youngster.id - Keragaman batik dan tenun Indonesia diperkenalkan kepada masyarakat San Francisco, Amerika Serikat
melalui eksibisi Textile and Tribal Art . Indonesia menjadi country focus asing pertama dalam lebih dari 10 tahun penyelenggaraan eksibisi ini.
Acara tahunan ini merupakan program pertunjukan kain tekstil paling bergengsi di San Francisco yang menampilkan lebih dari 80 kolektor, kurator maupun penjual barang-barang dengan nilai seni dan sejarah yang berusia hingga ratusan tahun.
“Saya selalu mengikuti eksibisi ini setiap tahun, namun dengan terlibatnya Indonesia maka tahun ini adalah yang paling meriah dan menarik,” kata Jane Shields kolektor kain tradisional asal San Francisco yang dilansir Antara, Minggu (19/2/2017).
Pengunjung lain mengagumi proses membuat batik dan kain tenun yang diperagakan di Pavillion Indonesia oleh Dalmini dan Alfonsa Horeng. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang kebetulan berada di San Francisco menyempatkan diri mengunjungi eksibisi sebagai tamu kehormatan panitia setempat. Ibu Risma menikmati dan kagum terhadap berbagai koleksi kain batik, tenun, maupun tari-tarian tradisional Indonesia pada saat acara.
Konjen Ardi Hermawan mengatakan, Indonesia memulai budaya untuk menghasilkan kain-kain tradisional sejak 2.000 tahun lalu. Pada tahun 2009 UNESCO mengakui batik sebagai warisan budaya tak benda.
Acara pembukaan dihadiri konsul jenderal negara-negara asing, budayawan, kolektor, filantropis dan kurator di Kalifornia. Sementara pengunjung yang menghadiri eksibisi yang diselenggarakan selama empat hari tercatat lebih dari 2.000.
KJRI San Francisco mengundang pembatik Dalmini dari Desa Kebon Indah di Klaten, penenun Alfonsa Horeng dari Flores dan Museum Tekstil Jakarta yang menampilkan ratusan koleksi kekayaan kain tradisional Indonesia.
Selain itu, KJRI San Francisco bekerjasama dengan Language of Cloth menyelenggarakan workshop di universitas ternama UC-Berkeley dan Wisma Indonesia. Sekitar 200 mahasiswa dan pencinta seni sangat antusias untuk mengetahui sejarah, pembuatan dan filosofi pembuatan kain tradisional Indonesia.
Pengunjung sangat tertarik mempraktikan pembuatan batik secara langsung. Mereka menyampaikan kepada KJRI niatnya datang ke Indonesia agar dapat melihat dan mempelajari dari dekat proses pembuatan batik dan tenun.
Seniman asal Oakland, Margareth Jones (44) mengatakan, keinginan untuk belajar melukis. “Saya memiliki studio seni untuk melukis di atas kain dan setelah workshop ini saya berencana untuk tinggal di Klaten selama beberapa minggu untuk mempelajari bagaimana membuat batik,” ujar Margareth Jones yang juga berprofesi sebagai perawat.
STEVY WIDIA