youngster.id - YOUNGSTERS.id – Polietilena sebagai material utama pembuat polybag (plastik yang digunakan untuk benih tanaman) ternyata sangat sulit diurai di tanah. Agar tidak mencemari lingkungan, mahasiswa prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Supriady RP Siregar, mengembangkan biopolybag yang terbuat dari serat tanaman eceng gondok yang mudah diurai dalam tanah.
Supriady menggunakan ekstrak tanaman eceng gondok (eichornia crassipes) yang di dalamnya terkandung selulosa sebagai bahan utama pembuat biopolybag. Selulosa merupakan bahan makanan utama bakteri. “Penelitian ini didasarkan atas kegalauan melihat petani menggunakan polybag, sementara polybag yang ada tidak bisa terdegradasi dalam tanah,” kata Supriady, dilansir di laman Unpad.
Metode penelitian yang digunakan Supriyadi adalah dengan menguji karakter mekanik dan biodegradabilitas bio-polybag pada tiga media yang dilarutkan dalam air, air sungai dan dikubur di dalam tanah.
Menurut Supriady, tanah kaya akan mikroba, bakteri, dan jamur. Selulosa yang menjadi kandungan biopolybag akan mudah dimakan bakteri, sehingga proses penguraiannya semakin cepat. Berdasarkan perhitungannya, biopolybag yang dikubur dalam tanah akan terurai selama 12 minggu. “Kalau dalam air sungai dan air normal, biopolybag ini akan terurai 16 minggu. Ini baru perkiraan, tapi yang pasti dia akan terurai dalam tanah,” jelas Supriady.
Selain cepat diurai dalam tanah, biopolybag ini juga membuat tanaman lebih subur. Hal ini disebabkan biopolybag yang digunakan murni terbuat dari material organik, sehingga sangat membantu dalam proses penyemaian tanaman karena tidak menghambat penyerapan air. “Ini mendukung keberlanjutan pertanian, pertanian bekrelanjutan, dan pembangunan berkelanjutan,” kata Supriyadi.
Penemuannya ini dapat dipraktikkan di seluruh wilayah, terutama di negara agraris. Diharapkan, penemuan biopolybag ini akan menjadi alah satu upaya mengurangi polusi sampah plastik pada tanah. Maklu, ternyata, sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang sampah plastik paling besar, terutama dari hasil penggunaan polybag.
Untuk menciptakan biopolybag dari ekstrak eceng gondok ini, Supriady dibantu Gugun Gunawan (Agroteknologi 2013) dan Margaretha Marpaung (Agribisnis 2012) serta dosen pembimbing Dr. Rija Sudirja, M.T.
Melalui penemuan tersebut, Supriady pun berkesempatan mempresentasikannya di ajang “The 15th International Scholar Convention 2015” 2 – 5 Oktober lalu di King’s College London Inggris dengan judul penelitiannya “Revolution Biopolybag System Based on Water Hyacinth’s Fiber as a Solution for Environmental Friendly Seeding And Seedling Plants”.
Ia menjadi salah satu dari 23 penyaji dari seluruh negara di dunia yang berkesempatan tampil di ajang bergengsi tersebut. Uniknya, Supriady menjadi penyaji termuda di antara penyaji yang notabene merupakan mahasiswa Magister dan Doktor. “Ini adalah suatu kebanggan bagi saya,” kata Supriady.
STEVY WIDIA
Discussion about this post