3 Hal Yang Perlu Diatasi Untuk Menghindari NFT Menjadi Bubble

Non-Fungible Token - NFT

3 Hal Yang Perlu Diatasi Untuk Menghindari NFT Menjadi Bubble (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Saat ini semakin banyak pelaku dan penikmat seni di Indonesia mulai memanfaatkan Non-Fungible Token (NFT). Saat ini NFT menjadi perbincangan hangat di masyarakat, apalagi setelah karya Beeple “Everydays: The First 5000 Days” laku terjual sebesar $69,346,250 atau setara dengan Rp9 triliun. Di sisi lain, NFT lokal dari Ghozali Everyday juga berhasil meraih popularitas dan terjual puluhan juta rupiah.

Melihat fenomena NFT yang selalu menjadi perbincangan dan menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat tentang apakah NFT ini hanya tren semata atau akan menjadi bubble ke depannya. Oleh karena itu, penting adanya literasi kepada masyarakat terkait implementasi dan manfaat dari teknologi blockchain dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Salah satu contohnya adalah memanfaatkan NFT untuk membantu pelaku seni di Indonesia untuk mendapatkan apresiasi dan reward atas karyanya.

Bubble merupakan kondisi dimana sebuah aset yang bernilai tinggi akan turun drastis dan dengan cepat akan hilang dari pasaran. Oleh karena itu, Asosiasi Blockchain Indonesia mencatat ada tiga hal yang membuat NFT sangat mungkin menjadi bubble, apabila tidak segera diatasi dengan tepat.

Pasar NFT Terus Menurun

Pasar NFT nyatanya mulai terlihat tenang dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Bloomberg, nilai perdagangan rata-rata dari NFT telah turun drastis dalam beberapa waktu terakhir, seperti penjualan utama NFT yang turun secara nyata dalam satu bulan terakhir. Menurut data, tercatat penjualan NFT turun sebesar 29% dan 1,17% dalam USD. Sedangkan, penjualan utama, yakni penjualan yang berlangsung di website, proyek NFT turun 73%, dan dalam USD turun 49%.

Menurut data Financial Times, volume transaksi harian untuk NFT di Open Sea turun 80%, yaitu menjadi $50 juta pada Maret 2022, dibandingkan pada Februari dengan total transaksi yang mencapai $284 juta. Pasa pelacak NFT DappRadar di OpenSea juga menunjukkan adanya penurunan jumlah trader dan volume secara keseluruhan, dimana volume perdagangan turun hampir 67% dan diikuti dengan trader yang turun sebanyak 23%.

Meskipun NFT mengalami penurunan yang cukup signifikan, tetapi cryptocurrency masih memiliki sirkulasi yang kuat di OpenSea setiap harinya dan trader masih menghabiskan ribuan hingga ratusan dolar untuk NFT.

Menjadi Skema Ponzi

Selain nilainya yang turun, NFT juga masih memiliki sentimen negatif di masyarakat, misalnya untuk pencucian uang. Dengan NFT, pencucian uang bisa dengan mudah dilakukan karena pembeli dan penjual tidak bisa terlacak sepenuhnya apabila mereka menggunakan identitas anonim.

Dilansir dari The Conversation, NFT dikatakan mirip skema ponzi karena beberapa kesamaan yang dimiliki, seperti pembeli pertama mendapatkan keuntungan yang tinggi daripada pembeli terakhir yang sudah tertinggal tren NFT sehingga pembeli terakhir tidak mendapatkan keuntungan.

Tidak Memiliki Nilai Fundamental

Harus diakui masih banyak NFT yang tidak memiliki nilai fundamental dan kegunaan yang jelas, seperti hanya berupa gambar acak yang dibeli pengguna karena FOMO (Fears of Missing Out). Apabila NFT terus-menerus seperti ini maka sangat mungkin bubble akan terjadi, dan karya NFT yang memiliki fungsi jelas akan ikut terseret ke dalam sentimen negatif ini.

Apabila NFT bubble terjadi, dampaknya tidak hanya berefek pada NFT saja melainkan akan menyebar ke aset crypto secara umum, karena untuk membeli NFT dibutuhkannya crypto lain sebagai alat transaksi.

Melihat masih banyaknya pertanyaan dan kekhawatiran mengenai NFT di masyarakat, Asosiasi Blockchain Indonesia mendukung penuh adanya literasi atau edukasi mengenai peran dan implementasi NFT untuk memperkuat ekosistem dan mencegah terjadinya NFT menjadi bubble.

 

ASIH KARNENGSIH, Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI)

Exit mobile version