youngster.id - Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat, UMKM berkontribusi sebesar 60,51% bagi PDB (Produk Domestik Bruto), menyerap 96,92% tenaga kerja, serta menyumbang 15,65% ekspor non migas.
Saat ini, 99% jumlah usaha di Indonesia didominasi oleh UMKM, yaitu sebesar 64,2 juta UMKM. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37 juta UMKM atau 64,5% dikelola oleh perempuan. Karenanya, kaum perempuan memiliki peran penting dalam partisipasinya untuk menggerakkan roda perekonomian. Bahkan selama pandemi COVID-19, jumlah pelaku usaha perempuan di Indonesia diperkirakan terus meningkat. Kebanyakan dari wirausaha perempuan menjalankan usahanya pada level mikro dan informal.
Masih menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah usaha mikro yang dikelola oleh perempuan pada tahun 2019 mencapai 14 juta unit. Jumlah ini meningkat pada tahun 2020 menjadi 30,6 juta unit. Karenanya, dukungan bagi para perempuan pelaku UMKM menjadi sangat penting, khususnya dalam hal pemberdayaan dan pengembangan usaha melalui pemanfaatan teknologi digital untuk membantu mereka memperluas jangkauan usahanya.
Pada 2020, kontribusi ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 619 triliun sehingga dapat menjadi akselerator dalam membangkitkan ekonomi Indonesia. Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan bahwa pada tahun 2030, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 64% dari total jumlah penduduk. Karena itu, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan.
Dukungan Bagi Entrepreneur Perempuan
Besarnya potensi SDM di Indonesia juga disadari oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, yang terus mendukung pengembangan kompetensi diaspora Indonesia di Jerman dan para alumni perguruan tinggi di Jerman yang telah kembali ke Indonesia.
Sejak tahun 1996, GIZ telah menjalankan Program Migrasi dan Diaspora (PMD) di Indonesia atas nama Pemerintah Federal Jerman. Melalui program tersebut, GIZ mendukung Pemerintah Indonesia dalam memastikan migrasi memberikan dampak positif bagi para diaspora Indonesia dan turut berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Program ini juga memfasilitasi mahasiswa Indonesia yang kuliah di Jerman untuk kembali dan mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh untuk memajukan Indonesia, termasuk memberikan dukungan bagi mereka yang ingin membuka lapangan kerja dengan menjadi entrepreneur ketika kembali ke Tanah Air. Beberapa program yang diadakan di antaranya pendampingan bisnis mulai dari pemodelan awal, konsultasi, hingga promosi.
Indonesia Diaspora Festival 2021 yang dihelat pada tanggal 1-4 Desember lalu merupakan salah satu bentuk dukungan GIZ melalui Program Migrasi dan Diaspora bagi para alumni perguruan tinggi Jerman yang telah kembali ke Indonesia dan turut berkontribusi dalam pembangunan lewat karya-karya mereka.
Festival tersebut juga menghadirkan para womenpreneur atau entrepreneur perempuan alumni perguruan tinggi Jerman. Di antaranya adalah Widya Ethi Rinany, pendiri usaha makanan sehat berbahan alami Lula Pasta; Nur Anindya Setiyaningsih, pendiri usaha sabun cuci piring ramah lingkungan Mak Rah Pireng; Enggar Jati Pratiwi, pendiri usaha pakaian olah raga khusus muslimah Athlimah; dan Novita Dwi Saraswati, pendiri usaha fashion VIU Outfitters.
Lula Pasta
Lula Pasta didirikan oleh Widya Ethi Rinany, seorang ibu dari tiga anak yang memanfaatkan tepung mocaf atau tepung dari singkong sebagai bahan dasar pasta. Tepung mocaf dari singkong ini dimodifikasi melalui proses fermentasi sehingga karateristiknya mirip dengan tepung terigu, tapi rendah gula. Yang menginspirasi Widya untuk membuat pasta sehat adalah ketiga anaknya yang memiliki masalah pencernaan.
Lula Pasta adalah pasta sehat karena dibuat menggunakan gluten kering, bahan alami tanpa pengawet, tanpa MSG, bebas telur, dan bebas susu. Selain itu, Lula Pasta menggunakan jus sayuran seperti sawi dan wortel sebagai pewarna, dan mengandung serat tinggi sehingga baik untuk pencernaan. Widya mulai merintis Lula Pasta pada 2019 dan usahanya berkembang.
Sebelum memulai Lula Pasta, ia sempat menempuh studi di University of Duisburg-Essen, Jerman, dan pernah bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi. Widya menikmati perannya sebagai seorang woman entrepreneur dan serius menekuni bisnisnya. Dibantu lima orang karyawan mulai dari lini produksi hingga promosi, kini Lula Pasta mampu membuat aneka pasta seperti spaghetti, macaroni, fettuccine, dan lasagna.
Mak Rah Pireng
Mak Rah Pireng adalah sabun cuci piring yang terbuat dari ekstrak belimbing wuluh atau sunti yang difermentasi. Mak Rah Pireng yang artinya “ibu cuci piring” dalam bahasa Aceh didirikan oleh Nur Anindya Setiyaningsih pada 2018.
Meski awalnya tak mudah menerjuni bisnis ini, namun keuletan dan ketekunan Anindya membawa Mak Rah Pireng meraih penghargaan dalam Program “Leaders in Innovation Fellowship” dari Royal Academy of Engineering’s, London.
Lulusan Technische Universität (TU) Berlin, Jerman tersebut kini memiliki tujuh pegawai manajemen. Perempuan kelahiran 1990 ini juga bersyukur Mak Rah Pireng telah menjadi wadah pemberdayaan ibu-ibu di Aceh. Hingga saat ini, produk sabun cuci piring ini sudah tersedia di beberapa supermarket di Aceh dan bisa dibeli melalui media sosial dan e-commerce.
Athlimah
Athlimah merupakan usaha milik Enggar Jati Pratiwi, seorang lulusan program Master of Business Administration di FOM Hochschule für Oekonomie & Management, Jerman. Sempat bekerja selama beberapa tahun di Jerman, Enggar memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan memulai usaha pakaian olahraga untuk para wanita muslimah yang aktif dan dinamis.
Bersama suaminya, Enggar mendirikan Athlimah pada September 2018. Asal kata Athlimah diambil dari bahasa Yunani “Atlima” yang berarti olahraga. Kata athlimah juga bisa berarti abreviasi dari “Athletic Muslimah”. Dengan nama tersebut, Enggar berharap para pengguna produknya dapat memiliki gaya hidup yang atletis atau sehat.
Koleksi busana olahraga yang dikeluarkan Athlimah bisa digunakan untuk fitness, aerobic, atau berenang. Kini produknya telah merambah Dubai, Belanda, Jerman, dan sejumlah negara di Eropa. Selain terus menggawangi Athlimah, Enggar juga menjadi tutor di lembaga kursus bahasa asing bernama Gaya Bahasa Institut bersama dengan teman-temannya sesama lulusan Jerman.
VIU Outfitters
Fashion brand yang didirikan Novita Dwi Saraswati ini muncul saat pandemi menerpa Indonesia sekitar Juni 2020. Hobi Novita membeli pakaian menjadi salah satu pemicu ia membuka bisnis di bidang fashion.
Menurut Novita, bisnis VIU OuterFitters tidak berkaitan langsung dengan latar belakang pendidikannya di University of Applied Sciences Leipzig, Jerman, jurusan Business Information System. Meski begitu, ia merasakan bahwa ilmu yang ia pelajari semasa kuliah turut membantunya dalam memasarkan produk.
Berbeda dengan kebanyakan fashion brand wanita lainnya, Novita ingin menggabungkan konsep minimalis dari gaya hidup masyarakat di Jepang, ke dalam produknya. Melalui bisnis yang ia geluti, Novita berinisiatif untuk menjadi perempuan yang mandiri secara finansial tapi tetap bisa mendampingi tumbuh-kembang anaknya.
Lula Pasta, Mak Rah Pireng, Athlimah, dan VIU Outfitters adalah perwakilan dari para entrepeneur perempuan yang mendapatkan pendampingan dan dukungan dari GIZ melalui Program Migrasi dan Diaspora. Keempatnya hadir dalam Indonesia Diaspora Festival 2021 untuk mempromosikan karya anak muda Indonesia yang berpotensi dalam pembangunan sosial-ekonomi Indonesia. Lewat festival tersebut, GIZ juga mendorong national branding bagi produk-produk lokal unggulan agar makin dikenal masyarakat luas, menumbuhkan kebanggaan terhadap produk buatan Indonesia, dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (*AMBS)
Discussion about this post