youngster.id - Perkembangan perusahaan dibidang teknologi keuangan telah melahirkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPRI). Asosiasi ini akan berjalan beriringan dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan OJK. Hal ini seiring dengan semakin bertambahnya para “pemain” dibidang financial technology (Fintech) lending.
“Mengawal industri lending ini sangat berat karena harus melindungi dua jenis konsumen, lender dan borrower. Kami lihat industri ini akan membesar dan masalahnya pun akan ikut besar. Untuk itu kami tidak ingin industri ini berakhir seperti di Tiongkok, kami ingin industri baru ini tumbuh sehat, kuat, dan berkontribusi pada inklusi keuangan,” ungkap Hendrikus Passagi Direktur DP3F OJK dalam keterangannya baru-baru ini.
Menurut Hendrikus, dalam program kerjanya AFPRI akan fokus pada isu seputar p2p lending yang selama ini belum terurus saat masih di dalam naungan AFTECH. Pasalnya, dalam keanggotaan AFTECH tidak hanya diisi oleh pemain fintech lending saja, tapi ada juga fintech lain seperti pembayaran, agregator, e-commerce dan lainnya. Keseluruhannya bergerak di bawah payung regulasi yang berbeda.
Berdasarkan data terbaru OJK, ada 73 penyelenggara fintech lending yang sudah mengantongi surat tanda terdaftar, dua di antaranya bergerak di lending syariah. Domisilinya terpusat di Jabodetabek ada 71 perusahaan, satu perusahaan berada di Bandung.
Di internal OJK, ada 47 penyelenggara yang masih dalam proses pendaftaran, 59 penyelenggara dikembalikan permohonannya untuk dilengkapi kembali, dan 38 penyelenggara yang berminat mendaftar. Sehingga bila ditotal ada 217 penambahan penyelenggara yang akan masuk sebagai anggota AFPRI dan AFTECH.
Sampai September 2018, industri lending telah menyalurkan Rp13,83 triliun. Jumlah lender sebesar 161.297 entitas dan borrower 2,3 juta entitas. Rasio NPL di saat yang sama tercapai 1,2% meningkat dari posisi akhir 2017 sebesar 0,99%.
Hendrikus juga mengatakan, kehadiran asosiasi yang spesifik ini tentunya sangat bermanfaat dalam mengawasi industri lending. OJK berkeinginan industri bergerak secara tangkas, sesuai dengan semangat startup.
Dalam praktiknya, regulator mengawasi industri dengan memanfaatkan empat lapisan. Pertama, dari publik untuk mengawasi dan melaporkan apabila ada yang berbeda dengan sosialisasi POJK 77/2016. Kedua, pengendalian dari internal penyelenggara untuk pelaksanaan sesuai GCG. Ketiga, pengawasan dari asosiasi yang ikut mengawal industri. Dan terakhir adalah OJK.
AFPRI diketuai oleh Adrian A Gunadi (Investree) dan Sunu Widyatmoko (Dompet Kilat) sebagai wakil ketua. Beberapa nama penggiat fintech lending juga turut menangani AFPRI, di antaranya Cally Alexandra (Crowdo), Sendy Filemon (Futureready), Lutfi Adhiansyah (Ammana), dan lainnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post