youngster.id - Tempe sudah bukan lagi makanan rakyat kelas bawah. Bahkan dengan inovasi yang dilakukan oleh tim mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang (UBM), tempe bisa mengatasi kelaparan dan malnutrisi dalam bentuk biskuit tempe.
Mereka adalah Ngesti Ekaning Asih, Af’idatul Lutfita Shofiatur Rizka, Susi Wardani, Nur Afida Nuzula dan Lusia Kartika Ratri, yang merupakan mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP UB angkatan 2015. Dibawah bimbingan Wenny Bekti Sunarharum mereka berhasil membuat YUKI, Yummy Cookie berbahan tepung ganyong (canna edulis), tempe dan campuran bekatul untuk mengatasi kelaparan dan malnutrisi.
Ngesti Ekaning Asih, sang ketua tim Yuki menuturkan, produk inovatif ini berangkat dari kepedulian mereka terhadap ancaman kelaparan yang melanda dunia. Data FAO menunjukkan bahwa terdapat 124 juta manusia di dunia yang terancam kelaparan sepanjang 2017.
“Data menunjukkan kenaikan jumlah manusia sedunia yang terancam kelaparan setiap tahunnya. Selain itu FAO juga memperkirakan bahwa terdapat 19.4 juta penduduk Indonesia yang menderita kekurangan gizi sepanjang 2014-2016. Ini yang melatari kami selaku anak muda apalagi yang juga menekuni ilmu pangan di bangku kuliah untuk mencari inovasi atas permasalahan tersebut,” ucap Ngesti yang dilansir laman UBM.
Disisi lain gadis asal Malang ini akrab dengan tempe. Menurut dia, tempe juga merupakan komoditas yang banyak dijumpai di daerah asal teman teman di Trenggalek, Nganjuk dan Blitar.
“Kami jadi berpikir untuk mengolah tempe tersebut menjadi bahan pangan yang fungsional sekaligus sesuai tren masa kini. Jika biasanya tempe hanya disajikan dalam bentuk gorengan, kali ini kami olah sebagai cookies dengan penambahan tepung ganyong dan bekatul untuk memperkaya nutrisinya,” jelasnya.
Lebih lanjut Ngesti juga memaparkan pemilihan sajian cookies ini dipilih selain karena bentuknya yang unik dan praktis juga memperpanjang umur simpan dan tampilan packaging yang lebih menarik. Proses pembuatan YUKI ini juga relatif sederhana. Setelah tempe, bekatul dan ganyong mengalami proses pengeringan dan penepungan selanjutnya tinggal ditambah telur maupun bahan lain untuk kemudian diolah seperti pembuatan cookies pada umumnya. Yuki cookies kami ini juga aman bagi penderita autis karena tidak menggunakan terigu sama sekali sehingga bersifat non gluten.
“Jadi ibaratnya kami ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Selain mengoptimalkan pengolahan komoditas lokal, tempe, ganyong dan bekatul, inovasi kami ini juga bermanfaat bagi penderita autis dan malnutrisi serta terutama mengatasi wabah kelaparan dunia karena tinggi kandungan kalorinya,” ungkap Ngesti.
Produk Yuki membawa mereka jadi finalis kompetisi pangan dunia The International Union of Food Science and Technology (IUFoST) Product Development Competition 2018 yang akan dilangsungkan di CIDCO Exhibition Centre, Mumbai India 23-27 Oktober 2018.
The International Union of Food Science and Technology (IUFoST) Product Development Competition 2018 merupakan kompetisi ilmiah dua tahunan tingkat dunia di bidang pengembangan produk pangan. IUFoST yang dididirikan sejak 1962 ini memiliki motto Food Science Fighting Hunger. Untuk tahun 2018, tema yang diangkat kali ini adalah “25 Billion Meals a Day by 2025 with Healthy, Nutritious Safe and Diverse Food”.
Ngesti dan kawan-kawan dari FTP Universitas Brawijaya, Indonesia berhasil menyisihkan tiga ribu kontestan lain dari 70 negara dan maju sebagai finalis bersama delapan tim lainnya dari China, Amerika Serikat, Brazil, India, Uganda, Kenya, United Kingdom dan Perancis.
STEVY WIDIA
Discussion about this post