youngster.id - Indonesia termasuk salah satu negara dengan perkembangan yang cukup pesat di bidang internet. Tak heran jika Negara kita diramalkan akan menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di Kawasan Asia Tenggara pada 2025.
Ramalan itu disampaikan Henky Pryatna Kepala Industri Google Indonesia dalam seminar wining the digital war yang digelar IndonesiaX Senin (22/8/2016) di Jakarta. Indonesia kini, menurut dia, telah memiliki 100 juta pengguna internet. “Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada nomor lima terbesar di dunia,” ujar Henky.
Pihaknya bahkan menilai, Indonesia termasuk salah satu negara dengan perkembangan yang cukup pesat di bidang internet. Hanya saja saat ini, digital ekonominya masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan China dan India. Karena itu, pengembangan broadband dan penetrasi perangkat mobile (selular phone) akan membantu percepatan pengguna internet di Indonesia.
Henky mengaki kondisi geografis Indonesia menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan dibandingkan dengan negara-negara continental (daratan).
“Indonesia menghadapi tantangan dari sisi geografis dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar. Hal ini tentu saja menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan dibandingkan dengan negara-negara continental (daratan). Sebagai negara kepulauan isu logistik di digital ekonomi itu penting,” ungkapnya.
Untuk itu, menurut Henky, upaya pemerintah dalam membangun infarstruktur broadband internet melalui proyek Palapa ring pantas diapresiasi. Dengan adanya koneksi internet di berbagai daerah nantinya, penetrasi dari ekonomi digital akan semakin dalam dan luas.
Sebelumnya pemerintah telah memprediksi Indonesia akan menjadi energy bagi ekonomi digital Asia pada 2020 mendatang. Sejumlah aksi strategis pun telah disiapkan seperti membuat roadmap e-Dagang atau mencetak seribu startup.
Belum Nampak
Sementara itu Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Iwan Jaya Azis dalam kesempatan yang sama mengatakan hingga saat ini kontribusi ekonomi digital maupun teknologi digital bagi perekonomian secara keseluruhan belum nampak.
Menurut Iwan, bila teknologi digital atau digital ekonomi memiliki kontribusi terhadap perekonomian, maka seharusnya jumlah barang dan jasa maupun produktifitas meningkat. Namun pada kenyataannya produktivitas justru menurun seiring dengan perkembangan teknologi digital, meski ada keuntungan yang dirasakan perusahaan maupun industri tertentu.
“Ada kemungkinan, walau bisa saja saya salah, digital ekonomi, digital teknologi oversold atau overdamped, realitinya belum, jadi realitinya tidak secepat yang kita dengar dan kita baca, karena evidencenya (buktinya) tidak saya lihat,” kata Iwan.
Menurut dia, transformasi ekonomi digital juga belum diikuti oleh perubahan pola pemikiran (mindset) secara luas. Dalam ekonomi digital, bisnis model lama yang mengamsumsikan lingkungan tertutup (closed) dan stabil (stable) tidak dapat lagi bertahan. Lingkungan menjadi dinamis, terbuka (open) dan tidak stabil (unstable).
Perubahan pola pikir tersebut, kata Iwan, harus disebarkan secara luas. Dan pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengubah pola pikir. Selain itu, desain kebijakan yang tepat bagi masyarakat juga dibutuhkan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post