasangi keran dan pelampung kecil. Keran akan menutup otomatis jika genangan air di dalam bucket penuh, dan sebaliknya. “Penanda turun naik air itu dari pelampung,” kata Diki yang dilansir Humas Unpad baru-baru ini.

Mereka mengerjakannya sejak Maret lalu di bawah bimbingan Sophia Dwiratna Nur Perwitasari dan menggunakan dana hibah universitas untuk pra-startup dan Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia.

Diki menejlaskan, jika petani atau penanam hidroponik memakai pompa listrik untuk sirkulasi air yang dicampur nutrisi untuk tanaman. Dalam irigasi Smart Watering, konsumsi setrum nihil. Hasilnya, kandungan oksigen dalam air di sistem Smart Watering memang lebih sedikit, “Tapi fungsi oksigen ke tanamannya tidak jauh berbeda.”

Selain nihil biaya listrik, petani atau penanam hidroponik Smart Watering bisa meninggalkan sementara tanamannya jika ada pekerjaan atau kesibukan lain selama 1-2 minggu. Setelah itu air dan nutrisi perlu diisi ulang. “Prinsip tim kami adalah bertani tanpa ribet,” ujar Diki.

Soal hal teknis seperti takaran nutrisi dan jumlah air yang dibutuhkan, Diki menjelaskan, tergantung masing-masing jenis tanaman. Adapun beberapa jenis tanaman hidroponik biasanya bayam, kangkung, cabai, tomat, paprika, juga melon.

Terkait dengan misi dari pendanaan hibah, riset tim harus menjadi produk yang bisa dijual. Untuk produk Smart Watering, Dikin dkk telah sejak Agustus lalu mengirim 33 unit ke tangan pembeli di Bandung, Cirebon, hingga Magelang. “Kebanyakan pemesannya ibu-ibu,” kata Diki.

Isi paketnya berupa sebuah tandon air berkapasitas 45 liter, lima buah bucket, nutrisi, 70 pot kecil, dan selang 1,5 meter. Semua komponen itu dirakit sendiri oleh pengguna sesuai buku petunjuk manual.

Tim mahasiswa Unpad ini menyasar kalangan urban termasuk milenial yang sedang gandrung bertani bersih di rumah dengan aneka jenis tanaman pangan. Produks ini sudah dipasarkan dan digunakan di berbagai daerah. Mulai dari Bandung hingga luar Jawa.

Dengan produk tersebut, Diki dan tim berharap masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan akan dengan mudah bercocok tanam di pekarangan rumahnya masing-masing. Diharapkan pula, produk mereka dapat berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

“Besar harapan kami juga bisa membuka lapangan pekerjaan melalui produk ini. Karena kami juga akan memproduksi ke skala yang lebih besar,”

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version