youngster.id - Merebaknya aplikasi mobile, telah menggantikan layanan tradisional dan merevolusi arti sebuah kenyamanan / kemudahan. Hal ini terutama terjadi di Asia Pasifik, yang merupakan rumah bagi lebih dari separuh pelanggan mobile dunia.
Asia juga memimpin perubahan dalam hal pendapatan aplikasi mobile, dengan angka yang diperkirakan akan meningkat menjadi US$57,5 miliar pada tahun 2020.
Sebagai lahan yang dinamis untuk aplikasi mobile, prinsip ekonomi berbagi atau sharing economy telah berkembang di hampir seluruh wilayah di Asia Pasifik, mulai dari pasar negara berkembang seperti Indonesia hingga negara-negara maju seperti China.
“Para konsumen masa kini dengan sukarela memberikan informasi pribadi daripada membuang menit-menit yang berharga untuk menunggu. Hal ini masih baik-baik saja, sampai mereka menyadari bahwa ekonomi berbagi juga berarti keseluruhan ekosistem perangkat dan data yang terotentikasi saling terhubung. Hal ini bagaikan harta karun bagi penjahat siber yang bersiap-siap untuk meluncurkan serangan DdoS,” kata Fetra Syahbana, Country Manager, Indonesia, F5 Network dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/10/2017).
Serangan DDoS menarik perhatian dunia dengan botnet Mirai, yang melumpuhkan Internet dan menjatuhkan situs-situs seperti Amazon, Github, PayPal, Reddit dan Twitter. Jika DDoS dapat dengan mudah mengambil alih situs-situs besar, dapat dibayangkan malapetaka yang akan ditimbulkannya jika aplikasi-aplikasi seperti Uber, Obike, dan Seekmi –aplikasi yang menjadi andalan beberapa orang setiap harinya—tiba-tiba tidak tersedia.
Saat ini, konektivitas bagaikan pedang bermata dua karena konektivitas meningkatkan level kenyamanan dalam kehidupan kita, sekaligus memberikan platform bagi penjahat siber untuk melakukan eksploitasi. Manfaat yang dihadirkan ekonomi berbagi dalam meningkatkan standar hidup seseorang tidak terbatas.
Aplikasi ekonomi berbagi mampu memberi manfaat tersebut dengan mengunggah informasi pribadi pelanggan, seperti jenis kelamin, usia, minat dan bahkan detail kartu kredit ke cloud untuk analisis data dan peningkatan layanan.
Perusahaan kehilangan pendapatan karena berkurangnya lalu lintas web, serta harus menanggung biaya proses remediasi yang tinggi. Lebih bahayanya lagi, pelanggan yang dulu mempercayai perusahaan tersebut akan menganggap perusahaan itu tidak lagi dapat diandalkan. Di era informasi yang berlebihan seperti sekarang ini, hanya dibutuhkan satu kegagalan di situs web untuk membuat pelanggan berpindah ke layanan lain.
“Secara perlahan tapi pasti, keamanan siber telah menjadi prioritas bagi banyak perusahaan, terutama sejak merebaknya Mirai, WanaCry, dan Petya. Namun, divisi IT terus berjuang untuk mendapatkan dukungan dalam diskusi-diskusi di ruang rapat perusahaan dan mengemukakan alasan bahwa strategi keamanan siber yang proaktif adalah investasi yang diperlukan, dibandingkan menangani akibat dari serangan DdoS,” kata Fetra.
STEVY WIDIA
Discussion about this post