youngster.id - Menemukan “seseorang” sebagai pasangan mungkin merupakan perjalanan yang penuh dengan perjuangan, tetapi nyatanya orang Indonesia merasa bahwa perjalanan mereka menemukan kecocokan karier sama sulitnya.
Survei dari SEEK menemukan bahwa lebih dari 3 dari 5 (62%) pekerja Indonesia merasa bahwa menemukan pekerjaan yang tepat sama sulitnya dengan menemukan pasangan hidup yang tepat. Sementara itu, 25% pekerja Indonesia merasa menemukan pekerjaan yang tepat lebih menantang; lebih banyak dibandingkan 14% yang merasa menemukan jodoh yang tepat lebih menantang. Hasil serupa juga ditemukan di negara lain (dengan komposisi yang berbeda), kecuali di Hong Kong – di mana 43% pekerja yang disurvei merasa lebih sulit mencari pekerjaan yang tepat, lebih tinggi daripada yang merasa sama sulitnya (31%) dan yang kesulitan mencari jodoh (26%).
“Survei ini memberikan wawasan tentang perasaan pekerja terhadap peran mereka saat ini, kesesuaian keterampilan dengan pekerjaan mereka, serta pandangan mereka tentang pencarian kerja dan perubahan karier,” kata pihak SEEK, dikutip Jum’at (15/11/2024).
Survei SEEK juga menemukan bahwa hampir 6 dari 10 (59%) pekerja Indonesia melaporkan bahwa mereka merasa senang atau sangat senang dengan pekerjaan mereka saat ini. Hal ini menunjukkan tingkat kepuasan terhadap pekerjaan yang cukup signifikan di kalangan tenaga kerja. Persentase ini mirip dengan pekerja di Malaysia, yang sedikit berada di atas rata-rata negara Asia 57%. Sementara itu, Filipina dan Hongkong memiliki tingkat kepuasan terhadap pekerjaan yang lebih tinggi sebesar 66% dan 72%. Di sisi lain, lebih sedikit pekerja yang merasa bahagia di Singapura (38%) dan Thailand (48%).
Faktor terbesar yang mempengaruhi ketidakpuasan pekerja pada pekerjaannya saat ini disebabkan oleh ketidaksesuaian harapan pada gaji dan kompensasi yang didapatkan (46%), yang juga menjadi faktor terbesar di negara-negara lainnya. Selain itu, faktor terbesar kedua yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah kurangnya kesempatan bagi para pekerja untuk meningkatkan jenjang karir mereka (33%).
Survei ini menemukan bahwa 57% pekerja Indonesia merasa lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka saat ini dibandingkan dengan pencarian pekerjaan pertama mereka. Di sisi lain, sebanyak 83% pekerja terbuka untuk melakukan perubahan karier yang drastis atau berspesialisasi dalam bidang baru dibandingkan dengan apa yang mereka pelajari atau lakukan sebelumnya.
“Situasi ini menggambarkan bahwa upskilling ataupun reskilling menjadi salah satu hal yang cukup krusial untuk dilakukan bagi para pekerja, agar dapat memperluas jenjang karir mereka,” tambahnya.
Sementara itu, 24% pekerja Indonesia percaya bahwa bias atau diskriminasi dalam proses rekrutmen telah menghambat kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan yang tepat. Lebih banyak pekerja berusia 18 – 24 tahun (27%) percaya bahwa bias atau diskriminasi dalam proses perekrutan telah menghambat kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan yang tepat. 14% pekerja Indonesia percaya bahwa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka untuk aktif mencari peluang kerja baru. Lebih banyak pekerja berusia 55+ tahun (19%) percaya bahwa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka untuk aktif mencari peluang kerja baru.
Namun, yang menjadi hambatan besar pekerja Indonesia dalam mencari pekerjaan yang diharapkan adalah keterbatasan akses terhadap informasi lowongan kerja yang relevan dengan keterampilan yang dimiliki (37%) dan proses melamar pekerjaan yang rumit dan sulit (35%).
HENNI S.